Bab 18. Menjemput Sarah

117 26 3
                                    

"Kita udah berhari-hari di hotel ini. Apa enggak sebaiknya telpon polisi aja, Mbak?" tanya Dea.

"Terakhir kali kita ngobrol di Cafe, orang yang aku curigai ternyata memang mengejar kita. Untung kita berhasil lolos. Aku enggak berani ambil resiko. Pembunuh suruhan Steve, mantan anggota CIA, mungkin dia masih punya koneksi di kepolisian," jawab Sarah.

"Iya, sih. Udah ada kabar dari Mas Santoso?"

"Mas Santoso udah ngabarin soal kita ke Al. Al juga udah ngehubungin aku. Katanya ...."

Tiba-tiba pintu kamar hotel diketuk seseorang dari luar. Sarah segera mengintip dari lubang kaca pemantau.

"Orang yang pernah buntutin kita," ujar Sarah pelan.

Dea panik. Sarah mengambil kursi untuk bersiap memukul. Pintu terbuka. Sarah memukul laki-laki itu dengan kursi. Laki-laki itu menangkis dengan tangannya, lalu segera menodongkan pistol pada Sarah.

Laki-laki itu menelpon Steve.

*****

Sarah dan Dea sedang duduk terikat di sofa depan TV. Steve duduk di depan mereka. Roger duduk di dekat meja makan, sambil mengupas buah dengan pisau dapur. Pistolnya berada di atas meja makan.

"Seharusnya kalian enggak usah ikut campur. Udah kemana aja kalian sebarin barang bukti?" tanya Steve.

"Apapun jawabannya. Kamu pasti tetap bunuh aku dan Dea," jawab Sarah.

"Belum tentu. Asal aku yakin enggak ada barang bukti lagi, buat apa aku bunuh kalian," sahut Steve.

"Aku enggak percaya."

Pintu kamar hotel tiba-tiba terbuka. Roger terkejut melihat seseorang masuk dan menodongkan pistol ke arahnya. Roger berdiri sambil mengangkat tangan.

Steve berdiri. Orang itu berganti menodong pistolnya ke Steve. Roger pun segera mengambil pistolnya. Orang itu menendang tangan Roger sehingga pistolnya jatuh, kemudian menendang pistol di lantai agar jauh dari jangkauan Roger, lalu kembali menodong senjatanya ke arah Roger.

Saat Roger mengangkat tangan. Orang itu menghantam rahang Roger, sehingga ia tersungkur. Kemudian orang itu mengambil pisau dapur di meja makan.

Sambil menodong senjata pada Steve. Orang itu melepas ikatan Sarah dan Dea dengan pisau dapur.

"Kenalkan, saya Fahri, teman Ali Tanjung."

"Alhamdulillah. Terima kasih, Fahri. Saya Sarah."

"Saya Dea. Makasih, Kak Fahri."

Fahri melihatnya Roger diam-diam merangkak menuju pistolnya.

"Don't move!" bentak Fahri pada Roger sambil menodongkan pistolnya.

Steve merasa punya peluang, ia mencekik Sarah dari belakang. Sarah meraih tangan Steve, lalu membanting Steve kemudian menjatuhkan diri sambil menempatkan sikunya ke ulu hati Steve.

Fahri tercengang

"Maklum, pernah juara Judo antar SMA," ujar Sarah sambil nyengir.

Fahri mengangguk sambil tertawa. Tiba-tiba, tanpa melihat, Fahri melempar pisaunya ke arah dada Roger yang telah memegang pistol. Roger tewas.

Sarah tercengang.

"Maklum, pernah jadi tentara pasukan khusus," ujar Fahri sambil nyengir.

Tiba-tiba Dea menghantam kepala Steve yang mau bangkit dengan baki besi di meja. Sarah dan Fahri tercengang.

"Maklum, aku enggak punya kemampuan bela diri," ujar Dea sambil nyengir.

"Kamu baru aja nunjukin kemampuan bela diri, kok. Nah, ini pelajaran selanjutnya." Fahri menyepak kepala Steve dengan keras, sehingga pingsan. "Pastikan, lawan tidak bisa mengancam lagi."

Al Kahfi Land 3 - DelusiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang