7

33 12 0
                                    

Fayya terus berjalan dengan tergesa, gadis itu mengepalkan tangannya menahan amarah. Kenapa sih Deon tuh minta dihujat banget?!

"Fayya!!" Deon berjalan dengan langkah lebar menyusul Fayya.

Fayya tak peduli, gadis yang penampilannya sudah tak karuan itu masih terus melangkah.

"Fayya berhenti!" Deon berkata dengan tegas.

Percuma, Fayya menulikan telinga. Gadis itu berjalan semakin cepat. Sekarang Fayya dan Deon terlihat seperti dua bocah yang sedang bermain ucing-ucingan di sepanjang koridor yang lenggang karena bel masuk sudah berbunyi sedari tadi.

"FAYYA!" Deon menyentak tangan Fayya.

"Lepasin" Fayya berusaha melepaskan cengkraman Deon dipergelangan tangannya.

"Ga, dengerin dulu"

"Lepasin yon"

"Dengerin gue dulu fayya" Deon merendahkan intonasi bicara.

Fayya diam menatap Deon.

"Pas mau jemput lo, gue liat sania jalan kaki, motornya mogok. Gue ga tega—"

"Terus lo tega gitu sama gue?!" Fayya berseru kesal.

Deon langsung kicep.

"Denger ya Yon, gue ga peduli lo mau nebengin sania atau siapapun. Tapi plis kasih tau gue dulu, biar gue ga nunggu."

"Gue lupa fayy"

Gadis itu menarik nafas dalam, lalu menghembuskannya sekaligus. Fayya sudah ingin mencakar-cakar tampang Deon yang tados sekali, tapi dia urungkan. Akhirnya Fayya hanya mencakar-cakar angin, merasa gemas.

"Terserah deh, gue kesel sama lo. Pokoknya jangan ajak gue ngomong sampe pulang sekolah. Gue mau ngambek." Setelah mengatakan itu Fayya langsung berbalik dan berjalan ke kelas.

Deon hanya bisa menghembuskan nafas berat, bahunya merosot. Dia salah lagi.

○●○

Fayya membuka pintu kelas perlahan dan melongokan kepalanya kedalam. Gadis itu menghembuskan nafas lega saat Bu Astri—guru bahasa Indonesia belum memasuki kelas.

Fayya berjalan santai menuju mejanya yang terletak di pojok kelas, tempat yang sangat strategis menurutnya. Karena dimeja itu Fayya bisa makan diam-diam, bermain ponsel, bahkan tidur tanpa ketauan guru yang sedang mengajar. Pengecualian jika gurunya sering mondar-mandir berkeliling kelas saat sedang mengajar.

Fayya duduk dikursinya lalu mengeluarkan buku bahasa Indonesia.

"Hari ini ada tugas ga lis?" Fayya bertanya pada Lista yang sibuk menunduk memainkan ponsel.

Lista menggeleng.

"Untung deh"

"Tumben lo telat" Lista mengantongi ponselnya dan mendongak menatap Fayya.

"Gara-gara Deon, ish sumpah ya Deon tuh minta banget dianjing-anjingin" Fayya yang sebelumnya sudah mulai kalem kembali merasa kesal saat ingat penyebab dia terlambat.

"Emang ngapa si Deon?"

Fayya menceritakan kejadian tadi pagi dengan meledak-ledak. Nama Deon selalu Fayya sandingkan dengan binatang menggonggong berkaki empat. Karena menurut Fayya asli Deon tuh ngeselin banget.

Setelah mendengar cerita dari Fayya, Lista turut merasa prihatin.

"Ga salah kan lis kalo misalkan gue marah?"

"Ya ga salah sih"

Fayya tersenyum senang karena ada yang membelanya.

"Tapi apa ga terlalu berlebihan? Masalahnya belon keitubg 24 jam lo deket sama Deon, masa langsung ribut gegara ini?"

"Kalo boleh jujur nih ya lis, gue ga suka Deon lebih milih nebengin Sania daripada jemput gue. Karena apa ya, gue ngerasa ga diprioritasin aja gitu. Lebih-lebih Sania tuh mantannya. Lo pikir gue ga cemburu?" Fayya masih menahan kesal.

"Hm terserah deh" Lista iya iya saja, karena tau pasti tak lama lagi Fayya akan merasa menyesal karena sudah marah-marah pada Deon.

Sesalah apa pun Deon, Fayya pasti memaafkannya. Karena memang Fayya sebucin itu. Bahkan jauh sebelum Deon dan Fayya memutuskan untuk dekat.

hold meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang