[09] Rahasia Rai

17 13 1
                                    

Berbagai alat medis tersedia di sana, di ruangan serba putih yang beraroma obat-obatan, tempatnya para dokter melaksanakan tugasnya. Tepatnya di ruang ICU Metta Karuna Hospitals—salah satu rumah sakit yang ada di Tenjo.

“Kita gagal,” ucap salah satu dokter. Mereka baru saja melakukan operasi, tapi sayangnya mereka gagal menyelamatkan pasien.

Kalau anak itu tahu, penyakitnya mungkin akan bertambah parah. kata dokter yang memimpin jalannya operasi—menebak apa yang akan terjadi selanjutnya—kemudian ia keluar ruangan hendak memberitahukan hasil operasi pada pihak keluarga yang menunggu di luar ruang ICU.

Kriet

“Dokter, bagaimana kondisi suami saya? Dia baik-baik saja, 'kan, Dok?” tanya istri pasien yang tak lain adalah bu Anita. Sebenarnya yang meneleponnya tadi adalah pihak rumah sakit yang memberitahukan bahwa suaminya sedang di ICU karena menjadi korban penusukan oleh orang tak dikenal.

“Maaf, kami sudah berusaha semampu kami, tapi ....” Dokter menjeda sejenak. “pasien sudah meninggal.” Dengan berat hati, Dokter itu harus menyampaikan hasil operasi yang sebenarnya. Tidak mungkin ia berbohong dan bilang pada pihak keluarga kalau pasiennya baik-baik saja padahal sudah meninggal. Bu Anita dan Raihan sangat terkejut mendengar kabar buruk itu, isak tangis pun tak dapat mereka bendung lagi.

“Tidak ... tidak mungkin, Aya—”

Brukh

“Raihan!”

Tiba-tiba Raihan tidak sadarkan diri dan terjatuh ke lantai. Bu Anita tahu cepat atau lambat kondisi anak angkatnya itu pasti memburuk. Sebenarnya Raihan memiliki penyakit yang cukup parah, tapi ia merahasiakan penyakitnya dari teman-temannya karena itu ia tetap melakukan kegiatan seperti anak-anak lainnya dan hal itu membuat kondisinya semakin memburuk.

Maria, Wanita Italia berambut pirang itu baru tiba di Indonesia. Perjalanannya dari Italia ke Indonesia benar-benar membuatnya lelah. Saat ini ia sedang dalam perjalanan menuju hotel tempatnya bermalam.

“Semuanya sudah disiapkan?” tanyanya pada sopir pribadinya sekaligus anak buah kepercayaannya yang sedang menyetir.

“Sudah, Nyonya,” jawab yang ditanya.

Drttt Drttt

Ponselnya berdering menandakan ada telepon masuk. Maria melihat ponselnya, mencari tahu siapa yang meneleponnya. Ternyata yang menghubunginya adalah salah satu bawahannya yang lain, ia pun mengangkat telepon.

“Ada apa?”

“...”

“Kalian menemukannya?! Benarkah?” tanyanya agak terkejut, akhirnya ia menemukan apa yang ia cari.

“...”

“Kalau begitu kita bertemu di Hotel Lampion, nanti akan kukirim alamat dan nomor kamarku.” Maria mengakhiri percakapan dan perjalanan menuju Hotel Lampion—tempatnya menginap sekaligus melakukan pertemuan—dilanjutkan. Ia sangat senang, setelah sekian lama, akhirnya ia menemukan apa yang dicarinya. Ia berharap dirinya tidak akan membuat kesalahan lagi seperti dulu.

MirrorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang