Lembaran Ketiga Belas

4K 605 170
                                    

Ratu Sooyeon mengernyit heran saat berpapasan dengan seorang pelayan yang membawa keranjang berisi seprai kotor dari kamar si pangeran. Ia yang baru kembali ke istana setelah tugas kerajaannya tak pernah sepeka ini terhadap segala sesuatu yang terjadi, apalagi jika itu menyangkut si pangeran besar yang memang selalu berkemungkinan melakukan hal-hal yang merepotkan pelayan. Hari ini mungkin keacuhannya itu tetap akan terjadi jika ia tidak menyadari gelagat aneh para pelayan yang beberapa di antaranya terdapati tengah berbisik-bisik dengan raut wajah mencurigakan.

"Kau akan mencuci sprei itu? Apakah minggu lalu kau lupa mengganti sprei di kamar Pangeran?"

Wanita muda yang ditanyai dengan nada penuh keheranan dari ratunya itu hanya menunduk takut lantas berdehem gugup.

"Pa--pangeran.... tidur bersama Renjun-ssi semalam, Yang Mulia...."

Butuh beberapa saat untuk sang ratu mencerna jawaban yang diberikan oleh pelayannya itu sebelum matanya sedikit terbelalak kaget saat ia menyadari apa maksud ucapan penuh kegugupan pelayannya.

Sooyeon menahan napas sembari memandang pintu kamar putranya dengan tatapan yang tak terbaca. Ia melirik sekilas si pelayan untuk membiarkannya pergi dari hadapan.

"Pastikan Yang Mulia Raja tak mengetahuinya."

Setelah berkata begitu ia segera melangkahkan kaki, berbalik kembali ke kawasan istana belakang guna memberikan mandat kepada pelayan senior Kim untuk menertibkan keadaan. Sebagai seorang anggota senior istana yang tahu betul bagaimana besarnya efek yang ditimbulkan dari bisik-bisik murahan para pelayan, Sooyeon paham bahwa beberapa memang harus dibungkam mulutnya untuk mencegah kemungkinan masalah yang lebih besar.

Langkah dari si pendamping penguasa istana itu terhenti saat ia mendengar sayup suara dari dalam ruangan sang raja. Donghae yang tadi tak langsung bergegas ke kamarnya tampaknya tengah mengurusi sesuatu di ruang kerjanya itu. Keheranan Sooyeon berubah menjadi ketegangan seketika saat ia menyadari ada suara lain di dalam sana, suara putranya.

"Kau tidur dengan Renjun semalam?"

Jeno memandang ayahnya jengah. Ia mendengus kesal lantas menghela napas kasar, tak tahan rasanya untuk tidak menertawai pria tua di hadapannya.

"Ayah memintaku datang hanya untuk menanyakan pertanyaan konyol macam itu?"

"Jawab saja pertanyaanku tanpa bertele-tele, Lee Jeno."

Sekali lagi Jeno membuang napasnya kasar, mengalihkan tatapannya ke arah lain sebelum memberanikan diri melabuhkan netra hitamnya di mata milik sang ayah, "Kami tidur bersama.... mendesah bersama, menghabiskan malam yang indah."

Secara perlahan senyum mengejek tercipta di wajahnya kala ia menyadari bagaimana raut wajah sang ayah sekarang. Pria itu membulatkan matanya tak percaya, menegakkan tubuhnya, dan mungkin setelah ini akan menggebrak meja atau memberikannya rangkaian kalimat kasar dan menyakitkan. Tapi Jeno tak peduli, ia suka menyulut emosi pria di hadapannya untuk memuaskan perasaannya.

"Selama hidupku akhirnya aku menyadari untuk apa aku hidup,

memasukkan penisku ke dalam--"

"Hentikan kata-katamu sialan!"

Jeno tertawa puas, memenuhi seisi ruangan dengan tawanya yang bergema renyah. Tak ia pedulikan raut penuh amarah pria paruh baya di hadapannya yang seolah siap meledak kapan saja, yang mungkin saja dapat menendang tubuhnya sementara ia tengah lengah dalam tawa.

"Kenapa Ayah begitu marah? Apakah urusan ranjangku sebegitu pentingnya? Apakah Ayah menjadi raja hanya untuk mengurusi urusan konyol macam itu?"

Donghae semakin melotot marah. Ia mengepalkan tangannya, nyaris melayangkannya ke wajah serupa miliknya jika saja pintu tidak terbuka dan menampilkan seorang wanita dengan wajah terkejutnya di sana.

The Little Jeno [Noren]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang