Di dalam kamarnya, Jaemin duduk bersila di atas ranjang. Dengan memejamkan kedua mata, ia berusaha memfokuskan pikirannya—ia berniat menemui seseorang. Setelah mendengar kabar tak menyenangkan siang tadi, rasanya Jaemin harus meminta pertolongan.
Dalam waktu beberapa detik, Jaemin kini sudah berada di sebuah tempat dimana ia bisa bertemu dengan seseorang yang ingin ia temui. Seseorang yang bisa membantunya mencari solusi dan jawaban dari semua pertanyaan yang hinggap ke dalam kepalanya.
"Ada apa, Na Jaemin-ssi?"
Jaemin menoleh ke asal sumber suara. Di belakangnya, tepat di bawah sebuah pohon, Lee Jaemin kini berada. Duduk bersandar dengan memegang setangkai bunga di tangan kanannya.
Na Jaemin bangkit kemudian menghampiri Lee Jaemin yang masih pada tempatnya. Ia berhenti tepat di samping Lee Jaemin yang kini tengah memandang lurus ke depan.
"Kau tahu apa yang akan terjadi. Kau pun tahu apa maksudku untuk datang kemari dan menemuimu," ujar Na Jaemin tanpa basa basi.
Lee Jaemin tetap terlihat tenang. Seolah, hal yang dimaksud oleh Na Jaemin bukanlah suatu hal yang besar. Ia bahkan tersenyum dengan tenangnya.
"Aku memang sudah mengetahui hal itu."
"Lalu? Kau pun tahu apa yang harus ku lakukan, bukan?"
Lee Jaemin mengedikkan bahu, "lakukan saja tugasmu."
Masih dalam posisi berdiri, kening Na Jaemin berkerut tak senang. Itu bukanlah solusi yang ia harapkan.
"Karena itulah aku kemari. Aku ingin mencari solusi agar aku—"
"Tidak ada jalan lain, Na Jaemin."
Na Jaemin terdiam seketika.
"Jalan satu-satunya adalah dengan kau yang mengambil alih posisi sebagai seorang Noble. Hanya itu."
Na Jaemin seketika tak mampu berkata. Mengambil alih posisi tersebut sama dengan ia membiarkan Jeno untuk pergi.
Tidak. Ia tidak akan melakukannya.
"Aku yakin ada cara lain. Maka dari itu, aku meminta pertolongan padamu. Lee Jaemin-ssi, aku mohon!"
Nafas Na Jaemin tercekat, rasanya ia ingin menangis. Bukan ini yang ia harapkan. Ia hanya ingin meminta agar Lee Jaemin melakukan sesuatu untuknya. Na Jaemin tak bisa melakukan kewajibannya. Ia tak mampu untuk itu.
Ia tak siap untuk kehilangan Jeno.
Lee Jaemin tetap menggeleng dan menyanggah perkataan Na Jaemin. Memang tak ada jalan lain. Itulah jawabannya dan takkan pernah bisa dirubah.
"Kita hanya diberi satu pilihan. Mengorbankan, atau dikorbankan. Memilih mengorbankan apa yang kita miliki, atau memilih diri sendiri untuk dikorbankan. Hanya itu pilihan yang kau miliki, Na Jaemin. Dan aku sudah memilih satu di antaranya."
Na Jaemin semakin dibuat tak berkutik dengan perkataan tersebut. Pikirannya kosong, ia tak dapat memutuskan apa yang seharusnya ia lakukan.
Menurutnya, keduanya bukanlah pilihan.
"Waktumu hampir habis." Lee Jaemin berdiri.
Memandang Na Jaemin, ia tersenyum, "segeralah buat keputusan yang terbaik."
Dalam satu kedipan mata, Na Jaemin sudah kembali berada di ranjangnya. Namun, perasaannya tetap sama seperti sebelumnya. Bahkan lebih buruk dari itu.
Memikirkan bagaimana jika ia memilih satu di antara pilihan yang Lee Jaemin katakan padanya, rasanya sangat sulit. Ia bahkan tak ingin memilih. Jikalau ada pilihan ketiga, maka ia akan mengambilnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[✔] 1. Magie De L'univers : Le Début Du Destin a Changé
Fantasy- SUDAH DIBUKUKAN - BEBERAPA PART TELAH DIHAPUS DAN HANYA ADA DI DALAM VERSI CETAK > > ✨-Sihir alam semesta hanya dianugerahkan kepada satu dari berjuta-juta umat manusia di seluruh dunia dan hanya diberikan kepada bayi manusia murni yang lahir seti...