' Harapan kosong-
Mencoba bertahan ditengah kepungan badai cobaan
Lelah dalam melangkah
Menggenggam Cinta tak terbalasWarna pelangi menyala
Semu yang dirasa
Hilang tersalip awan-awan biru
Yang menderu-deruLupakan semua kenangan dan
janji-janji hati
Kepastian sudah diberikanNamun pengkhianatan menjadi jawaban
Cinta sejati sudah jauh dan pergi
Berlalu pilu ditekan oleh sang waktu[Naruto punya sensei Masashi Kishimoto!!]
*
*
*
*
*
*You're Light...
"Otousan sudah mempersiapkan semuanya, jadilah wanita dewasa dan jangan buat malu klanmu. Itu jika, kamu ingin Otousan akui." tutur suara bariton, mengalir pelan layaknya es. Kontras dengan aura yang dikeluarkan oleh pria paruh baya itu.
"Bahkan sampai akhir, tousan hanya memikirkan keuntungan pribadi! Lalu memutuskannya tanpa berunding terlebih dulu padaku! Tidak kah… ini keterlaluan?!" hardik suara halus itu keras, jauh berbeda dengan citranya yang cantik dan anggun.
Pria dewasa yang kini, sudah menginjak kepala empat itu mendesah lelah. Tidak perlu diperjelas lagi, bahwa keputusannya menerima persyaratan itu tidak akan pernah bisa ditarik.
"Jika kamu tidak ingin berakhir menyedihkan, tinggalkan pemuda tak jelas itu dan terima pria ini. Buang pikiran egoismu, Hinata! Atau... kamu mau otousan sita semua barang-barang tak berguna dikamar itu dan hidup luntang-lantung diluar? Otousan akan memberi waktu untuk memikirkan jawabannya, Hinata." putusnya final. Meskipun lawannya adalah anaknya sendiri, Hiasi tidak menurunkan derajatnya sebagai kepala keluarga. Dan itu pantang untuk harga dirinya yang tinggi.
kalah telak, walau sekeras apapaun ia melawan, pria didepannya ini tidak akan sungkan menendangnya detik itu juga keluar dari rumah, hanya karena satu keputusan egois. Pernikahan.
Sungguh malang nasibnya, dilahirkan pertama ditengah keluarga berstatus tinggi, mengharuskan Hinata menjadi sosok sempurna. Baik dilingkungan sekolah maupun dalam bisnis, tidak ada hari dimana ia dapat bersantwi sejenak. Atau mungkin, tidak pernah sama sekali. Sosok ambisius seperti sang ayah bukan dirinya yang asli, itu buatan tangan pria kaku tersebut.
Marah? Tentu! Kesal? Sudah pasti! Tidak ada seorang anak mau hidup dikekang sejak kecil, didik tata ramah orang dewasa padahal umurnya belum tentu paham dengan apa yang orang dewasa ajarkan. Apa lagi keinginan itu paksaan dari orang terdekatnya, yang hanya Hinata inginkan cukup satu saja. Kebebasan menentukan pilihan, tanpa campur tangan orang lain. Tapi... permohonannya itu tak akan pernah dikabulkan, tidak perlu jauh-jauh berpikir, situasi sekarang cukup menjelaskannya.
Maka dengan hati hancur, dia beranjak dari ruang kerja sang ayah. Menjauh sejauh yang dia bisa dari sana agar sekembalinya nanti, amarah yang ditahan mereda. Lelah, Hinata tidak tahu sampai kapan Ayahnya ingin seenaknya dengan kehidupannya. Apa ini karena pengaruh dari kepergian ibu lalu, dia membuang hati dan ego menjadi sosok yang sekarang? Jika benar begitu, bukankah keadaannya sekarang tidak jauh berbeda dengan boneka hidup? Ironis sekali.
Seandainya waktu itu... orang-orang tidak menyelamatkannya, apa pria tua itu akan menangisinya sebagaimana dia menangis di depan jasad Ibu? Hah~ pasti tidak mungkin.
Langkah terhenti di ujung tangga, dibawah sana tiga orang bisa-bisanya tertawa hangat ditengah jerat kecewa Hati Hinata. Dia Iri!
Tes...
