Bab 13

1K 94 2
                                    

~WILL~

Sudah seminggu Casey sering pergi keluar malam bersama James. Walaupun mereka berdua tidak berkencan, atau belum lebih tepatnya. Tapi, aku merasa kesal dan cemburu setiap kali melihat Casey pergi dengan James sepulang kantor. Itu karena sekarang aku sudah sadar bahwa aku mempunyai perasaan terhadap Casey. Namun, aku belum mengatakan perasaanku itu padanya.

Sejujurnya, aku merasa resah ketika aku sadar bahwa sebenarnya aku menyukai Casey. Aku jadi bimbang antara ingin mengatakan atau memendam perasaan itu padanya. Jika aku mengatakan perasaanku padanya, aku takut jika Casey menolakku karena selama ini dia hanya menganggapku sebagai sahabat. Namun, jika aku tidak mengatakan perasaanku padanya, aku akan terus terbakar oleh api cemburu setiap kali melihat Casey dekat dengan pria lain.

Apakah sebaiknya aku mengatakan perasaanku saja pada Casey? Sebelum James yang lebih dulu meminta Casey menjadi kekasihnya. Setidaknya, jika pada akhirnya Casey memang tidak memilihku dan lebih memilih James menjadi kekasihnya, aku tidak akan menyesal. Karena aku sudah berusaha mengungkapkan perasaanku padanya. Ya, aku harus mengatakan perasaanku itu pada Casey. Secepatnya.

***

Pagi ini, aku sudah berada di rumah Casey. Aku sedang berjalan menuju kamarnya di lantai atas. Tadi, orang tua Casey menyuruh agar aku sendiri yang membangunkannya. Kebetulan, hari ini adalah hari Sabtu. Dan aku sangat yakin jika Casey masih tidur di kamarnya saat ini. Apalagi, sekarang masih jam delapan pagi.

Begitu sampai di depan kamar Casey, aku membuka pintu dan langsung masuk ke dalam kamarnya. Benar. Sekarang, Casey masih tidur pulas dengan tubuh bergelung selimut di atas ranjang. Aku berjalan mendekat ke arahnya.

"Bangun, Tukang tidur.", aku membangunkan Casey seraya menarik turun selimutnya.

"Jangan mengganggu tidurku.", gumamnya tidak jelas seraya menarik selimutnya naik lagi hingga menutupi pundaknya. Sepertinya, dia masih belum sepenuhnya sadar.

Aku menggeleng melihat Casey yang susah dibangunkan seperti ini. Casey benar-benar tukang tidur.

"Ayo bangun, Casey. Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat.", kataku sambil menarik selimutnya lagi.

Casey menggerutu kesal dengan mata yang masih terpejam. Kemudian, dia membuka sedikit matanya. Begitu melihatku yang sedang berdiri tepat di samping ranjangnya, mata Casey langsung terbuka lebar. Dia bangun lalu duduk di ranjangnya.

"Will! Kenapa kau ada di dalam kamarku?", tanyanya terkejut.

"Tentu saja untuk membangunkanmu.", jawabku ringan.

Seketika, Casey memasang ekspresi kesalnya padaku. Kemudian, dia meraih bantal di sebelahnya lalu memukulku dengan bantal itu.

"Bukankah sudah kukatakan padamu agar kau tidak sembarangan masuk ke dalam kamarku? Kenapa kau tetap melakukan itu, Brengsek?", tanyanya kesal sambil terus memukulku dengan bantal. Dia memukulku dengan keras.

Aku mengaduh sakit.

"Casey, hentikan. Jangan terus memukulku.", ucapku seraya menahan pukulan darinya.

Setelah memukulku tiga kali lagi, Casey baru menghentikan pukulannya padaku. Dia mendengus kesal.

"Itu hukuman karena kau tidak menuruti perkataanku.", ucapnya dengan wajah bersungut-sungut.

"Aku hanya ingin membangunkanmu, Casey.", balasku.

Kemudian, Casey melirik jam di dindingnya. Dan itu membuatnya semakin marah padaku ketika dia tahu bahwa sekarang masih jam delapan pagi.

"Kenapa kau membangunkanku sepagi ini?", tanyanya semakin kesal.

Aku menunjukkan senyum tanpa dosa milikku padanya.

You're My Best (Girl)FriendTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang