27. Iklan

485 88 3
                                    


Jadi diri Lo sendiri itu lebih baik.
Lo gak perlu lagi buat
Pura-pura.

-Ata L.B


"Da."

Sendok yang hendak masuk ke dalam mulutnya menjadi terhenti karena Kai tiba-tiba saja memanggil dirinya. "Apa?"

"Sampai kapan Lo nyamar jadi nerd di sekolahan?"

Kai sebenarnya merasa risih dengan penampilan adiknya. Kalau boleh jujur, ia memilih penampilan Jada dulu. Yang lebih apa adanya, walau bar-bar dan ngeselin buatnya. Tetapi, itu adalah diri Jada sendiri. Bukan seperti sekarang, yang malah jadi cupu padahal itu bukanlah tipe Jada.

"Gak tau, gue masih nyaman aja jadi nerd," kata Jada santai, lalu kembali memakan mie-nya yang baru saja ia masak karena bosan dengan lauk tadi pagi.

"Tapi, Lo kata kalau cowok yang Lo incar di sekolahan udah mulai deketin Lo balik. Itu berarti udah berhasil kan? Jadi ngapain masih nyamar?"

Jada menghela nafas sejenak, menaruh sendoknya di mangkuk. Lalu menatap Kai yang duduk di hadapannya. Sepertinya Kai berusaha merubah dirinya seperti dulu. Yaitu Jada yang bar-bar, bukan Jada yang pura-pura kalem.

"Bang, ada saatnya nanti gue balik kek dulu kok. Tapi bukan sekarang, gue masih ada satu misi lagi."

"Misi apaan?"

Jada terdiam sejenak, "Misi, kenapa Kak Bara mau deketin balik gue secara tiba-tiba."

✓✓✓✓✓

"Woy Tar." Lays menyenggol pelan kaki Taro yang sedang tengkurap di atas karpet, sedangkan dirinya di atas kasur.

"Paan?" Taro menyahut, namun kedua matanya tetap fokus pada layar ponselnya, tengah memainkan sebuah game yang dimana sayang bila di tinggalkan sebentar.

"Soal nomor 5 pelajaran IPA ini, Lo belum ngerjain?" Tanya Lays. Ya, ia mencontek tugas IPA yang akan di kumpulkan besok. Jadi, daripada ia menconteknya di kelas, lebih baik sekarang aja. Kan lebih bagus.

"Belum, gue lupa, soalnya apaan emang?"

Lays kembali menatap buku milik Taro, kemudian membaca kembali soalnya. "Jika Thomas Alfa Edison adalah penemu bola lampu. Maka, bola lampu siapakah yang di temukan oleh Thomas Alfa Edison?"

Sontak saja perkataan Lays membuat Bara menoleh, yang tadinya tengah fokus membaca buku malah sedikit penasaran. Lalu bertanya, "Ada soal gitu?"

Lays mengangguk, lalu menunjukan buku Milik Taro di depan wajah Bara. Yang memang kebetulan Bara berada di sampingnya.

"Ah, gak usah di isi. Ngadi-ngadi aja tuh jawabannya."

Lays mengangguk patuh, lebih baik begitu daripada ikut pusing memikirkan. Tetapi sebenarnya soalnya yang salah mengartikan, dan kata-katanya saja yang salah. Sehingga membuat salah arti.

Akhirnya Lays kembali menulis, ia baru mencatat jawaban soal 1 sampai 4. Sedangkan soalnya ada 10. Cukup panjang juga jawabannya. Tetapi beruntung tak ada rumus, sehingga tak membuat Lays pusing melihatnya. Padahal tinggal contek aja.

"Ah, iklan asu." Taro seketika saja mengumpat. Lantaran lagi asik-asik bermain game, tiba-tiba saja iklan muncul, iklan shampo dan lama di skipnya.

"Elah, tinggal skip aja elah," kata Lays santai.

"Gak bisa."

"Yaudah nunggu." Dan Bara ikut menyahut, membuat Taro mendengus sebal.

Matanya kembali menatap layar ponselnya, yang masih terdapat iklan. Iklan shampo dimana ada seorang pria yang tengah memakai shampo ketika mandi. Dengan sebuah senyuman, seolah-olah tengah bahagia.

"Gue heran dah. Iklan shampo di sini kenapa orangnya pas shampoan keliatannya bahagia banget ya? Padahal kalau gue shampoan, di marah-marah karena baru mandi dan di suruh cepetan sama emak."

"Udah nasib." Celetuk Lays, yang di balas dengusan sebal dari Taro.

✓✓✓✓✓

"Woy kusen." Gavin memanggil Arsen, yang terlihat sedang sibuk dengan laptopnya. Kelihatannya cukup sibuk, sampai-sampai di panggil saja dia hanya jawab dengan deheman.

"Lo sibuk?"

Arsen menghela nafas pelan, lalu mengangguk. "Lo tau sendirilah."

Gavin dan Andra menatap iba Arsen, yang saat ini ketika hari minggu---dimana seharusnya beristrahat atau bermain. Tetapi Arsen malah sibuk dengan pekerjaan yang di berikan ayahnya.

Arsen sebenarnya menolak dan tak mau tentunya. Tetapi, karena sebuah ancaman. Membuatnya mau tak mau menuruti apa yang ayahnya suruh. Walau dirinya masih sedikit tak paham caranya, tapi yang penting pelan-pelan ia belajar.

"Mau gue bantuin?" Awar andra.

Arsen mendongak, "Emang Lo paham beginian?" Tak heran bila Arsen bertanya demikian, ia tau bila Andra adalah tipe orang yang tak mau berurusan dengan pekerjaaan seperti ini. Karena cita-citanya sejak dulu adalah menjadi polisi. Dan tak ingin pusing dengan berkas-berkas yang tak bisa di pahami.

Arsen sedikit iri, Andra dan Gavin di biarkan oleh orang tua mereka untuk bisa mencapai impiannya masing-masing. Tak ada larangan, tak ada aturan. Sesuai apa yang di inginkan.

Berbeda dengannya, yang di paksa harus melakukan ini itu. Dan bila tak menurut, maka siap-siap saja ia akan mendapatkan sebuah ancaman. Yang dimana ancaman itu tak main-main.

"Enggak sih."

Kan, sudah Arsen duga. Andra tak mengerti.

"Tapi, seenggaknya gue nawarin diri buat bantuin Lo."

"Gak usah deh, takutnya nanti malah kacau. Lo kan gak paham."

Andra hanya bisa mengangguk, apa yang di katakan Arsen benar adanya. Bukannya membantu, malah tambah membuat Arsen pusing jika ia salah melakukannya.

"Kalau gitu, semangat, Lo pasti bisa." Gavin hanya bisa menyemangati, ia juga bingung ingin membantu apa.

"Ya, kalau Lo mau nyerah. Selalu ingat sama dua hal, yaitu nyokap Lo, sama si Jada itu."

Arsen tersenyum lalu mengangguk mantap, "Pasti!"

Arsen tak akan menyerah untuk mendapatkan Jada, sampai akhirnya waktu menyuruhnya untuk pergi.










UP.

BANTU SHARE DAN VOTE.

THANKS

WATTPAD : Atalia_balqis
IG : Ata.l.b

Fake Nerd Girl (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang