Doyong tak ingat kapan terakhir kali jeongwoo bercerita tentang kehidupannya yang sedikit kelam. Yang ia tahu hanyalah jeongwoo tak mempunyai keluarga ataupun teman semasa kecilnya.
Lalu siapa pemuda dengan suara berat dan berperawakan tinggi ini?
Setelah berkata sedemikian rupa, pemuda ini mengaku ia adalah teman semasa kecil jeongwoo yang sering menganggunya ketika mereka berdua bertemu satu sama lain.
Namun Doyoung masih ragu, melihat respon Jeongwoo yang hanya diam dengan ekspresi rumit membuatnya sedikit tak mempercayai akuan dari pemuda bernama lengkap Haruto Watanabe itu.
Ditambah lagi, raut wajah Jeongwoo berubah ketika Haruto menempati tempat duduk miliknya yang ada disebelah Jeongwoo. Ah sungguh, kalau tahu begini ia takkan pindah tempat.
"Tampan ya?"Sahut Yuna yang duduk didepan Doyoung.
"Diam."
"Dih?"
Disisi lain, Jeongwoo menipiskan bibirnya kesal. Mengapa pria gila ini malah memilih duduk disebelahnya padahal bangku kosong masih tersedia banyak dikelas ini.
Sambil menahan emosi, Jeongwoo berusaha menghiraukan Haruto yang kini duduk menyender pada kursi sambil merenggangkan tubuhnya. "Ahh harusnya hari ini aku tidur seharian dirumah."
'Lalu kenapa sekarang kau malah berada disini, hah?!'Seru Jeongwoo dalam hati.
Haruto kemudian mengeluarkan buku dalam tasnya, seolah-olah ia benar-benar murid baru biasa disekolah ini. "Tapi karena seseorang, hariku jadi berubah."
'Bukan hanya kau saja, tapi aku juga!'
Haruto menoleh pada Jeongwoo dengan sebelah bibir terangkat, "Hei Jeongwoo, masih ingat kejadian semalam?"
Pertanyaan itu akhirnya berhasil membuat Jeongwoo menoleh dan langsung bertemu tatap dengannya.
Pria dengan suara berat itu tersenyum, menopang dagu dengan satu tangan diatas meja. "Kira-kira apa yang akan terjadi bila kusebarkan tentang kejadian malam kemarin pada semua orang?"
"Apakah kau masih dianggap polos sesuai fakta yang kudengar, ataukah semua orang yang awalnya menyukaimu menjadi... Sangat membencimu?"Haruto tersenyum saat melihat raut wajah Jeongwoo berubah.
"Well, mungkin mereka akan memilih berada di opsi kedua."
Raut wajah Jeongwoo semakin menjadi ketika Haruto berhasil memprovokasi ia. Haruto menahan tawa dan kembali duduk tegap menghadap kedepan. "Yah, mungkin kau tahu. Kuncinya ada padaku, berkata jujur sesuai fakta untuk mencemari nama baikmu atau tetap diam membohongi semua orang dan terus mengatakan bahwa kau adalah teman semasa kecilku."
Sepertinya Jeongwoo mengerti, sangatt mengerti.
Dirinya sedang diancam.
"Tapi tenang saja Jeongwoo... Itu semua juga tergantung padamu. Ahh aku belum pernah melakukan ini sebelumnya—tapi karena itu kau... Aku sampai rela memberi kesempatan padahal biasanya aku selalu dengan mudah melibas hidup seseorang tanpa perlu repot-repot bicara panjang lebar seperti ini."
Haruto kembali menoleh pada Jeongwoo sambil menyeringai, "Kau beruntung Park Jeongwoo, kau yang pertama berhasil membuatku memberi kesempatan kedua pada orang rendah sepertimu. Jadi tentukanlah pilihanmu segera, bertindak bodoh untuk menjatuhkan dirimu sendiri... Atau tetap diam menuruti semua perintah mutlakku?"
Tring! Tring!!
Bell istirahat berbunyi dengan sangat tepat, membuat Haruto menjauhkan wajahnya yang tak ia sadari ternyata terlalu dekat dengan wajah Jeongwoo sedari tadi. Begitupun dengan Jeongwoo yang hanya diam menatap kosong padanya.