Di tengah padang rumput, tumbuh beberapa bunga-bunga liar yang secara tak terduga dapat tumbuh menjadi lebih cantik daripada kebanyakan bunga di luar sana. Dan di sana juga terdapat dua lelaki yang menghabiskan waktu bersama dengan berbaring menyamping saling berhadapan di sore yang cerah ini. Si lelaki yang lebih dominan tampak menyisir rambut lelaki satunya yang sudah memanjang menutupi heliks. Yang rambutnya disisir memejamkan mata, tertidur tanpa menyadari dimana ia berada dan dengan siapa.
Matahari akan berganti tugas dengan bulan sebentar lagi. Bersamaan dengan itu, waktunya berada di sini tak akan lama lagi. Sepertinya mimpi di tahun ketiga ini akan menjadi kunjungan terakhirnya.
"Hm." Sebuah gumaman lolos dari sepasang bilah bibir si lelaki yang tertidur. Kelopak matanya membebaskan manik obsidiannya untuk memandang sekitar sebelum akhirnya berpusat pada lelaki satunya. Matanya melebar menyadari siapa lelaki yang meminjamkan lengannya untuk dijadikan alas pengganti bantal. "Oh! Jun-ge?"
Senyum kecilnya, yang sudah dikulum sejak pria satunya tertidur, melebar. Ia mengangguk, mengiyakan identitasnya sebagai Junhui. "Tidurmu nyenyak?" Jarinya masih menyisir rambut pria kesayangannya itu.
Ketiga kalinya didatangi seperti ini, keterkejutannya berhasil dinetralisir dengan cepat. Kontras dengan dirinya dua tahun silam yang mengeluarkan air mata deras sedetik setelah Junhui memenuhi pandangnya. Pertanyaan yang dilontarkan dibalas dengan anggukan. "Akhir-akhir ini aku mulai membaca beberapa menit sebelum bungkus diri di kasur, jadi tidurku lebih nyenyak."
"Bungkus diri." Tawa kecil melebur dari yang lebih tua. Tawa yang hanya dapat disaksikannya setahun sekali sejak kejadian tiga tahun silam. Mengingat fakta itu, kaca di kedua matanya kembali terbentuk. Ah, sudah berapa kali dalam sehari ini kaca yang terbuat dari cairan bening itu bertengger di pelupuk matanya.
Tangan besar yang tadinya menyisir rambut kekasihnya bergerak mencubit pelan pipi tirus itu, lalu mengelusnya. "Kau sudah janji loh, kau takkan menangis. Ditepatin, yuk, Hao?" Senyum masih terukir di wajah awet mudanya.
Yang lebih muda kembali menguasai diri, menghapus cairan yang hampir keluar itu dengan punggung tangannya. Netranya melihat sekeliling sekali lagi, mengabaikan tatapan semanis madu yang diberi lelaki di sampingnya. "Indah, Ge. Pantas Gege tak mau pulang." Bibirnya tercebik lucu.
"Mereka membutuhkanku di sini. Aku, loh, yang urus padang rumput ini. Indah, kan?" katanya sombong. "Wen Junhui memang keren."
Tangan kecil dengan jari-jari kurus nan panjangnya bergerak, menekan kedua pipi lelaki satunya. Membuat wajah tampan itu berubah terlihat seperti ikan dengan mulut terbuka. "Sudah beda alam pun kepercayadirianmu masih menyebalkan."
"Astaga, ketampananku hilang di depan kekasihku," katanya dramatis. Menghasilkan leburan tawa kecil dari si penyandang marga Xu. Junhui kembali berucap setelah kedua pipinya dibebaskan, "Minghao, kau tak butuh aku untuk mendatangi mimpimu lagi, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
black rose [✓]
Fanfiction𝙟𝙪𝙣𝙝𝙖𝙤 𝙝𝙞𝙨𝙩𝙤𝙧𝙞𝙘𝙖𝙡 𝙖𝙪 -; there are always two sides to something. from the negative side, you will see death and people mourning at funerals. however, the bright side is that it brings new life and a major change that is...