Hinata buru-buru menghapus air matanya, kembali memasang poker face andalan dan bergabung dalam kumpulan orang-orang egois itu demi harga dirinya yang hancur.
"Oh! Hinata-chan, ke sinilah. Tante ingin mendengar pendapatmu tentang Sasuke-kun. Siapa tahu nanti kalian bisa menemukan kecocokan dan bisa memberi cucu-' 'itu tidak akan terjadi, Kaa-san. " interupsi pria di sisi kanan, menekan kata tidak dengan deheman pelan.
Si wanita jelqs tidak terima, tanpa mengindahkan situasi wanitu melayangkan cubitan kecil pada pinggang tegap pria itu, hingga yang menerima cubitan itu meringis menahan sakit.
Sungguh, Hinata ingin cepat-cepat pergi dari sini. Dari orang-orang yang tidak mengerti akan perasaannya, sekarang juga. Saat pria itu mencoba menahan tangan jahil ibunya, dari arah lantai dua.
Sosok tegas dengan wibawanya, diikuti dengan wajah muda disisi kanannya sama memancarkan aura ketegasan. Hinata memandang dua orang itu dalam diam.
"Maaf sudah berkunjung di malam sibukmu, Hiasi. " sapa pria gagah disisi wanita cantik, kaku khas seorang rekan kerja.
Hiasi melirik sejenak Hinata, namun gadis itu bangkit dari duduknya. Cukup sudah, sampai kapanpun Hinata tidak akan sudi. Terserah orang tua itu mau menendangnya keluar dari keluarga, dia tidak peduli.
"Karena Otousan sudah datang, saya undur diri. Silahkan lanjutkan obrolannya. " ucap Hinata, membungkuk sopan pada lima orang dewasa disana.
Mikoto, istri dari Fukaku menatap sosok Hinata khawatir. "Hinata-chan? Apa--' Hononi gomenasai! Pendapat saya tidak akan mengubah apapun, jadi jangan pedulikan saya. Permisi. " tanpa menunggu respon dari orang-orang, Hinata berlalu pergi. Menulikan pendengarannya.
Karena sekeras apapun ia menolak pernikahan itu, Ayahnya tidak akan mendengarkan. Jadi tidak ada gunanya berlama-lama disana, yang ada malah membuatnya makin sulit bernafas.
***
Mikoto menatap Pimpinan Hyuga Corp itu dengan tatapan memicing. "Apa kau tidak berdiskusi lagi dengan putrimu, Hiasi-san?! " tanyanya tanpa melonggarkan tatapan curiganya.
Pria yang sudah memasuki kepala empat itu mendesah berat, "ini baik untuk masa depannya. " ucapnya diiringi helaan nafas. Wanita itu membelalak lebar, "Pantas saja! Sifat burukmu itu membuat situasi jadi buruk, bukannya memperbaiki hubungan, kau justru malah memperdalam jurang dengan putrimu. " sindir Mikoto telak, tidak habis pikir dengan suami dari alm. Sahabatnya.
Disisi lain, Hiasi tanpa di sindirpun tahu bahwa keputusannya ini bukan hanya merugikannya. Tapi juga merugikan tali kasihnya pada Hinata, Putri sulung yang amat begitu ia sayangi. Sekarang pasti kebencian gadis itu makin besar padanya. Sungguh dia benar-benar ayah yang buruk!
"Apa boleh buat. Urusan ini kita bicarakan lagi nanti, dan aku mohon, Hiasi-san. Bicaralah dengan sungguh-sungguh padanya, apa kau tidak lihat bagaimana putus asanya gadis itu? Hana tidak akan suka kau yang seperti ini, bukankah kau sudah berjanji padanya tidak akan kembali seperti dulu? "
"Baiklah. Maaf sudah sudah melibatkanmu disituasi keluargaku, Mikoto-san. Aku akan berbicara lagi dengannya. "
÷÷÷÷
= TBC =
KAMU SEDANG MEMBACA
Your Light [Slow Update]
Fanfic[ Fanfiction & Romance ] Dinikahkan secara sepihak oleh sang ayah, Hinata merasa dunia berlaku tidak adil. Terlebih pria yang menjadi calon suaminya memiliki kekasih, walau hubungan tersebut di tentang lantaran derajat mereka tak sama. Seakan Kami...