Kami menuai kemenangan dalam peperangan, tapi tetap saja korban berjatuhan. Bahu kananku ikut terluka pasca menyelamatkan Himawari, tim medis yang juga teman sekolah kami. Dokter mengatakan jika untuk beberapa bulan mendatang, aku tidak bisa berada di garis depan, bahkan sebisa mungkin jangan memegang pedang.
Para tetua Tokugawa menyuruhku mengikuti pertukaran pelajar ke sekolah modern di luar negeri. Sekolah kami memang didominasi pelajaran seputar perang. Nobunaga menambahkan bahwa lebih baik aku kembali setelah lulus agar di aliansi Oda ada tokoh terpelajar seperti Sasuke Sarutobi dari pihak lawan. Dia adalah lulusan sekolah modern yang ditolong ketika jatuh ke jurang lalu bergabung dalam barisan perang sebagai bentuk balas budi.
Aku berpamitan dengan rekan-rekan aliansi Oda. Hanya Hideyoshi yang cukup ramah menanggapi salam perpisahanku. Dia memberi kotak bersisi sekitar satu meter yang katanya berisi perlengkapan dan kenang-kenangan selama aku pindah. Hideyoshi juga mengantar sampai gerbang kediaman Tokugawa.
"Ini bukan cuma dari aku, tapi dari yang lain juga. Mereka malu memberikannya sendiri." Hideyoshi mengedipkan mata sebelum pulang.
"Ieyasu sudah pulang? Okaeri."
Perempuan berambut kuning ini adalah Himawari. Aliansi Oda percaya padanya sehingga dia bebas mengunjungi kediaman kami. Himawari menggendong anak rusa yang kutolong tempo hari.
"Dasar, aku belum mengatakan 'tadaima'. Besok aku pergi. Selama aku tidak ada, titip Nara, ya." Nara adalah nama anak rusa ini.
"Percayakan padaku. Ieyasu jaga diri selama di sana," pungkas Himawari.
Himawari menyerahkan Nara ke gendonganku. Aku mengelus kepala Nara. "Ne, Himawari, aku tidak dibuang, kan?"
"Ieyasu, mereka peduli padamu. Mereka hanya tidak tahu cara mengekspresikan secara benar, apalagi Nobunaga. Perang tidak berkesudahan ini dan ambisi Nobunaga untuk menyatukan daerah-daerah di bawah kekuasaannya memang melelahkan," jelas Himawari seraya tersenyum pahit.
"Hidupku tidak masalah. Perasaan dan emosiku tidak diperlukan. Aku akan mengikuti instruksi Nobunaga," tukasku mantap.
(foto: Zepeto)
Perempuan bermata cokelat tersebut memukul punggungku keras-keras, dia sudah paham bahwa punggung samurai biasanya mulus. Aku merasa nyaman berinteraksi dengan Himawari karena dia memperlakukan kami seperti remaja normal, bukan tokoh perang muda yang namanya ditakuti. Tidak heran Nobunaga sampai secara sepihak menyatakan Himawari adalah miliknya.
"Jangan begitu! Ieyasu, tanganmu berlumuran darah tapi hatimu penuh kasih. Kumohon, kamu harus bebas."
****
Suasana Maisin High School (MHS), sekolah baruku, sangat mengejutkan. Kepala Sekolah, Hyun Bin, tadi menawarkan anak OSIS untuk mengantarku berkeliling, tetapi dengan sopan aku menolak karena belum nyaman berjalan-jalan bersama orang asing. Berbekal peta sekolah, aku pun berkeliling.
KAMU SEDANG MEMBACA
Nakamatachi
FanfictionSemua tokoh non OC milik perusahaan masing-masing. Ide cerita murni milik saya. Ieysu Backstory. Ieyasu PoV. "Mereka bilang, tidak apa-apa bagi manusia untuk menangis."