✎.🎐

2.3K 313 16
                                    




Seorang pria dengan pipi tirus, rahang tegas, serta perawakan yang begitu dominan nampak sedang duduk di bangku taman, menikmati acara tenggelamnya matahari. Angin yang berhembus menerpa wajah serta rambutnya.

Ia menarik nafas panjang, merasakan udara saat senja.









"Aku suka lihat matahari terbenam"

Ia tersenyum kecut. Suara itu datang lagi. Tangannya dikepal erat, membuat buku-buku jarinya memutih. Kepalanya ditundukkan, bibirnya ia gigit guna menahan satu isakan lolos.






"Kak Jaehyun kok diem aja?"


Pria itu –Jaehyun– menggelengkan kepala saat setetes air mata jatuh membasahi pipi.





Tidak.

Jaehyun tidak gila.

Suara itu nyata. Pendengarannya dapat menangkap jelas suara lembut tadi.



Suara lembut orang yang ia kasihi.

Suara lembut orang yang selalu membangkitkan semangat pada diri Jaehyun, walau dia lebih membutuhkan semangat dari orang lain.




Netra gelap si pria Jung terarah ke langit jingga yang menyelimuti bumi.




"Kak Jaehyun jangan nangis dong. Kan kakak udah janji nggak bakal nangis lagi"


Senyumnya mengembang. Tidak. Itu bukan senyum bahagia, melainkan senyum sendu. Jaehyun menghapus jejak air mata. Menegakkan tubuhnya dan kembali menarik nafas panjang. Tersenyum bahagia –walau itu adalah paksaan–


Padahal dulu Jaehyun adalah orang yang ceria dan bisa tertawa lepas sebelum pindah ke tempat ini. Tempat yang begitu menyeramkan bagi orang-orang. Ia berubah 180 derajat, menjadi seseorang dengan fisik sama namun kepribadian yang berbeda.








Rumah sakit jiwa.


Sekali lagi kukatakan. Jaehyun tidak gila.

Ia didiagnosis mengidap skizofrenia. Padahal Jaehyun bisa jamin kalau dia sehat lahir batin. Ia hanya...







–entahlah, merindukan seseorang mungkin?



Seseorang yang selama ini menyemangatinya.

Seseorang yang kuat dan rapuh disaat yang bersamaan.

Sosok lelaki mungil dengan kecantikan bak Dewi Hera, juga senyum yang membuat banyak pasang mata tergoda untuk memandangi wajah itu.










Huang Renjun.

Teman, sahabat, Partner in crime. Intinya adalah orang yang sangat berjasa bagi Jaehyun.


Ia sangat merindukan sosok ini.


Mereka terpaut usia 3 tahun. Rasa sayangnya teramat besar, menyamai rasa sayang seorang kakak pada adiknya sendiri. Dan hal ini menjadikan Renjun, sebagai adik mungil kesayangan pria bermarga Jung tersebut.

Karenanya, hari dimana Renjun pergi meninggalkan Jaehyun dan juga kenangan manis mereka. Ia begitu terpuruk. Setiap malam selalu menangis dalam kesunyian hingga matanya sedikit bengkak.

Ia tak pernah lagi menunjukkan senyum tulus pada dunia. Sosok Jaehyun yang dulu telah larut dalam kesedihannya sendiri.




Lalu apakah dia bisa kembali lagi?

Mungkin.

Namun Jaehyun tidak bisa. Melakukan hal itu rasanya sangat berat.

Hanya Renjun seorang yang dapat mengembalikan sosoknya yang dulu.




Tapi kemana si lelaki Huang?

Pergi secara tiba-tiba tanpa kode dan alasan yang jelas. Dihari yang begitu cerah dan menyenangkan.

Kepergian Renjun menjadi sebuah mimpi buruk bagi orang terdekatnya. Termasuk Jaehyun.

Selama ini Renjun adalah hal yang membuat Jaehyun semangat melalui masa-masa sulitnya. Namun ketika sosok itu pergi, siapa yang akan memberi semangat untuk Jaehyun? Ia adalah satu-satunya orang yang menyemangatinya disaat terburuk sekalipun.


Pernah terpikirkan oleh Jaehyun untuk kabur dari rumah sakit guna mencari keberadaan sang adik, namun usahanya selalu gagal karena kepergok suster, satpam, atau bahkan ia sempat nyasar di jalan.





Kenapa dunia begitu tidak adil sih?!

Mengapa orang sebaik Renjun harus menghilang dari kehidupannya?

Jaehyun tidak mengerti apa yang diinginkan semesta saat ini. Sudah lelah ia merasakan sakit didalam dada, menembus jantung, hingga sebutir air mata lolos dari manik gelap itu.


Tapi ada satu hal juga yang membuat Jaehyun makin tersakiti. Yaitu fakta dimana Renjun selalu ada disampingnya saat suka maupun duka, tapi Jaehyun sendiri tak tahu apa yang dialami sang adik. Bukankah itu sebuah bentuk ketidakadilan?

Ia selalu mengatakan pada Renjun bahwa mereka adalah Partner in crime.
Tapi kemana dia saat Renjun butuh sandaran?



Kemana Jaehyun saat Renjun sedang dalam situasi sulit?


ah.. Jaehyun sendiri baru tahu jika ia setidak adil ini pada adiknya itu.





Tap

Pundaknya ditepuk pelan membuat Jaehyun menoleh ke belakang.


"Ayo masuk, waktu kita sudah habis"

Ia tersenyum tipis kemudian berdiri, lalu berjalan ke arah gedung tinggi tempat ia selama ini dirawat.









"Kak Jaehyun jangan lupa balik lagi ya!"


Suara itu membuat langkah kakinya terhenti. Jaehyun tersenyum sembari memejamkan mata, merasakan rasa hangat dan nyaman yang bercampur di dada.

Maniknya ia buka perlahan.




"Iya. Kakak pasti bakal kesini lagi kok, Njun" –kemudian pergi dari kawasan itu.

Taman disamping rumah sakit yang menjadi kesukaan Jaehyun dan 'Renjun' didalam pikirannya.




















"Makasih kak! Renjun sayang banget sama Kakak!"

"Hm.. Kakak juga sayang sama Renjun"





"Sangat."








"Baik-baik ya kamu"



c o m p l e t e d
(701 words)


[ FYI aja, sebenernya chapter ini remake dari
salah satu work aku yang ada di draf.

Ceritanya tuh ayah tiri Renjun benci sama dia.
(singkat cerita) si ayah ngebunuh Rj dan
jasadnya dikubur di sekitaran gunung dekat situ.

Tunangan, sahabat, bahkan mantannya pada nyariin
dikira Rj ilang. Dan karena dia ilang Jaehyun jadi
depresi.

FYI lagi, pair di work yang asli tuh bukan Jaeren
tapi disini aku ganti. Oke? Arraseo?

Dan kalo semisal ada yang salah atau ga nyambung
aku bener-bener minta maaf. Karena ini juga aku
revisinya buru-buru banget wkwkwk ]

KAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang