Sepuluh

70 2 0
                                    

Hari sudah siang. Baik guru maupun orangtua murid satu persatu sudah mulai meninggalkan area sekolah. Semuanya pulang dengan membawa beragam kesan akan acara yang baru pertama kali diadakan di sekolah itu.

Penampilan kelas 1C menjadi salah satu penampilan yang sukses menjadi topik perbincangan hangat di kalangan orangtua maupun guru - guru Sekolah Dasar Mutiara. Tak sedikit dari orangtua maupun guru dengan terang - terangan memberikan pujian akan keberhasilan anak - anak kelas 1C dalam menampilkan sesuatu berbeda. Pujian tersebut tidak hanya ditujukan kepada anak - anak kelas 1C tetapi juga kepadaku yang notabene adalah walikelas yang telah melatih anak - anak itu. Tidak hanya itu, banyak orang tua dan guru yang memuji kemampuanku dalam berolah vokal maupun dalam memainkan alat musik.

Di samping pujian, aku selaku walikelas juga mendapatkan beberapa ucapan terimakasih dari orangtua murid. Salah satunya adalah orangtua Elyn. Entah bagaimana sepasang suami isteri itu menyadari bahwa tulisan yang berisikan 'Mama, Papa jangan paksa aku mendapatkan nilai bagus' adalah tulisan puterinya Elyn. Mereka mengaku telah bersikap terlalu keras kepada puterinya itu hanya karena keinginan mereka yang terlalu tinggi. Hal yang membuatku senang adalah sepasang suami isteri itu berjanji di hadapanku dan puterinya untuk tidak menekan Elyn terlalu keras.

Tadinya aku mengira orangtua akan merasa tersinggung dengan beberapa hal yang ditampilkan dalam pementasan itu. Nyatanya ketakutanku tidak menjadi kenyataan. Beberapa orangtua justru mengapresiasi pementasan itu dengan mengucapkan terimakasih karena telah diingatkan kembali akan peran mereka sebagai orangtua yang tidak hanya memenuhi kebutuhan sehari - hari seperti makan, pakaian atau sekolah. Beberapa orangtua justru mengakui kesalahannya karena tidak mempunyai waktu luang untuk sekedar berbincang dengan putera puterinya karena kesibukannya di dunia kerja.

"Belum kelar ?" Aku yang sibuk merapikan kostum dan properti yang digunakan murid - muridku pada saat pementasan terkejut saat seseorang menepuk pundakku.

"Eh, As. Belum nih." Aku menoleh sebentar kemudian melanjutkan pekerjaanku merapikan kostum dan properti itu. Memasukkannya ke dalam kantong berukuran besar yang sudah kupersiapkan dari jauh - jauh hari.

"Ya udah lanjutkan ! Gue ke toilet bentar." Aku menganggukkan kepalaku.

"Miss Vina..." Pekerjaanku kembali terhenti. Aku yang mendengar suara nyaring dari seorang anak laki - laki sontak menoleh. Senyumku mengembang melihat anak itu berlari ke hadapanku. Merentangkan tanganku menyambutnya dalam dekapanku.

"Good boy." Aku memeluknya dengan erat.

"Randy tadi keren ya, Miss ?" Randy mengurai dekapannya lalu mendongakkan kepalanya menatap wajahku.

"Hebat." Aku tersenyum lebar lalu mengulurkan tanganku mengelus puncak kepalanya. "Miss bangga sama Randy."

"Berarti Mami di surga juga bangga sama Randy, Miss ?" Aku tersenyum haru menganggukan kepalaku dengan yakin membuat bocah itu melompat kegirangan.

"Selamat siang Miss Vina ?" Seorang pria yang baru saja masuk ke dalam aula datang menghampiriku dan Randy dengan senyum yang begitu lebar.

"Siang Pak." Aku membalasnya dengan senyum tak kalah lebar.

"Terimakasih buat hari ini, Miss."

"Eh..." Aku tersenyum kikuk kala pria itu menyodorkan sebuket bunga tulip aneka warna ke arahku.

"Ini buat Miss sebagai ucapan terimakasih saya akan jerih payah Miss dalam melatih anak - anak kelas 1C." Pria itu kembali menyodorkan buket bunga itu yang langsung kuterima dengan senang hati.

"Kartu ucapannya jangan lupa di baca ya, Miss ! Tapi bacanya nanti di rumah aja !" Pria itu tersenyum jahil membuatku penasaran setengah mati akan sebuah kertas kecil berwarna biru langit yang terselip di dalam buket itu. Bukan apa - apa. Aku hanya merasa aneh saja akan permintaannya. Jika tidak ada sesuatu yang aneh mengapa ia tidak menyuruhku membacanya saat itu juga.

Pariban "Aishite Imasu" ( TAMAT )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang