"Bik Suuuuum, Bik Sumiyeeeem ... toloooong ... Ya Allah kok pake pingsan sih, untung kok ya pas di kasur dia nggeblak lah kalo di bawah siapa yang mau nyeret badan segede kingkong gini."
Tak lama kemudian datang wanita paruh baya bertubuh gempal tergopoh-gopoh masuk ke kamar Abdi. Dan terbelalak saat melihat Neta berusaha membetulkan posisi kepala serta badan Abdi di kasur.
"Ya Allah kenapa ini Den Abdi, Non? Lah kok malah kaya orang lemes gini? Wong tadi dia nggak kenapa-napa waktu saya kasih teh anget." Bi Sumiyem terlihat cemas, ia bantu Neta menyelimuti badan Abdi yang terasa panas.
"Stres dia Bik, gara-gara mantan istrinya gak mau diajak balikan," sahut Neta sambil menyelimuti badan besar Abdi. Ia meraih minyak kayu putih, dibalurkan di sekitar kening, hidung, dan memijat pelan pelipisnya.
"Maksud Non Neta, Non Redanti? Jadi Den Abdi ketemu lagi sama Non Redanti?" Bi Sum terlihat senang saat Neta mengangguk.
"Lah iya kan dua anak ini terpisah karena keadaan, mereka kurang informasi .. "
"Komunikasi Biiiik."
"Iyaaa lak pokoke kurang saling ngomong, sama-sama jauh trus ada omongan gak bener dan Den Abdi ya gitu manut banget ke almarhumah ndoro sepuh, lah ya namanya anak, apa nggak dibawa ke dokter saja ini Den Abdi, Non?"
"Iya Bik, aku mau nelepon dokter langganan dia, enaknya gimana lah wong dia pingsan gini siapa yang mau nyeret dia ke mobil."
"Iya bener Non, biar cepat diobati sakit jiwa dan raganya, Sik ya saya tak buat bubur untuk Den abdi." Buk Sum melangkah tergesa keluar kamar.
"Bubur ayam Biiiiik, aku minta juga."
"Inggiiiih."
.
.
.Redanti sedang melayani beberapa klien yang kebetulan sore itu sedang ramai hendak membuat baju pengantin dan baju lainnya. Saat sedang ramai dan sibuk tiba-tiba ponselnya berdering, Redanti melihat nama Neta di sana.
Ya Net?
Emmm Mbak ada waktu menjenguk Mas Abdi?
Aku sibuk ini Net gimana yah? Apa Mas Abdi masih belum sembuh?
Sembuh apanya wong malah pingsan
Hah? Ko bisa? Paling dia kelaperan, udah tahu sakit maagnya kumat kok masih sok gaya aja gak makan
Dia kayak stres tadi waktu aku bilang Mbak nggak akan pernah balikan, trus pingsan
Nanti aku telepon lagi ya Net, beneran ini aku sibuk
Iya iya Mbak
Redanti meletakkan ponsel di meja kerjanya dan mulai melayani kliennya, mulai konsultasi bahan yang mau dipakai, aplikasi pada baju atau gaun pengantin juga batu yang akan dipakai sebagai hiasannya. Redanti melayani semuanya satu per satu dengan sabar, dibantu dua orang asisten.
Hingga hampir jam sembilan malam Redanti dan beberapa karyawannya baru keluar dari butik. Langkah Redanti terhenti saat Lanang menunggunya di samping mobilnya.
"Ada apa Mas Lanang?" Redanti merasa heran saja tak biasanya Lanang menunggunya. Laki-laki itu terlihat canggung, beberapa kali terlihat mengusap rambut dan mengusap ujung hidungnya.
"Aku tahu ini sudah malam, aku menunggumu sejak tadi tapi kau sibuk, aku ingin ngajak kamu makan, hari ini aku ulang tahun." Mata Redanti terbelalak lalu tersenyum. Mengulurkan tangannya pada Lanang yang disambut Lanang dengan suka cita.
"Selamat ulang tahun Mas, semoga sehat dan cepet dapat jodoh yah, ayo nggak papa, makan dekat-dekat sini aja biar nggak lama dan nanti aku balik ke sini, aku bawa mobil kan." Redanti berusaha ramah pada laki-laki yang juga selalu ramah dan sabar ini. Laki-laki yang tetap tak menampakkan kemarahan saat dulu orang tua Abdi membabi buta menuduhnya ada hubungan khusus dengan Redanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Duda Gagal Move-on (Sudah Terbit)
General FictionCover by @henzsadewa Up di dreame Menjadi seorang duda menjadi siksaan tersendiri bagi Megantara Abdi Subandono, ia belum bisa melupakan mantan istrinya, perasaan bersalah selalu menghantui sepanjang ia berpisah dengan istrinya. Tak disangka nasib m...