Lama, aku menatap kayu yang terbakar di perapian
Bergemeretak, habis menyisakan bara yang berkilauanKuletakkan kuas dan palet pada kain usang di atas meja
Dalam gelap, kuamati setiap benda yang berjejer
Kursi, kanvas, cat minyak yang tercecerSekali lagi kuamati
Tampak sama seperti sebelumnya
Kursi, kanvas, dan cat minyak yang tercecerBerapa lama?
Berapa lama waktu telah berlalu?Hingga kudapati pada hamparan kanvas
Hanya coretan - coretan kasar dan rembesan air dari kuas?
Buruk...
Sangat burukBukankah aku telah melukis keindahan sejak aku lahir? Dua puluh tahun yang lalu?
Kenapa?
Kenapa hanya coretan tak karuan yang kudapati pada setiap hamparan kanvas itu?
Kenapa bukan potret altar istana yang sempat aku kunjungi?
Kenapa bukan aliran sungai kebiruan yang sempat aku singgahi?
Kenapa bukan laut maha luas yang sempat aku seberangi?Kemudian, lagi - lagi dalam gelap
Aku bertanya - tanya
Pada siapa pun yang tahu
Dimana lukisan indah yang pernah kubuat?
Kuharap ada jawaban...
Namun, hanya kebisuan yang melingkup
Gelap, sunyi
Kenapa aku begini?Rukhyi, 14 Oktober 2020
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Sepucuk Surat yang Kutulis Diam - Diam
PoetryAku hidup dengan penuh teka teki. Setiap bagiannya saling terhubung dan menuntunku pada algoritma fakta yang ironis. Rukhyi