Chapter 1.4

61 2 1
                                    

Angin melolong kencang, bergelombang menyusuri rerumputan yang tumbuh di atas reruntuhan, bergemerisik di semak-semak hawthorn dan jelatang yang tinggi. Awan berhembus kencang melewati bundarnya bulan, untuk sesaat menerangi kastil besar itu, dilapisi parit dan sisa-sisa dinding yang berkemilau pucat dan menggambar bayangan, menunjukkan gundukan tengkorak yang memamerkan gigi mereka yang patah dan memandangi ketiadaan dari hitamnya lubang mata mereka. Ciri terpekik kencang dan menyembunyikan wajahnya di balik jubah sang witcher.

Kuda betina itu, mengiringi langkah kaki sang witcher, dengan hati-hati menginjak tumpukan batu bata dan melewati pagar yang patah. Tapal kakinya, berdering melawan bebatuan, diredam oleh lolongan angin. Ciri gemetaran, membenamkan tangannya ke dalam surai kuda betina itu.

'Aku takut.' Bisiknya.

'Tak ada yang harus ditakutkan,' jawab sang witcher, menepuk bahunya. 'Sulit untuk menemukan tempat yang lebih aman di seluruh dunia. Inilah Kaer Morhen, Benteng Para Witcher. Pernah ada sebuah kastil yang indah di sini. Dahulu kala.'

Dia tak menjawab, menundukkan kepalanya rendah-rendah. Kuda betina sang witcher, Roach, mendengus perlahan, seolah dia turut ingin menenangkan gadis kecil itu.

Mereka menenggelamkan diri dalam lorong gelap, dalam lorong hitam panjang tanpa akhir yang mana terdapat kolom-kolom dan pagar kecil. Roach melangkah yakin dan penuh niat, mengabaikan gelap yang tak tertembus, dan tapal kakinya berdenting keras melawan lantai.

Di hadapan mereka, di ujung lorong, sebuah garis tegak lurus tiba-tiba membara dengan cahaya merah. Semakin tinggi dan lebar, garis itu menjadi sebuah pintu yang di baliknya berada sebuah kilauan redup, terang obor yang mengedip yang tersangkut di gagang besi di dinding. Sesosok gelap berdiri di pintu, kabur karena cahaya terang.

'Siapa yang datang?' Ciri mendengar suara baja yang mengancam, terdengar mirip gonggongan anjing. 'Geralt?'

'Ya, Eskel. Ini aku.'

'Masuklah.'

Sang witcher menurunkan muatan, menurunkan Ciri dari pelana, memberdirikannya di atas tanah dan memberikan buntalan pada tangan kecilnya yang mana digenggamnya erat, menyesali bahwa buntalan itu tak cukup besar untuk bersembunyi di baliknya.

'Tunggulah di sini bersama Eskel,' ujarnya. 'Aku akan membawa Roach ke kandang.'

'Mendekatlah kesini, nak,' raung si pria bernama Eskel. 'Jangan berkeliaran dalam gelap.'

Ciri mendongak ke arah wajahnya dan hampir tak menahan jerit ketakutannya. Dia bukan manusia. Walaupun dia berdiri dengan dua kaki, walaupun dia berbau keringat dan asap, walaupun dia mengenakan pakaian manusia biasa, dia bukan manusia. Tak ada manusia yang berwajah seperti itu, pikirnya.

'Ya, apa yang kau tunggu?' ulang Eskel.

Dia tak bergerak. Dalam kegelapan didengarnya dentang suara tapal kuda Roach memudar. Sesuatu yang lembut dan bercuit melewati kakinya. Dia melompat.

'Jangan berkeliling dalam kegelapan, atau tikus akan memakan sepatumu.'

Masih memegangi buntalannya, Ciri bergerak cepat mendekati cahaya. Tikus-tikus melompat dari balik sepatunya. Eskel mencondong, mengambil barang-barang dan menurunkan tudungnya.

'Demi wabah,' gumamnya. 'Anak perempuan. Itulah yang kita butuhkan.'

Ciri memandanginya ketakutan. Eskel tersenyum. Akhirnya dia melihat bahwa orang ini adalah manusia, dia memiliki wajah manusia seutuhnya, rusak oleh bekas luka yang panjang dan membentuk setengah lingkaran yang terbentang dari sudut mulutnya, melewati sepanjang pipinya hingga ke telinga.

'Karena kau di sini, selamat datang di Kaer Morhen,' ujarnya. 'Siapa namamu?'

'Ciri,' Geralt menjawabkan untuknya, perlahan muncul dari kegelapan. Eskel berbalik. Tiba-tiba, dengan cepat, tanpa kata-kata, para witcher itu saling memeluk dan merangkul bahu masing-masing kencang dan keras. Untuk sesaat.

'Serigala, kau hidup.'

'Benar.'

'Baiklah.' Eskel mengambil satu obor dari kurungannya. 'Kemarilah. Aku akan menutup pagar dalam untuk mencegah panasnya keluar.'

Mereka berjalan menyusuri koridor. Ada tikus di sini juga. Mereka berlarian di bawah dinding, berdecit dari dalam kegelapan, dari jalan bercabang, dan menghindari cahaya dari obor. Ciri berjalan cepat, mencoba mengiringi para lelaki.

'Siapa yang menghabiskan musim dingin di sini, Eskel? Selain Vesemir?'

'Lambert dan Coen.'

Mereka menuruni tangga yang licin dan curam. Terlihat kilauan di bawah mereka. Ciri mendengar suara, mendeteksi bau asap.

Aula itu meraksasa, dan dibanjiri cahaya dari perapian besar yang membara dengan api yang terhisap cerobong. Tengah-tengah aula itu dipenuhi oleh sebuah meja yang sangat besar dan berat. Setidaknya sepuluh orang dapat duduk di sekeliling meja itu. Ada tiga. Tiga orang manusia. Tiga witcher, Ciri mengkoreksi dirinya sendiri. Dia tak melihat apapun kecuali bayang-bayang mereka di depan perapian.

'Salam, Serigala. Kami menantikanmu.'

'Salam, Vesemir. Salam, kawan-kawan. Senang kembali pulang.'

'Siapa yang kau bawa pada kami?'

Geralt terdiam sesaat, lalu menaruh tangannya di atas pundak Ciri dan dengan perlahan mendorongnya maju. Dia berjalan dengan canggung dan ragu, membungkuk, kepalanya tertunduk. Aku ketakutan, pikirnya. Aku sangat takut. Ketika Geralt menemukanku, ketika dia membawaku bersamanya, kupikir rasa takut itu takkan kembali. Kupikir itu sudah berlalu... dan sekarang, bukannya merasa berada di rumah, aku berada di dalam kastil runtuh yang gelap dan mengerikan ini, yang dipenuhi tikus dan gema mengerikan.. aku kembali berdiri di depan dinding api merah. Aku melihat bayang-bayang hitam yang jahat, aku melihat mata-mata berkilau yang mengancam dan menakutkan memandangiku –'

'Siapa anak ini, Serigala? Siapa anak perempuan ini?'

'Dia...' Geralt tergagap. Ciri merasakan tangannya yang kuat mengeras di pundaknya. Lalu tiba-tiba, rasa takut itu menghilang, lenyap tanpa jejak. Api merah yang membara memberikan kehangatan. Hanya kehangatan. Bayang-bayang hitam itu adalah bayang-bayang teman. Pengasuh. Mata mereka yang berkilatan menunjukan keingintahuan. Kepedulian. Dan rasa tak nyaman...

Tangan Geralt mengencang di bahunya.

'Dia adalah takdir kita.'

The Witcher Book 3 - Blood of ElvesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang