LSIH (5) - 1. Starting Heart 💕

8.9K 563 45
                                    


Dalamnya lautan bisa diukur Dalamnya hati siapa yang tahu
Cuma abang seorang yang tahu

💕💕💕

Perempuan itu harus memiliki modal kuat untuk menjalani hidupnya. Sebuah kalimat yang sering menjadi wejangan buat para perempuan. Dan wejangan itu malah datangnya biasanya dari lisan sang ibu. Bahwa perempuan itu harus kuat, mandiri dan terampil jadi apapun dia. Memiliki skill dan kecerdasan yang bisa menjadi modal ketika ia masih melajang hingga berumahtangga kelak.

Seringkali kita mendengar semacam motivasi bahwa seorang perempuan harus punya pendidikan tinggi. Setelah itu jangan terburu menikah, tapi carilah pekerjaan dahulu. Mencari pengalaman dan tentu juga menabung. Karena kembali pada dogma awal yaitu perempuan harus mandiri.

Sampai ketika menikah pun dogma bahwa wanita harus super dan kuat. Jangan sampai berhenti kerja dan mengunpulkan uang. Jangan bergantung sepenuhnya pada suami. Karena segala kemungkinan katanya bisa terjadi. Ditinggal oleh suami, entah itu ditinggal menikah lagi atau ditinggal menghadap Rabbnya.

Lantas begitukah dogma yang memang harus kita yakini? Sampai akhirnya para perempuan lebih suka membandingkan tentang wanita bekerja dengan wanita yang lebih memilih tinggal di rumah tanpa bekerja. Bahkan tak sedikit perempuan yang membully kaumnya sendiri bahwa perempuan yang hanya rela jadi ibu rumah tangga itu kolot dan menyedihkan. Tak sedikit pula yang mencibir perempuan berpendidikan tinggi tetapi lebih memilih berkarier di dunia domestik. Dan yang mencibir lagi-lagi adalah perempuan itu sendiri. Seringkali perempuan bekerja dengan pendidikan tinggu merasa lebih superior daripada perempuan setara mereka tapi lebih memilih menjadi ibu rumah tangga. Atau sebaliknya, perempuan yang hanya menjadi ibu rumah tangga merasa dirinya lebih mulia karena lebih memilih mendidik anak-anaknya dengan tangannya. Memandang wanita bekerja terlalu egois tak paham agama. Kamu pro yang mana?

Dunia akan sepi tanpa perdebatan memang. Masalahnya debat kusir tanpa landasan asal jeplak itu melelahkan. Seolah bicara pada air laut yang sedang pasang, bergemuruh keras hingga suara kita sendiri tak terdengar. Perdebatan kaum hawa atas kemuliaan diri mereka sendiri seakan tak ada habisnya demi menunjukkan level dimana dia berada. Bukankah amalan tanpa ilmu memang seperti debu berterbangan. Bukankah opini tanpa hujjah syara' seperti tong kosong nyaring bunyinya.

"Sebaik-baik kaum wanita penunggang unta (sebutan untuk kaum wanita arab) adalah wanita-wanita Quraisy yang baik agamanya (pergaulan dengan suami dan lainnya). Mereka adalah wanita paling menyayangi anaknya ketika kecil dan paling mampu menjaga harta suaminya" ( HR. Bukhari Muslim)

Bahwa kemuliaan seorang muslimah terletak pada penjagaan dirinya. Ketundukannya pada aturan Rabbnya. Bukan hanya sekedar status sosial mentereng seperti gelar sarjananya, apa pekerjaannya atau jabatan apa yang dimilikinya. Bukan pula tentang ia full menjadi ibu rumah tangga atau menjadi ibu bekerja. Sekali lagi nilai tinggi seorang muslimah adalah ketaatannya pada Rabbnya.

Mau bekerja atau tidak, ibu rumah tangga atau tidak, asal ia patuh pada suami karena ketaatannya pada Rabbnya, menutup auratnya, tidak berkhalwat dan berikhtilath, menjalankan semua kewajiban rukun islam, dialah muslimah mulia. Bisa jadi seorang ibu pemulung yang harus bekerja banting tulang karena keadaan, lebih mulia karena ketaatannya pada Rabbnya dibandingkan dengan ibu rumah tangga tak bekerja tapi tak patuh pada suaminya, suka membuka aurat dan sebagainya. Berhentilah ramai bak petasan tanpa makna.

Suara penggorengan yang bergemuruh diiringi bau harum terdengar dari arah dapur kecil nan sederhana itu. Sang fajar barulah menyapa manusia. Napas-napas manusia mulai kembali menghirup segar. Sholat subuh baru saja usai ditegakkan.

Love Story in Hospital 5 (Always Forever in Love)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang