19.

84.3K 14.2K 1.4K
                                    

Ternyata seperti ini rasanya kesepian, ya? Tidak punya teman di sekolah. Jiana harus pergi ke Bandung karena neneknya sakit, ijin tidak masuk sekolah selama dua hari. Tinggal lah Lamera seorang diri, dikucilkan dan dijauhi. Sindiran-sindiran halus terus menggema di sekitarnya. Padahal Lamera diam, tetap saja salah di mata mereka. Belum saja Lamera berubah jadi macam, akan Lamera terkam mereka semua.

"Gua kesepian." keluh Lamera, menggigit burger yang tadi dibelinya. Kalau tidak ada Jiana mana mungkin ia berani duduk di kantin seorang diri. Mencari aman, Lamera istirahat di anak tangga ujung sekolah. Sepi, tidak ada yang lewat.

Ngomong-ngomong Lamera masih kesal karena kejadian kemaren. Dasar bocah kampret mesum kurang ajar. Seenaknya mencium pipi suci Lamera. Itu baru bogeman yang Lamera berikan, belum tendangan maut.

"La...mi!"

"Kampret, kampret!" Lamera terkejut saat dari belakang Dinar menepuk bahunya, sengaja teriak di dekat telinga. "Dinar!" Pekik Lamera kesal. Dinar sudah tertawa.

"Lo ngapain duduk di tangga atap?"

"Makan. Nggak lihat?" Lamera mengangkat burger. "Lo ngapain di atap? Ngerokok, ya?" tuduh Lamera menyipitkan mata.

"Nggak ngerokok. Tidur."

"Masa?" Lamera menyipit, menahan tawa.

Dinar membungkuk mendekati Lamera. "Serius." lalu dengan kurang ajarnya menggigit burger Lamera.

"Dinar! Burger ceban gua!" rengek Lamera.

"Enak."

"Kampret!" Lamera menendang kaki Dinar, tapi tidak kena.

"Dinar!" Gandi berdiri di ujung sana, meneriaki nama Dinar.

"Iya!" balas Dinar. "Gua duluan. Jangan bengong. Kalo kesurupan tambah jelek lo." Dinar mengacak rambut Lamera. Lalu berlari menyusul Gandi.

"Wah, kampret. Songong banget ngacak rambut gua. Gua lebih tua dari lo." gerutu Lamera. Merapihkan rambutnya.

🍂🍂🍂

Dinar tidak bisa berhenti tersenyum. Ternyata asik juga mengacak rambut Lamera. Dia belum lama ini dekat dengan Lamera. Awal-awal setiap disapa Lamera selalu cuek dan dingin. Dinar tidak ada niat buat modus atau genit. Ia hanya kebiasaan menyapa setiap orang yang ditemuinya. Baginya, bersikap ramah dan baik ke orang lain itu harus. Sikap orang lain ke diri kita urusan belakang, yang penting sikap kita ke orang lain dulu.

Baru-baru ini saja ia dekat dengan Lamera. Mengobrol dengan gadis itu, bercanda dan mengusili gadis itu. Wajah polos Lamera berbanding terbalik dengan sikapnya yang asal ceplos, pemarah, abstrak dan receh.

"Lo sejak kapan dekat sama tuh cewek?" tanya Gandi, memutus lamunan Dinar.

"Siapa?"

"Cewek tadi. Lami kan namanya?"

"Iya Lami. Baru-baru ini."

"Dia cewek yang digosipin jelek itu, kan?"

"Gosip jelek apa?"

"Lo nggak tau?"

"Nggak. Gosip apa?"

"Dia pernah kegep main ke hotel sama om-om. Dia murahan, ngirim pap lagi pake daleman doang ke mantannya."

"Udah?"

"Hah?" Gandi mengernyit. Bingung salahnya dimana sampai mukanya Dinar terlihat dingin. "Udah apanya?"

"Ngejelekinnya."

"Itu bukan kata gua, Nar. Kata orang-orang. Gua nyimak aja." Gandi membela diri agar Dinar tidak salah paham.

"Kata orang di BKT sebenarnya ada dinosaurus. Lo percaya nggak?"

Gandi terkekeh. "Ya, enggak lah! Lo pikir gua bocah yang percaya begituan?"

"Karena lo bukan bocah pasti paham kalo kata orang nggak selalu benar, kan? Karena lo bukan bocah lo pasti tau mana yang harus lo percaya dan nggak."

🍂🍂🍂

Sebatang rokok menemani sore hari Akthar. Asap rokok sengaja ia kibarkan di udara dengan bentuk bulat-bulat. Suara berisik di sekitarnya tak ia hiraukan. Ia terlalu asik memainkan asap rokok.

Sudah menjadi kebiasaan bagi seorang Akthar yang merupakan pentolan sekolah untuk nongkrong terlebih dulu. Sampai magrib, setelahnya baru pulang ke runah.

"Thar, cewek yang lo cium kemaren. Lo nggak suka sama dia, kan?" Samuel duduk di samping Akthar, membawa tuduhan menurut asumsinya sendiri.

"Bukan tipe gua banget." jawab enteng Akthar. Bagi seorang Akthar mencari cewek yang sempurna, yang lebih dari Lamera bukan perkara susah.

"Lagi lo anak orang asal cium aja. Kena bogeman, kan?"

Akthar mengelus pipinya. Jadi teringat saat Lamera menonjoknya lalu kabur. Senyum kecil tercetak di bibir Akthar. "Salah dia nutup mata."

"Sejak kapan lo jadi agresif sama cewek? Biasanya juga risih kalo cewek pada centil."

Perkataan Samuel cukup menyentil Akthar. Dia memang risih kalau ada cewek-cewek yang cari perhatian kepadanya. Apalagi sama cewek yang agresif, dia tidak suka. Konsep percintaan dalam hidupnya adalah mengejar bukan dikejar. Baginya, jika seorang cewek naksir kepadanya. Cewek itu tidak perlu memulai duluan. Cukup menarik perhatiannya dengan cara tersendiri. Nanti jika ia tertarik, biar ia yang mengejar.

"Tapi tuh cewek lumayan juga. Mukanya imut." lanjut Samuel.

Akthar terbayang saat gadis itu menutup matanya dengan raut ketakutan. Tadinya Akthar ingin membentak gadis itu. Cuma hatinya berkata lain. Ia gemes melihat tingkah salah paham gadis itu. Wajah polos gadis itu lebih menggoda dari gadis seksi yang biasa mengejarnya. Tanpa sadar ia mendaratkan kecupan di pipi gadis itu.

"Biasa aja. Nggak ada imutnya." bantah Akthar berwajah datar, membuang senyumnya.

"Eh, Thar, cewek yang lo cium kemaren namanya Lami, kan?" Wisnu ikut nimbrung. Cowok berkulit sawo matang itu terlihat kelelahan dengan keringat di wajah, habis main sepak bola.

"Namanya Lami? Gua aja nggak tau." Samuel yang menjawab.

Lami. Gumam Akthar dalam hati.

"Iya Lami. Dia cewek yang imajenya jelek itu. Dibenci sama murid-murid di sekolah."

"Lah? Kenapa emangnya?" tanya Samuel penasaran. Akthar ikut menyimak, penasaran juga.

"Katanya dia cewek murahan."

Ayo mau sama yang mana? Yang humoris atau badboy??

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Ayo mau sama yang mana? Yang humoris atau badboy??

Jangan lupa vote dan spam komen di bawah ini👇👇

Makasih

Back to School (TAMAT dan SUDAH TERBIT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang