Delapan

45 3 0
                                    

Entah apa yang ada di pikiran Kikan sehingga dia mengiyakan begitu saja ajakan Yohan untuk tidur di kamarnya. Pake pillow talk segala sampai lupa waktu. Kikan bahkan tidak pernah berpikir akan memiliki moment semacam pillow talk bersama Yohan. Rasanya aneh, aneh banget. Setuju untuk tidur di kamar Yohan aja udah aneh banget, apalagi pake ngobrol-ngobrol segala.

Ditambah mereka melakukan semuanya setelah berantem, kinda? Kikan gak tahu deh itu bisa dihitung sebagai berantem apa gak. Tapi setelahnya karena mereka kayak baikan, jadi let's say kalo mereka memang berantem tadinya. Satu hal yang sempat Kikan pikirkan sebelum mereka benar-benar tertidur, entah mengapa tiba-tiba aja pikiran random ini muncul entah dari mana. Kikan pernah baca cerita di internet, kalo suami istri yang baikan setelah berantem biasanya sampai do that thing.. kalian tau lah ya. Gak usah dijelaskan :")

Sumpah itu pikiran yang sangat random tapi ketika memikirkan itu Kikan sempat menatap wajah Yohan yang telah tertidur di sampingnya. OK benar mereka memang suami istri tapi alasan yang membuat mereka menjadi suami istri mungkin juga akan menjadi alasan untuk mereka tidak akan pernah melakukan itu. Bahkan jika Kikan gak sedang isi pun rasanya mereka juga tidak akan pernah melakukannya. Toh mereka tidak saling mencintai?

***

Mata Kikan mengerjap-ngerjap. Sumpah dia masih ngantuk banget. Dan kepalanya juga agak pusing. Efek pillow talk sama Yohan sampai gak sadar kalo jarum jam udah di angka jam 4 pagi. Tapi suara bising ini membuat Kikan mau gak mau ngebuka matanya. Buka mata doank sih, tapi gak sanggup bangun. Kikan mengangkat tangan kanannya lalu menjatuhkannya ke sisi kiri, maksudnya dia mau bangunin Yohan tapi karena dia ngelakuin itu dengan mata yang belum sepenuhnya terbuka, tangannya jadi jatuh ke jidat Yohan. Kayak nabok gitu tapi gak bertenaga. Aneh juga kenapa Kikan harus repot-repot memakai tangan kanannya. Kan tangan kiri bisa.

"Han," suara Kikan terdengar pelan dan sedikit parau. Tentu saja belum ada efek apa-apa. Bergerak aja gak si Yohan.

"Yohan!" Kikan memukul pelan jidat Yohan beberapa kali. Kali ini berhasil.

"Apasih?" jawab Yohan tanpa berubah posisi.

"Ada yang datang kayaknya. Bel nya dari tadi bunyi mulu."

"Siapa juga yang datang bertamu pagi-pagi. Hari Senin pula."

Kikan terdiam. "Iya juga sih."

Tapi suara bel berbunyi lagi.

"Bunyi lagi loh itu Han. Coba lo buka. Ada paket kali."

Yohan mengerang. Dia malas banget buat turun. Maunya rebahan aja. Yohan mulai bangun. Pertama dia seperti orang sujud, terus bangun dari sujudnya, duduk sebentar, lalu menghela nafas karena bel berbunyi lagi. Sumpah kalau yang datang Yuvin atau Hangyul atau keduanya, dia akan memproses ini ke jalur hukum. Mengganggu ketenangan orang lain!

***

"Iya sebentar."

Yohan setengah berlari menuruni anak tangga dan langsung membuka pintu tanpa memeriksa siapa yang datang. Setelah tahu siapa yang datang, Yohan terkejut bukan main. "Ma.. Mama?"

"Surprise!" dua orang emak-emak yang hobi reuni ini mengatakannya dengan bersamaan. Membuat Yohan terpana. Hal lainnya yang membuat Yohan terpana adalah, keduanya sama-sama membawa buket bunga. Ngapain coba?

"Tumben pagi-pagi udah sampai aja kesini. Kapan otw-nya?" Yohan bingung. Dia berjalan di belakang para Mama yang sudah duluan berjalan masuk.

"Kikan mana?" tanya Mama Yohan.

"Iya, mana Kikan nya?" kali ini Mama Kikan yang bertanya.

Pertanyaan Yohan bahkan gak dijawab dan malah nanya balik. Yohan menggaruk lehernya. Bingung. "Ada di atas. Tidur."

To Reach YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang