Tentang Sahabatku

29 1 0
                                    

Hujan deras sejak tadi malam belum berhenti sampai pagi ini. Aku bingung harus beraktivitas apa. Rasanya cuman mau tiduran tanpa perlu bergerak banyak. Apalagi tugas kuliahku juga sedang tidak ada, hanya beberapa revisian tugas akhir yang tinggal sedikit.

Tiba-tiba ada keinginan untuk mencari tahu dimana keberadaan Dimas saat ini. Bertahun-tahun lalu hal ini tidak pernah terpikirkan olehku.

Aku mulai menjelajah di dunia maya untuk mencari dimana Dimas berada. Aku ketik di kolom pencarian instagram nama lengkapnya. Dimas Praditya. Tampak banyak sekali orang dengan nama tersebut. Aku lihat lagi dengan teliti akun yang memiliki foto profil serupa dengan Dimas.

Yap. Aku menemukan akun instagramnya. Setelah aku klik dan membuka profilnya, terlihat sekali dia begitu jarang menggunakan instagram. Postingan terakhirnya sudah 4 tahun yang lalu. Informasi apapun tidak aku temukan disana.

Aku kembali mengurungkan niat untuk mencari keberadaannya. Biarlah waktu mempertemukan lagi jikalau memang ada rejekinya.

"Kak, ada tamu di luar lagi nungguin kakak." Suara lembut bundaku terdengar memanggil tepat ketika aku mulai berhenti mencari Dimas di dunia maya.

"Iya bentar bun." Sahutku kemudian.

Ketika aku berjalan dari kamar menuju ruang tamu, dari kejauhan sudah tampak siapa tamunya. Wanita berkulit putih bersih, hidung mancung dan bermata sipit. Dia adalah Qiza, sahabat lamaku ketika SMA.

Sungguh kedatangannya menjadi sesuatu hal yang mengejutkan untukku. Sudah lama tidak ada berkomunikasi lewat sosial media, tiba-tiba dia langsung datang ke rumahku. Bak mendapatkan kado spesial di hari istimewa. Ahh indah sekali.

Aku berlari memeluk Qiza dengan teriakan histerisku. Tak terasa air mataku membasahi pundaknya. Sudah begitu lama sekali pelukan hangat itu tak lagi aku rasa.

"Aku kangen banget sama kamu, Qi. Kenapa ngilang sih dari instagram?" Ucapku sambil tetap memeluknya.

"Aku juga kangen banget sama kamu, makanya aku langsung dateng kesini. Maaf yaa aku gak kabarin apapun sama kamu." Ujar Qiza.

"Kabarin maksudnya?" Tanyaku sambil menatap matanya.

"Aku udah nikah 3 bulan yang lalu, Dit. Aku ngilang dari instagram itu juga permintaan suamiku." Jawab Qiza sambil tersenyum hangat.

Apakah ini nyata? Aku bukan sedang mimpi kan?

Aku benar-benar tidak menyangka Qiza bakalan menikah duluan. Sesuai janji ketika masih SMA, kita bakalan sama-sama dipersunting lelaki pujaan hati.

Aku menangis memeluk Qiza. Aku bahagia dia sudah duluan menemui jodohnya.

"Aku ikut bahagia kamu udah punya suami, Qi. Tapi sama siapa?"

Aku tidak bisa menebak siapa pelabuhan terakhirnya Qiza. Karena aku dan Qiza sama-sama betah menjomblo.

"Sepupunya Dimas." Jawab Qiza sambil mencari kebahagiaan di mataku.

Qiza pasti bisa menebak betapa bahagianya aku ketika tahu dimana keberadaan Dimas. Sejak bertahun lalu aku ingin sekali bertemu lelaki itu.

Dan sekarang aku mengerti tujuan Qiza tiba-tiba datang ke rumah ku. Pertama, membagi kabar bahagianya. Kedua, menciptakan bahagiaku dari kabarnya tentang Dimas.

Qiza adalah orang pertama yang menjadi saksi jatuh cinta sendiriku pada Dimas. Tidak pernah Qiza melewatkan apapun tentang aku dan Dimas. Di pelukannya juga, aku selalu menangis ketika merasa akan menyerah bertahan sendiri.

"Serius,Qi?" Tanyaku sekali lagi butuh diyakinkan.

"Serius banget, Dit. Malahan pas nikahan aku dia dateng sama bundanya. Makin ganteng loh sekarang." Ucap Qiza sambil menggodaku.

"Terus kamu tau dia kuliah dimana, ambil jurusan apa?"

"Dia kuliah di kampus Cendana ambil jurusan Ilmu Komunikasi, Dit. Kayanya satu kampus sama Faza sepupu kamu ya?"

"Demi apa dia satu kampus sama Faza? Aku bertahun-tahun nyariin dia, tapi berada deket banget sebenernya yaa,Qi." Ucapku sambil meneteskan air mata bahagia.

Tuhan, terima kasih untuk tetesan kecil kebahagiaan ini. Terima kasih karena aku telah mulai menemukan cahaya dari doa panjangku selama ini.

"Tapi aku gapunya nomer WA Dimas atau apapun itu, Dit. Setelah aku cerita tentang ini nanti sama suamiku, aku bakalan bantu kamu." Ujar Qiza seperti merasa bersalah.

"Gausah, Qi. Aku juga gak berharap itu dari kamu. Aku tau dia ada di deket aku, dia sehat, dia terus bertumbuh udah cukup banget buat aku, Qi." Balasku sambil memeluk wanita bermata sipit itu.

Kabar bahagia yang aku syukuri dari Qiza memang hanya sebatas keberadaan Dimas yang telah aku ketahui pasti. Tidak pernah ada harapku untuk menghubungi bahkan menemuinya lebih dulu. Meskipun cintaku begitu dalam untuknya, tapi aku hanya ingin disatukan Tuhan dengan cara yang lebih elegan.

"Aku kagum sama kuatnya kamu bertahan, Dit. Semoga aja kesabaran kamu dibalas kebahagiaan tak terduga nantinya yaa." Ucap Qiza memelukku.

Setelah itu, aku dan Qiza melanjutkan nostalgia masa sekolah kami sambil terbahak-bahak dan tak luput air mata kerinduan hadir bersamanya.

Tentang sekolah, memang banyak menyimpan cerita hebat untuk bekal perjuangan di masa dewasa.

Ingin sekali rasanya kembali bersatu dengan personil lengkap dari teman-teman sekolahku. Menyulap diri menjadi siswa tengil tak tahu malu. Berubah menjadi manusia aneh untuk menghadirkan tawa dari semua yang menatapnya.

Ketika kami masih berkelana ke masa lugu dulu, tiba-tiba suami Qiza sudah datang menjemput di depan rumahku. Tak enak juga pengantin baru dipisahkan berlama-lama.

****

Dalam Diam Kita BertemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang