3. Dia siapa?

1.8K 188 44
                                    

"Jangan hiks.. Jangan.." isak Hinata saat Naruto kini menindihnya di meja makan. Air matanya lolos dengan begitu deras dan Naruto benci itu, tiba-tiba dia sangat muak melihat tangisan Hinata.

Dengan segala kebenciannya Naruto menarik rambut Hinata hingga gadis itu mendongak, mata berair nya bersitatap dengan mata tajam nan dingin Naruto. "Kenapa menangis, Hm? Aku baru saja ingin bersenang-senang." Naruto mengusap pipi Hinata dengan gerakan sensual, gadis itu masih menangis rasanya melihat Naruto sama saja melihat kematian.

"Hey cantik kenapa menangis?" Naruto mengusap-usap mata Hinata, sesekali ia meniup kedua mata itu seperti mencoba  mengusir rasa takut dalam diri Hinata. Sedangkan gadis itu tak bergeming, ia menatap Naruto dengan ketakutan yang mendalam.

"Lepaskan aku hiks.. aku mohon.." Hinata berusaha melepaskan cengkraman Naruto pada rambutnya, kepalanya terasa pening karena Naruto menariknya dengan sekuat tenaga.

"Tidak semudah itu sayang." Naruto berusaha berusaha mencium Hinata lagi, namun gadis itu menendang perut Naruto menggunakan lututnya.

Naruto melepaskan cengkraman pada rambut Hinata, ia menjauh beberapa langkah sambil memegangi perutnya yang ngilu. "Kau berniat melawanku, cantik?" ujarnya dengan suara rendah.

Naruto tersenyum, senyum tipis yang membuat seluruh tubuh Hinata merinding. Gadis itu berjalan mundur sementara Naruto kian mendekat, pemuda itu melepaskan ikat pinggang yang ia pakai. Tak peduli pada tanganya yang penuh luka Naruto menatap Hinata dengan senyum mengerikannya. "Jangan mendekat!" Hinata berjalan mundur dengan kaki gemetar, ia berbalik berniat berlari namun sebuah tendangan mulus mendarat di punggungnya.

Tubuh mungilnya terlempar kedepan dengan posisi tersungkur di lantai, Hinata mendesis pelan merasakan punggungnya yang ngilu. Ia mencoba bangkit namun Naruto telah lebih dulu berdiri menjulang di hadapannya. Wajahnya bertambah bengis dengan senyum iblisnya. Naruto menginjak punggung Hinata lalu berjongkok di atas tubuhnya. "Kau fikir kau siapa? Hidupmu itu milikku, jangan mencoba melawan!" dengan tidak berperasaannya Naruto membenturkan kepala Hinata ke lantai dengan sekuat tenaga.

Gelap, Hinata merasakan pandanganya gelap untuk beberapa saat mudian buram lalu kembali terang. Ia merasakan kepalanya berputar namun tidak bisa berbuat apa-apa. Iblis sialan, monster tak berperasaan. Naruto itu mahluk dari pelanet mana hingga hari nuraninya benar-benar tidak ada. Hinata terisak pelan, sakit dia bahkan tak mampu melawan lagi saat Naruto tampak menjauh.

Apakah Naruto pergi lagi?

Jawabanya tidak! Karena detik berikutnya cambukan kuat menghantam tubuh mungil Hinata. Dengan tidak berperasaannya Naruto mencambuk Hinata menggunakan ikat pinggingnya itu dengan membabi-buta.

Pedih, Hinata tak mampu lagi menangis atau melawan. Bayangan tawa bahagia Ibunya ketika pergi tiba-tiba berseliweran di pelupuk mata Hinata. Selama 22 tahun hidupnya ia belum pernah membuat Ibunya tersenyum se lebar itu. Mungkin ini adalah takdir Tuhan yang di gariskan agar ia bisa membahagiakan Hikari, satu-satunya keluarga yang ia punya. Jika memang dengan tersiksa seperti ini Ibunya akan bahagia, dia rela. Setidaknya ia akan mati sebagai anak yang berbakti kepada orang tua.

Naruto masih mencambuk tubuh Hinata tanpa jeda, sangat kasar hingga beberapa bagian pakaiannya turut tercabik. Pemuda itu menghentikan kegiatannya saat merasa Hinata tak lagi menangis. Gadis itu tak bergerak sama sekali.

Naruto berjongkok di hadapan gadis itu, di tendangnya punggung tak bersalah itu hingga Hinata terlentang.

Jantung Naruto seperti berhenti mendadak saat melihat wajah Hinata yang pucat, matanya tertutup rapat dan dia tak bergerak sama sekali. "Hey! Bangun, kau kira aku akan mengasihanimu jika kau pura-pura pingsan seperti ini?! Cih tidak sudi!" Naruto beranjak meninggalkan gadis itu begitu saja, persetan dengan acara siksa-menyiksanya ia memilih untuk keluar.

***
Satu jam berlalu, Naruto kembali ke apartementnya dengan pakaian yang berbeda. Setelan jas rapih dan rambut yang di sisir kebelakang, sangat berbeda dengan dirinya yang 1 jam lalu menyiksa Hinata. Naruto membuka pintu apartemen mata birunya menelisik ke seluruh bagian apartemen, sunyi tak ada tanda-tanda gadis pemberontak itu di sini.

Kaki jejangnya melangkah menuju dapur dimana terakhir kali ia melihat gadis itu. Dan ketika ia sampai, detik itu juga hatinya mencelos. Debaran jantungnya menggila nafasnya tiba-tiba tidak beraturan. Hinata di sana, masih dengan posisi yang sama seperti terakhir Naruto meninggalkannya. Apa gadis itu benar-benar pingsan?

Perasaan apa ini? Kenapa Naruto merasakan gelisah tak menentu.

Naruto berlari menuju Hinata, pandangannya memburam namun sebisa mungkin ia menahan kesadarannya. Tidak, jangan seperti ini Naruto benci mengakui namun ada sisi dalam dirinya yang sedang meronta-ronta.

"Bangun hey!" Naruto menepuk-nepuk pipi Hinata, di dekapnya gadis itu namun tak ada jawaban wajah Hinata lebih pucat dari tadi. "Bangun!" Naruto merasakan kepalanya pening dan tiba-tiba semua gelap.

"Astaga, apa yang terjadi pada gadis ini?!" Naruto segera meraih ponsel di sakunya, menghubungi dokter pribadi keluarganya untuk segera datang kemari.

Setelah menghubungi Kabuto, Naruto segera menggendong Hinata menuju kamar. Wajahnya terlihat khawatir, dengan hati-hati ia meletakan Hinata di kasur. "Apa yang terjadi padamu gadis kecil, kenapa tubuhmu bisa terluka seperti ini?" Naruto terlihat begitu khawatir saat melihat luka-luka di tubuh Hinata, dia segera mengambil kompresan untuk mengobati luka-luka di tubuh gadis itu. "Tahan sebentar, ini akan sedikit pedih." ujarnya pada Hinata meskipun gadis itu masih tak sadarkan diri.

Dengan telaten ia mengompres luka-luka Hinata, bahkan tanpa ragu ia menggantikan pakaian gadis itu.

Tak sampai satu jam Kabuto telah tiba, dokter itu segera memasuki apartement Naruto dengan terburu-buru. "Apa yang terjadi Naruto?" Kabuto memasuki kamar dimana Naruto masih mondar-mandir menjaga gadis itu.

"Ah Kabuto! Ahirnya, tolong selamatkan gadis itu dia terluka cukup parah sepertinya. Aku sudah mengobati luka-lukanya kau hanya perlu memeriksa keadaannya." Kabuto mengangguk, ia segera memeriksa Hinata.

"Dia syok, sepertinya dia  mengalami stres. Pola makannya juga tidak teratur, tapi tidak apa-apa biarkan dia istirahat dulu aku sudah menyuntikan obat. Jika dia sadar Nanti segera hubungi aku," Naruto manggut-manggut. Ia mengikuti langkah Kabuto dan berhenti di ruang tamu.

"Syukurlah kalau dia baik-baik saja." ujar Naruto. Kabuto memicingkan matanya, ia menatap Naruto dengan mata penuh tanya.

"Siapa gadis itu?" tanya Kabuto.

"Aku tidak mengenalnya, aku menemukannya pingsan di dapur sepertinya ia mengalami penyiksaan." Naruto meremat kedua tangannya, sorot matanya meneduh membuat Kabuto mengangguk.

"Kau yakin bukan kau yang melukainya?" tanya Kabuto memastikan.

Naruto mengangguk yakin, "Aku tidak melukainya!" ujar Naruto pasti.

"Aku yakin tidak melukainya, tapi.." tiba-tiba Naruto menunduk, matanya meneduh suaranya tiba-tiba serak seperti orang yang hendak menangis. "Aku menemukannya di pelukanku, mungkinkah aku yang melukainya? Aku benar-benar tidak mengingatnya." sesal Naruto.

Kabuto tersenyum ia menepuk pundak Naruto pelan. "Tak apa, itu bukan sepenuhnya salahmu. Cobalah untuk mengendalikan dirimu, jangan terlalu di fikirkan."

Naruto mengangguk, lalu tersenyum pada Kabuto. "Jaga gadis itu dengan baik, sepertinya dia gadis baik." lagi-lagi Naruto mengangguk mantap.

















Tbc.

Naruto kenapa hayo?

Puseng?

Sama gaes😂

Gaje, typo mohon maklumi yak! Besok2 di revisi lagi!

Jangan lupa bintangnya!

See you💕

Salam hangat MhaRahma18

Because You | Namikaze Naruto✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang