7. Halo Rina

3.6K 478 36
                                    

💙 Mas Rezky

Dan benar saja. Bahwa rasa penasaran, memang bisa membuat manusia jadi punya keberanian yang begitu luar biasa besarnya.

Sebab tanpa sadar, ternyata, kini, kedua kakiku sudah berjalan untuk mendekat ke arah gadis kecil yang sejak tadi telah sangat berhasil menarik perhatianku. Bahkan sekarang, aku juga sudah berani sekali ikut mendudukkan diriku di samping ayunan yang dia mainkan sejak tadi.

"Halo," sapaku.

Gadis kecil itu menoleh, lalu sedikit membolakan kedua matanya, mungkin karena dia terkejut dengan kedatanganku. Tapi tak lama setelahnya, dia bisa langsung mengatur ekspresi wajahnya dengan memberikan senyum polosnya ke arahku.

Wah.

Sungguhan manis sekali.

"Halo, Om," jawabnya ceria.

"Kok masih di sini? Belum dijemput?"

"Iya, Om. Nunggu Mama jemput."

"Oya, namanya, siapa? Dari tadi, waktu masih di Cimory, kita belum kenalan loh."

"Om yang punya bus banyak, yang tadi jemput El sama teman-teman El ya?"

Aku jadi terkekeh pelan. Sungguhan tak menyangka dengan bentuk pertanyaan gadis kecil ini yang jadi terdengar sangat menggemaskan.

"Bisa dibilang, begitu. Jadi gimana? Mau kenalan sama Om?"

Gadis kecil itu menganggukkan kepalanya ke arahku.

"Lucunya," batinku gemas.

"Rezky," kenalku, sambil mengulurkan tangan kananku.

"Namaku, Elysia Zivanna Almaira. Om bisa panggil aku, El," balasnya sambil menerima uluran tangan dariku.

Benar-benar anak yang manis.

"Nama El, bagus," pujiku tulus.

"Terimakasih, Om. Nama Om, juga bagus."

Aku terkekeh lagi. Kembali tak menyangka bahwa gadis sekecil ini sudah bisa memberikan balasan pujian yang terdengar manis sekali.

"Oya, El mau kue? Om bawa banyak nih," tawarku, sambil membuka kotak kue yang sedari tadi kubawa di dalam genggaman tanganku.

Elysia menoleh cepat ke arahku, dan kedua matanya benar-benar langsung berbinar karena menatap kue-kue penuh dengan lelehan coklat yang tadi ditawarkan olehku.

"Boleh?" tanya Elysia sopan sekali seperti sedang meminta izin.

Dan jelas kalau aku langsung memberikan anggukan kepalaku padanya. "Boleh dong. El boleh ambil mana aja kue yang El mau."

Elysia langsung tersenyum bahagia sekali ke arahku. "El mau donatnya satu ya, Om," ucapnya sambil meraih satu donat dengan topping coklat nutela di atasnya. "Makasih, Om Eky," tambahnya lagi.

"Om Eky?" tanyaku ingin memastikan. Karena aku takut kalau tadi aku salah dengar tentang kalimat yang Elysia ucapkan.

Elysia memberikan anggukan kepalanya untukku.

Jadi, tadi itu, aku tak salah dengar?

Elysia benar-benar memanggil namaku dengan panggilan 'Om Eky'?

"Iya, Om. Biar gampang."

"Oke deh," jawabku setuju.

"Cuma biar gampang ya, Om. El bisa kok ngomong R lancar. Tapi biar gampang aja. Jadi, El manggilnya Om Eky. Gitu."

Aku langsung terkekeh.

Astaga. Gadis kecil ini benar-benar pintar sekali berbicara.

Padahal aku juga terima-terima saja jika dipanggil Om Eky. Tapi Elysia menjelaskan alasannya dengan begitu detail. Seakan takut atau khawatir jika aku akan keberatan dengan panggilan darinya. Padahal, sebenarnya, sungguhan tak apa. Aku benar-benar menerimanya dengan sangat sukarela.

Elysia benar-benar bibit unggul, calon anak pintar yang akan terampil sekali untuk sesi debat dan juga presentasi.

Kini, aku larut memandangi Elysia yang sedang asik mengunyah donat yang ada di tangan kanannya. Dan dari sini, melihat Elysia sedekat ini, aku benar-benar kembali menyadari bahwa wajah cantik Elysia memang mengingatkan aku dengan seseorang. Caranya mengunyah, binar matanya, semuanya, benar-benar mirip sekali dengan seorang gadis yang dulu pernah singgah di masa laluku.

"El."

Aku sedikit tersentak saat mendengar seseorang memanggil nama Elysia.

Dan Elysia yang dipanggil namanya, langsung menyahut dengan begitu girangnya. "Mama!"

Dan aku sama sekali tak pernah menyangka, kalau duniaku detik ini serasa berjalan sangat lambat saat aku melihat siapa wanita yang Elysia panggil dengan sebutan Mama.

Dan kini, kedua kakiku pun sepertinya ikut tak tahu diri. Sebab aku justru sudah berdiri dengan senyum kelewat lebar di hadapan wanita dewasa yang Elysia panggil dengan sebutan Mama sejak tadi.

"Rina?" panggilku masih dengan rasa sedikit tak percaya.

Dan saat wanita itu mengangguk dengan sedikit ragu, lalu mulai meneliti wajahku, sampai akhirnya ia menyebutkan namaku.

"Mas Rezky?"

Maka rasanya, semesta benar-benar sedang menunjukan bahwa dirinya tidak setuju dengan ucapanku beberapa detik yang lalu.

Elysia, gadis kecil teramat cantik yang wajahnya mengingatkanku pada seseorang, ternyata, adalah putri dari seorang Rina. Gadis yang kukira benar-benar hanya singgah di masa lalu, tapi ternyata, sekarang, dia hadir kembali di masa kini, tepat sedang berdiri dengan sangat tenang di hadapanku.

"Rina, jangan tersenyum," ingin sekali aku berucap seperti itu.

Karena tanpa dia tahu, sebenarnya, sungguh, saat ini, Rina seperti sedang menghancurkan semua ingatan yang sangat ingin untuk kututup dari semenjak 8 tahun yang lalu.

Sampai Rina dan Elysia telah berlalu dari hadapanku, ternyata efek kejut dari mereka berdua masih tetap kurasa sampai benar-benar sangat berhasil untuk memporak-porandakan semua bentuk pertahanan di dalam hatiku. Bahkan kakiku, masih tetap bertahan dan belum mau beranjak dari tempat berdiriku.

Kini, aku jadi tersenyum remeh untuk diriku sendiri. "Halo, Rina."

Dan setelahnya, aku langsung kembali merutuki nasib diriku tentang bagaimana besarnya perasaan yang selama ini masih saja dan terus kupunya. "Kayaknya, aku memang harus bisa cepat move on ya. Karena Rina aja udah punya anak TK, tapi aku malah masih tetap sendiri aja."

*****

Kali Kedua ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang