"Tidak peduli seberapa jatuh kamu hari ini. Besok matahari tetap terbit, bulan tetap bersinar. Dan bumi tetap akan berputar. Ketahuilah dunia tidak akan hancur hanya karena hatimu retak."
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
Keesokannya hari, setelah mengalami hari yang berat. Bumi pun masih berputar dan aktivitas berjalan seperti biasa. Kehidupan tetap berlanjut walau kemarin terasa begitu menyakitkan.
Jundi tetap berangkat sekolah, memasuki kelas dan mengikuti kegiatan seperti biasa. Hanya saja ketika jam olahraga, saat pemilihan kelompok untuk bola basket. Tidak ada yang mau berkelompok dengan Jundi. Entah apa yang mereka dengar, sampai berbicara pun tak mau. Seolah-olah Jundi adalah mahkluk asing di antara mereka.
Sesekali teman-temannya menyindir tentang utangnya pada Yogi ketika terakhir kali ke cafe. Jundi hanya bisa menundukan kepala mendengar itu. Mereka menjadikan keadaan Jundi sebagai lelucon dan mentertawakannya.
Tidak jauh dari lapangan basket, tepatnya di pinggir lapangan, Jidan berdiri menatap sekumpulan siswa yang sedang berolahraga.
Ketika Jundi mengalihkan pandangan dari teman kelasnya dia melihat Jidan. Mata mereka bertemu.
Pemuda itu lagi, yang dulu pernah Jundi temui di makam ketika ibunya meninggal. Kadang Jundi penasaran bagaimana dia bisa bertahan walau tidak memiliki teman. Atau mungkin dia juga tidak memiliki siapa-siapa di dunia ini. Jidan hanya suka memandangi orang tanpa perlu menyapa. Dia dingin melebihi salju.
Selesai olahraga, ketua kelas—Deny meminta semua temannya mengumpulkan kartu SPP yang kemarin dia bagi.
Di kelas hanya ada beberapa siswa, karena masih jam istirahat. Yogi dan kawan-kawan sedang tidak ada di dalam kelas. Tersisa separuh siswa yang sedang merapikan pakaian olahraga.
"Bagaimana bisa kartunya ketinggalan?Sekarang kau harus menghadapi orang-orang di kantor. Pergi ke ruang Tata Usaha dan temui Bu Hesti!" Deny menggeleng pelan saat mengetahui Jundi lupa membawa kartu SPP.
Kegiatan melempit pun terjada, penghuni kelas menatap Jundi. Satu dua cuek dan kembali melanjutkan kegiatan beres-beres. Sisanya menatap Jundi dengan pikiranya masing-masing. Tumben sekali Jundi telat membayar SPP. Siswa yang biasanya paling sering mentraktir, sekarang sedang berhadapan dengan masalah keuangan. Itu topik yang hangat diperbincangan isi kelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Afterthought
Teen FictionDunia terlalu sempit untuk lari dari masalah. Daripada dihindari dan membuat lelah, lebih baik mengadapi apapun resikonya. Namun, tidak semua paham akan makna sebuah masalah. Seperti halnya kisah seorang Pemuda bernama Jundi- yang menyalahkan ayahny...