Prolog

555 23 4
                                    

Prolog


Aku mengawali hariku dengan bimbang, dengan penuh perasaan takut akan masa depan, akan hari esok atau bahkan hari ini. Aku bangun tanpa membawa mimpi yang bisa kuwujudkan, hanya mimpi buruk yang bersambung dari malam ke malam lainnya. Aku telah membuat keputusan untuk menjadi seorang pengangguran dan entahlah, aku tidak tahu ini baik atau buruk. Mungkin bagi kondisi keuanganku ini buruk, mengingat aku sudah memiliki istri. Namun, sisi lain inilah yang aku butuhkan. Inilah yang kondisi mentalku butuhkan. Istirahat, bukan karena aku tidak bersyukur sudah memiliki pekerjaan lalu membuangnya begitu saja. Meski hanya dua tahun, aku merasa diri ini sudah berjuang sedemikian rupa.

Mungkin bukan karena ada masalah di tempat kerja, tapi mungkin inilah kelemahanku. Aku tidak bisa bekerja di bawah tekanan, aku tidak bisa disuruh-suruh, aku tidak bisa melihat rekan kerja yang menyebalkan barang sedikit pun. Seharusnya aku bisa bertahan, seharusnya aku bisa lebih dewasa, tapi saat mencoba menjadi lebih dewasa membuatku harus menghancurkan barang-barang berharga, melukai diri sendiri, merusak mentalku, aku akan memohon untuk menjadi anak-anak selamanya. Tidak lagi bekerja, tidak lagi pergi pagi pulang malam, tidak lagi makan hati, tidak lagi menerima gaji. Aku menjadi pengangguran, bukan berarti aku akan sepenuhnya bersantai seharian, tidur pulas, nonton anime. Aku menjadi pengangguran agar aku bisa fokus akan apa yang aku suka, terlepas dari hal itu menghasilkan atau tidak.

Aku memiliki gelar dan aku pun sudah melamar pekerjaan di banyak lowongan yang ada. Namun, aku berharap tidak pernah dipanggil, kecuali jika pekerjaan itu benar-benar mendukung kondisi mentalku. Egois? Tidak, ini upaya menyelamatkan diri. Kalau kalian tidak pernah menjadi percobaan bunuh diri oleh diri kalian sendiri, kalian tidak akan pernah paham apa arti menyelamatkan diri. Aneh bukan?

Memaki Manusia, Menasihati DuniaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang