"Yes, Im Acne Fighter and This's Me"

109 4 0
                                    


Hari-hari normal bagi seorang acne fighter adalah hari dimana wajahnya ‘dikunjungi’  jerawat dan aku bisa berkata “ oh okey, its not to bad for today, it is normal day”. Kapan hari tidak normal seorang acne fighter adalah hari dimana jerawat absen dan wajahku nampak seolah tenang hari ini dan “Wow…what happen with my skin?? Aku tidak boleh terlalu senang, kau harus menjaga sikapmu sis… mungkin ini tidak berlangsung lama”. Dan itu membuat perasaan tetap tidak tenang dan was-was. Hal ini terus membayangi diriku dari saat mulai bangun di pagi  hari, saat bercermin, beraktivitas dan sampai sebelum tidur lagi.

Satu hal yang sangat aku benci dari  dulu diiklan-iklan produk skin care dan make up di TV , bagaimana mereka membangun stereotip cantik itu, putih berambut lurus, tinggi dan kurus. Terutama bagaimana membangun stereotip bahwa wajah cantik itu adalah wajah yang mulus tanpa noda adalah segala-galanya. Kau tidak akan bahagia kalau tidak sempurna. Maka, dengan satu jerawat yang tumbuh di wajahmu tanpa tahu malu, tamat and that’s the end of you world.  Kau harus kehilangan rasa percaya dirimu di depan orang, kau mungkin kehilangan kesempatan untuk tampil menunjukkan bakatmu, kehilangan pekerjaan impianmu dan yang paling parah kau merasa tidak layak untuk dicintai.

“Ahhh jerawat kok, masih banyak orang terkena penyakit yang lebih parah!”
Untuk orang yang hanya mendapati jerawat sesekali di wajahnya atau orang yang tidak pernah mendapati dirinya bangun pada pagi hari dan melihat wajahnya merah meradang dengan jerawat yang perih, bernanah dan gatal penuh di satu wajah, bukankah rasanya tidak adil rasanya berkomentar seperti itu? Tidak ada yang lebih memahami sebuah penderitaaan selain ketika menjadikannya pengalaman dari diri sendiri. How much you spend the time, money and you tears??? Then you still never change for yourself and for your hardwork and your pray. Untuk seorang acne fighter hal yang paling diimpikan bangun pagi adalah mendapati kondisi wajahmu berada dalam kondisi ‘tidak normal’  minimal saat dimana kau bangun pagi dan mendapati jerawat di wajahmu tidak bertambah dan kau akan berusaha dan berdoa menyembuhkan jerawat  bekasnya yang ada pada hari ini.

“Ihh…muka kamu kok  bisa jerawatan gitu!!!”
“Jangan makan kacang!!! ”
"Jerawatan kok pake makeup??"
“Pake obat herbal dong…”
“Pergi ke klinik X  aja ihh parah banget sampe nanahan gitu”
“Itu muka kamu apain sih, makanya jangan pake macem-macem…”
“rajin cuci muka napa??”
"Cobain skincare ku aja pasti sembuh"
“jerawat puber kok gak sembuh-sembuh”
“Muka kamu kok banyak bintang-bintangnya ya…hehehe”
“Pake bekas d***h m**s dong diusep-usepin ke muka”
“Ahh jerawat di hidung doing lebay, tuh liat dia jerawat semuka-muka bertahun-tahun B aja tuh, yakan say??”

Aku mendengar kata-kata itu entah ribuan kali berulang-ulang selama aku hidup bersama jerawat yang betah bertengger di wajahku, dan lama kelamaan menjadikannya racun yang mengendap dan membunuh kepercayaan dirimu secara perlahan. Tidak banyak yang dapat melihat seberapa panjang dan menyakitkan proses perjuanganmu untuk mencapai kesembuhan dan Boom!!! Poor to yourself because your life always in the circle of toxic society, toxic friendship, toxic family, toxic parents and toxic boyfriend finally it’s make your down and down. Dimana mereka mulai dari hanya sekedar berkomentar sekaan wajahmu cuaca hari ini yang layak di komentari, menjudge kau tidak mampu merawat tubuhmu atau bahkan menjadikannya sebagai bahan guyonan saat sedang berkumpul karena keadaan wajah kita termasuk sebagai humor ringan yang tidak akan menyakiti ‘siapapun’.
Do you know??? how much I’m frustrated and desperated when I see my bare skin in the mirror. It’s not fine.

Percayalah, baik aku atau siapapun yang sedang atau pernah menjadi acne fighter sudah berusaha sekuat tenaga dan berdoa sepenuh hati melakukan segala usaha mulai dari herbal, yang tidak masuk akal sampai ke yang abal-abal. Melewati proses yang dari oles, menelan obat minum, menahan diri dari makanan yang bisa dimakan orang lain tanpa khawatir, sampai merelakan wajah menjalani extreme treatment yang amat sangat menyakitkan. Kemudian berusaha berkonsolidasi dengan berbagai jenis make-up untuk menutupi jerawat dan dosa-dosanya. Lalu, pada akhirnya pernah ada titik dimana aku menyerah untuk berusaha dan membiarkan apa adanya.seperti kata-kata orang, mungkin ‘dia’ akan pergi dan menyerah sendiri.

Ada saat dimana paling terburuk  dan paling menyedihkan sampai aku berkata pada diriku sendiri, seandainya aku tidak jerawatan aku bisa melakukan A, seandainya aku tidak jerawatan aku bisa mendapatkan pekerjaan itu, seandainya aku tidak jerawatan mungkin aku bisa percaya diri untuk dekat dengannya dan setumpuk seandainya yang mengantri dibelakang angan-angan. Ini tidaklah mudah dimana ketika berkomunikasi dengan orang lain point center seorang individu adalah wajahnya dan celakanya lagi lebih banyak oknum yang lebih suka melemperkan kata-kata tajam sebelum mencerna pilhan kata-katanya dengan otaknya. Mereka tidak sempat berpikir bahwa mungkin saja dari kata-kata bisa mengantarkannnya menjadi seorang pembunuh bukan??? Bukan secara fisik tapi mental dan kepercayaan diri seseorang. Maka dari itu tercipta peribahasa ‘Lidah itu lebih tajam dari pada pedang’ bukan??. Jerawat memang tidak semengerikan mematikannya 5 penyakit urutan teratas di dunia, tapi tahukah kau seberapa mematikan kata-katamu yang ringan tentang jerawat bagi orang-orang yang terpilih untuk merawat’nya’.

Yes, I’m acne fighter dan masih sampai saat ini aku masih menjadi acne fighter dan masih terus belajar untuk memahami siapa si ‘dia’. Saat membuka diri akupun mulai memahami bahwa meskipun tidak banyak, bahwa aku tidak sendiri, ada juga orang-orang yang mencoba kuat dan masih berjuang dan tidak menyerah untuk mencoba mencari perubahan untuk melawan acne di wajah dan tubuh mereka. Butuh waktu dan proses yang panjang aku baru bisa memahami bahwa aku harus berdamai dengan kondisi kulit dan jerawatku, bahwasanya kulitku adalah kulit yang cukup sensitif, berminyak dan cenderung mudah berjerawat dan jodoh dari wajahku adalah jerawat hormonal. Dimana jerawat hormonalku adalah jerawat yang tidak akan pernah bisa sembuh sebagian mungkin dari turunan genetik sehingga aku harus belajar hidup berdamai dan berdampingan dengannya.  Aku mencoba terus berusaha menemukan jodoh ‘skincare’ku yang tepat untuk merawat wajah dan mencoba mengantisipasisi ‘acne’ dan sekongkolannya agar kedatangannya tidak terlalu keroyokan dan mengupayakan agar saat kepergiannya tidak meninggalkan ‘jejak’ yang terlalu parah. Sekarang aku mulai bisa mengabaikan perkataan ‘toxic’ dari orang-orang bahkan mematahkannya, wajahku dan tubuhku akulah yang tau, aku memakan makanan yang ingin aku makan selama aku tahu itu tidak berlebihan , istirahat yang cukup, berolahraga secukupnya, mencurahkan diriku pikiran yang positif, dan hal yang terbaik dari semua ini aku menjadi suka ber-skincare-ria.

Thanks to my acne prone skin, meskipun bukan hari-hari yang terbaik yang kami berdua jalani selama 10 tahun berliku meskipun ada hari-hari dimana aku membenci mengapa mesti diriku dan sampai kapan situasi ini akan berlangsung!! aku tahu hari-hari yang aku lewati pasti memliki arti, meski masih khawatir jikalau jerawat masih susah move dari wajahku dan suatu hari mungkin mereka bisa kembali dan mengadakan pesta reuni berjamaah dan akhirnya kembali memporak-porandakan apa yang sudah aku bangun, aku  juga merasa cukup khawatir tentang apa yang pernah aku pakai dan minum jika itu dapat mengganggu kesehatan tubuhku suatu hari nanti. Kendati begitu, aku tetap bersyukur dan mengambil sisi positif bahwa aku sangat meyakini Tuhan berjanji bahwa tidak ada penyakit yang tidak ada obatnya. Aku tidak pernah sedetikpun meragukan-Nya dan segala keputusan-Nya. Aku bersyukur pada para sahabat dan segelintir orang yang melihat dan menerima diriku, hanya sebagai diriku, mereka menghargai dan menjaga perasaanku meskipun itu tidaklah mudah.  Terkadang tidak mengatakan apapun itu lebih baik daripada mengatakan sesuatu hanya karena penasaran atau sekedar ‘niat’, itu sudah sangat membantu para acne fighter. Finally, this is my acne, my struggle, my insecure and this is me...

And you??? Can you share your insecure???

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Woman, Insecure and Body ShamingTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang