sepuluh

2.2K 218 124
                                    

Aku terlalu rendah untuk kamu yang setinggi langit.

°
°
°

o0o

Felix menutup pintu mobil dengan kuat membuat Elora tersentak. Gadis itu menatap punggung Felix yang menjauh memasuki rumah lelaki itu.

Memangnya ia salah apa sih sehingga membuat Felix se-marah ini? Emang ia ketahuan selingkuh apa, sampai-sampai marahnya udah melebihi ketahuan pacaran sama cowok lain.

Elora menghela napasnya. Sedetik kemudian, air mata menetes dari pelupuk matanya membasahi pipi mulusnya. Sampai kapan ia harus tahan dengan sifat tempramental Felix?

Ia tahu jika Felix saat ini sedang badmood, tapi seharusnya Felix tidak marah hanya gara-gara Elora mengkhawatirkan lelaki itu bukan?

Harusnya Felix senang kalau ia cemas, bukan malah marah seperti Elora melakukan kesalahan besar seperti ini. Memangnya mencemaskan itu termasuk kesalahan fatal?

Dengan perlahan Elora membuka pintu mobil lalu menutupnya pelan. Gadis itu mengusap pipinya yang membasah sembari berjalan memasuki rumah.

"Assalamualaikum," sapanya pada bunda yang duduk di sofa di temani Felix yang duduk di samping bunda.

"Waalaikumsalam. Sini sayang," jawab bunda seraya menyuruh Elora menduduki sofa sebelahnya.

Elora tersenyum lalu duduk dengan sesekali mencuri pandang ke Felix. Lelaki itu menatap lurus ke depan tanpa mau memberikan fokusnya pada Elora. Elora menggigit bibir bawahnya saat merasakan sesak di dadanya. Mengapa jadi kekasih Felix sesulit ini?

"Kamu habis nangis ya?" Tanya bunda yang dijawab anggukan oleh Elora.

Bunda menghela napas lalu membawa tubuh langsing Elora dalam pelukannya. "Kenapa sayang?" Elora menggeleng pelan seraya kembali terisak dalam dekapan bunda.

"Kamu apain Elora Lix?"

Felix mendengus pelan lalu menatap Elora datar. "Gitu aja nangis, ngadu sana Lo!" ucapnya.

Elora mengeratkan pelukannya pada bunda membuat wanita itu kembali menghela napasnya. "Kamu jangan gitu sama Elora. Kasihan," nasihan bunda seraya mengelus lembut punggung Elora.

Bunda mendekatkan wajahnya pada telinga Elora. "Kamu selesaikan masalahnya baik-baik. Ingat El, api jangan dibalas api juga."

Elora mengangguk lalu melepaskan pelukannya. Gadis itu masih sesenggukan dengan mata terfokus pada Felix.

"Bunda ke kamar dulu. Kalian selesaikan dengan kepala dingin." Bunda bangkit dari duduknya.

"Felix, jangan kasar sama Elora," peringat bunda sebelum meninggalkan kedua remaja itu.

Elora menundukkan pandangannya saat menyadari Felix menatapnya. "Maafin aku Lix," cicit gadis itu pelan.

Felix menghela napasnya pelan. "Lo nggak salah, gue yang salah. Maaf tadi kelepasan, gue capek tadi jadi gabisa tahan emosi."

Elora dengan takut-takut mendongak menatap Felix. "Kamu nggak marah lagi?"

Felix menggeleng lalu menarik tubuh Elora untuk lebih dekat dengannya. "Maaf nggak ngabarin lo dua hari ini. Gue sibuk, kerjaan gue numpuk."

Elora mengalungkan tangannya ke leher Felix. "Iya nggak papa. Lain kali kabari ya Lix. Aku khawatir." Suara Elora memelan diakhir kalimat.

Felix mengangguk lalu memeluk erat tubuh Elora. "Kangen," lirihnya sembari menggesekkan hidungnya pada pundak Elora.

Tentang Luka (Re-post)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang