012 — spend the night together — Kita bersenang-senang lagi saja.
Senja kini sedang indah bergradasi biru keunguan mewarnai langit Jakarta. Mentari jingga di bawah kaki langit sana tidak luput juga menjadi kenikmatan yang tak boleh dilewatkan mata Langit. Deburan ombak halus terdengar nyaman. Langit bersama Darin menikmati suasana alam yang disatukan laut dan langit menjadi satu.
Berdiri diapit kolam renang dan garden tepat di belakang mereka, semilir angin sepoi-sepoi menerpa menunggu matahari tertelan perlahan. Lagi dan lagi, sebagai tour guide Langit mengajak si gadis ke tempat di luar akal Darin. Sebab Langit memesan cottage di daerah Pademangan. Tidak terlalu jarak harus ditempuh dari penginapan Darin. Bedanya tempat ini dipenuhi fasilitas kamar lantai atas dan bawah serta daya tarik calon penginap menyajikan view laut. Siapa yang tidak tertarik bukan?
Sementara Darin ingin menolak rencana ini, tetapi Langit pasti tidak mau mendengar. Ingin pula memarahi namun Darin bukan siapa-siapa. Lebik baik dinikmati saja. Mumpung semua diperoleh tanpa susah payah.
"Seperti lagi honeymoon," komentar Darin.
"Boleh direview-review sebagai list buat lo honeymoon kalau sudah menikah."
"Belum tentu aku bisa balik lagi."
"Berdoa aja, siapa tau dapat calon suami orang sini."
Langit menoleh, menatap sisi wajah si gadis. Surai dimiliki Darin berwarna coklat gelap, freckles yang nampak jelas bila dipandang sangat dekat jika Darin tidak memakai make up, tulang hidungnya begitu tinggi, dari segala sisi wajah Darin tidak memiliki kekurangan.
Kendatipun Langit merasa tenang bersama si gadis. Hati yang patah perlahan entah hilang ke mana. Si gadis setengah pribumi yang satu ini begitu transparan di matanya.
Pertemuan mendadak Langit dengan dua kawan terdekatnya tadi siang. Menjadikan Langit tercetus mengajak si gadis menginap dekat laut. Ia belum juga membalas pesan-pesan dari pasangan itu. Langit masih butuh waktu.
"Makasih Kala, sudah bawa aku ke tempat ini, jarang-jarang aku lihat laut. Terakhir di kampung aku ndak sempat nikmatin sisa terakhir di Niebüll."
Langit mengangguk mengetahui fakta itu. "Kangen sama kampung halaman?"
"Iya kangen soalnya—yah soalne kangen." Darin tertawa lirih.
Langit mengernyit bingung lantaran jawaban Darin terdengar mengganjal. "Ngga ada niat mau pulang kampung?"
"Di sana aku mau apa? Kalau ndak ada siapa-siapa."
Langit pelan-pelan mengumpulkan serpihan ucapan Darin tadi, ia merasa bisa menduga apa yang dirasakan Darin, walau rautnya tampak datar-datar saja, namun nada barusan terdengar ambigu lantaran seakan-akan gadis ini hidup sendiri.
"Temen-temen ada. Bisa reunian."
"Mungkin lain kali, kalau memang ada waktunya." Darin kemudian kembali mengarahkan pandang pada laut dari teras cottage.
Langit sendiri memilih tidak melanjutkan pembahasan ini. "Kita dinner makan seafood, lo ngga ada alergi makanan laut?"
"Nope. Tapi sekali-sekali aku dong yang bayar."
"Mas Kala yang ajak jadi mas yang bayar. Darin hanya perlu ikuti ke mana mas Kala pergi, kayak Darin yang nurut sama mas pas di Semarang." Langit menaik turunkan kedua alisnya. "Oke?"
°°°
Dinginnya angin menemani makan malam, hidangan tersaji menjadikan perut mereka meronta-ronta minta diisi. Netra Langit masih asik membalas satu per satu pesan yang sempat ia belum balas, udang yang sudah Langit pindahkan ke piringnya ia biarkan dahulu.

KAMU SEDANG MEMBACA
Cerita Satu Minggu Jakarta
Teen FictionRomansa metropolitan// Langit tidak selalu menampakan cerahnya, terkadang langit memunculkan awan mendung menemani manusia penuh harap. Seperti Langit Sangkala, ia menunjukan kalau laki-laki tidak selalu kuat, sebagai laki-laki juga bisa rapuh, juga...