Prolog

5 1 0
                                    

Sudah dapat di tebak bahwa hari ini akan turun hujan. Langit yang terlihat mendung yang menjadi pertandanya. Banyak siswa yang masih setia menunggu jemputan.

"Stel, duluan, ya," ucap seorang gadis yang tadi duduk di samping Stella. Langkah kakinya membawa gadis itu menuju mobil sedan hitam yang menjemputnya.

Satu persatu siswa mulai meninggalkan halte. Ada yang di jemput dan ada juga yang memilih angkutan umum. Angin berhembus semakin kencang. Langit yang kini mendung menjadi semakin gelap.

Hanya tinggal satu siswa saja di sini. Yaitu Auristella Veronica Prata atau yang biasa di sapa Stella. Angin yang begitu kencang membuat rambut yang ia gerai dengan mudahnya di hembuskan angin.

"Kok nggak ada yang jemput, sih," gumam Stella geram. Di sini hanya tersisa dia sendiri dengan keadaan langit yang sudah mendung. Dapat di pastikan dalam hitungan menit hujan akan mengguyur tempat ini.

Stella meremas rok abu-abunya dengan kuat hingga ujung jari-jarinya memutih.

"Ih kok lama banget, sih jemput gue. Gue takut sendirian di sini," ujar Stella lagi.

Tangan kanannya mengambil ponsel yang ada di sakunya. Sudah puluhan panggilan yang di tuju ke nomor orang tuanya tapi tak satu ada pun yang menanggapinya.

Stella lelah. Takut juga. Rasanya ingin menangis berada di tempat sepi seperti ini. Apalagi sekarang dia seperti bocah yang kehilangan orang tuanya.

Tanpa dia sadari ada seorang cowok yang sedang memantaunya lewat kaca mobilnya. Sebuah senyum tipis terukir di bibirnya.

"Pulang bareng gue aja." sebuah suara bariton terdengar di telinga Stella. Stella yang tadi menunduk mengecek ponsel jadi mendongakkan kepalanya. Ada seorang cowok jangkung yang berdiri di depannya.

"Nggak." tolak Stella cepat.

Cowok itu mendengus. "Yakin nih nggak mau."

Stella menggelengkan kepalanya. "Nggak mau. Mending lo pulang aja, deh Sherif. Bentar lagi gue bakal di jemput."

Cowok yang bernama Sherif itu melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya. "Udah jam setengah lima. Biasanya jam segini om-om genit udah pada pulang kerja. Bentar lagi juga geng cowok jamet bakal lewat sini."

Tanpa Sherif sadari raut wajah Stella jadi berubah pucat setelah mendengar perkataan Sherif tadi. Bulu kuduknya jadi merinding.

Sherif membalikkan badannya hendak bergerak menuju mobilnya. Saat satu tangannya bergerak membuka gagang mobil, sebuah suara cempreng terdengar di telinganya sedang memanggil namanya.

"Sherif tunggu. Gue mau pulang bareng lo. Gue ngga mau digangguin om-om genit sama cowo-cowo jamet."

Stella langsung berlari menuju mobil Sherif. Sedangkan Sherif berbalik arah membuka gagang pintu untuk Stella. Seutas senyum tipis langsung tercetak di sudut bibir Sherif.

Hari ini dia bahagia. Bisa pulang bersama Stella. Gadis yang menjadi idamannya sejak kelas tujuh. Dan gadis pertama yang memberi luka pertama di hatinya.

***

Jangan lupa vote dan komen

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 13, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

SHERIFTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang