Langit senja yang kuning memeluk awan yang memekat perlahan disusul jatuhnya rintik hujan. Aku berjalan diantara puluhan orang yang tengah tergesa-gesa mengejar ketertinggalan kereta, mungkin mereka ingin segera sampai di rumah dan menghabiskan waktu yang mereka punya untuk sekedar bercanda dengan keluarga atau mungkin hanya sekedar bersantai di kamar menikmati kesendirian, seperti yang seringkali kulakukan beberapa bulan terakhir ini.
Aku mempercepat langkahku, setengah berlari lebih tepatnya karena tetesan air yang membasahi bumi bukan lagi sekedar rintik. Hujan mengguyur bumi tanpa memberi jeda bagiku untuk berteduh. Dari kejauhan terdengar sayup suara seorang wanita, "Perhatikan jalur dua, jalur dua dari arah timur akan segera masuk commuter line tujuan akhir stasiun jakarta kota lewat stasiun jatinegara, cikini, gondangdia". Aku memandang jam di tanganku, jarumnya menunjukan pukul 6.30, wajar saja bila stasiun masih dipadati oleh banyak orang.
Aku melemparkan pandangan ke segala arah untuk mencari kursi kosong yang bisa kutempati, aku terlalu lelah untuk harus berdesakkan dengan orang-orang yang berebut tempat tepat dibelakang garis kuning yang menandakan batas aman untuk mengantri. Entah kenapa hari ini aku merasa pamandangan seperti itu cukup aneh, mereka terlihat seperti orang-orang bodoh yang merasa kereta yang akan datang adalah kereta terakhir dan tidak akan ada lagi kereta berikutnya untuk mereka tumpangi. Ah mungkin aku yang terlalu berpikir negatif karena kelelahan mengerjakan tugas kampus yang tak ada habisnya. Aku memilih untuk berjalan menjauhi kerumunan dan berdiri di paling akhir barisan, tepat disamping kursi yang menurut peramalanku akan segera kosong ketika kereta tiba.
Beberapa menit kemudian kereta pun datang. Semua orang berebut untuk menaiki kereta tersebut. Sayangnya kursi yang aku targetkan dan aku ramal akan kosong beberapa menit lalu tak kunjung kosong, nampaknya ibu berjilbab ungu dan dua orang temannya juga enggan untuk berdesakkan di kereta tersebut dan memutuskan untuk menunggu kereta berikutnya. Aku menghela napas dan meyakinkan diriku untuk tidak mengeluh karena tak kunjung mendapat kursi kosong. Namun sepertinya Dewi Fortuna sedang berpihak padaku, lima meter dari tempatku berada seorang pria berdiri meninggalkan kursinya, aku terburu-buru berjalan menuju kursi tersebut karena aku tak ingin didahului orang lain.
"Akhirnya aku bisa duduk juga", batinku. Aku mengeluarkan telepon genggam yang sedari tadi berada disaku ku. Ada beberapa notifikasi terlihat di layarnya yang setelah dibuka ternyata hanya chat dari group di whatsapp. Aku memutuskan untuk tidak membaca pesan-pesan tersebut, aku sedang ingin menikmati waktuku. Aku mengeluarkan earphone dari dalam ransel dan memutar lagu secara acak dari aplikasi pemutar musik di handphoneku. Perlahan terdengar lagu "I'm A Mess", rasanya aku disindir langsung oleh Ed Sheeran tetapi aku tetap menikmatinya sambil mengamati sekelilingku.
Terlihat beberapa orang yang berjalan, stasiun kembali terasa penuh. Aku mengamati beberapa orang di sekitarku. Ada yang sibuk menutup payung yang baru selesai digunakan, ada yang mencoba mengeringkan bajunya yang setengah basah walaupun aku yakin bahwa ia pun sadar tangannya tidak akan bisa menghilangkan air yang sudah terlanjur diserap oleh pakaiannya, bahkan ada yang terlihat muram sambil menatap langit, mungkin berharap hujan segera berhenti, tetapi ada pula yang terlihat tengah berduaan, bergandengan dan saling tersenyum hangat satu sama lain.
Is your favorite color blue?
Do you always tell the truth?
Do you believe in outer-space?
Now I'm learning you
Seketika aku membeku. Hiruk-pikuk dihadapanku pun melambat dan waktu terasa berhenti. Sudah beberapa tahun terakhir ini aku menghindari suara merdu Yuna. lagu ini selalu mengingatkanku tentang dia. 'Dia' yang dulu selalu jadi topik menarik untuk aku kisahkan dan kemudian berubah menjadi sesuatu yang selalu kuhindari sebagai topik pembicaraan, bahkan jika dengan diriku sendiri.
And if you don't mind
Can you tell me
All your hopes and fears
And everything that you believe in
Would you make a difference in the world
I'd love for you to take me a deeper conversation
Only you can make me
Aku tak bisa menghentikan pikiranku, isi kepalaku dipenuhi oleh kenangan tentangnya. 'Deeper Conversation' membawaku kembali ke empat tahun yang lalu, kembali ke tahun aku berkenalan dengannya.
~~~
Empat tahun lalu...
Aku memandang keluar jendela, mengamati siswa-siswi kelas sebelah yang sedang asik bermain basket, rasanya lebih menyenangkan dibanding mendengar ocehan Bu Hana yang sedang menjelaskan isi bab lima dari buku Biologi sembari menyelipkan kisah yang dialami oleh tetangganya, aku tidak tahu betul apa hubungan materi minggu ini dengan tetangganya dan aku rasa anak sekelas pun tak ada yang paham, mereka juga sibuk dengan aktifitas mereka sendiri.
Suara bel mengagetkanku. Segera kubereskan semua barang yang berserakan diatas meja, memasukkannya kedalam tas dan langsung keluar kelas. Aku berencana untuk pulang tanpa mampir dimanapun hingga akhirnya aku tersadar bahwa jaketku tertinggal di loker. aku menyeret kakiku yang digelantungi rasa malas menuju ruang loker yang terletak di lantai 2. Ada sesuatu yang jatuh ke lantai bersamaan dengan jaket yang kutarik paksa dari dalam loker yang pintunya hanya terbuka setengah. Awalnya ingin ku hiraukan, tetapi warna birunya seolah-olah memaksaku untuk memungutnya.
"surat?" tanyaku dalam hati.
Warna biru yang terjatuh dari lokerku tadi adalah warna dari sebuah amplop. Aku membaca sekilas, "Haza Adhitama, terima kasih", hanya satu kalimat yang tertera di dalam secarik kertas dan ditulis dengan tulisan tangan yang jika boleh kunilai, tulisannya cukup rapi jika dibandingkan tulisan tanganku.
"Woy, kamu belum pulang juga? Aku pikir langsung cabut, ternyata masih disini". Sapaan Asta mengalihkan fokusku dari surat yang sedari tadi kutatap dengan bingung. Secepat kilat surat itu kusembunyikan di saku celana seragam.
"Iya nih mau langsung balik, tapi jaket aku ketinggalan di loker, makanya balik lagi aku kesini", jawabku.
"Ya udah balik yuk, aku juga mager nih."
"Lah trus kamu ngapain disini kalo mau balik?"
"Mampir toilet tadi, pas mau balik malah liat kamu disini kayak orang ngelamun"
"Oh ya udah balik sono"
"Kamu juga, nanti kesurupan loh kalau kelamaan ngelamun disini", kata Asta sembari tertawa dan berjalan mendahuluiku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kala itu,
Romance"surat?" tanyaku dalam hati. Warna biru yang terjatuh dari lokerku tadi adalah warna dari sebuah amplop berwarna biru. Aku membaca sekilas, "Haza Adhitama, terima kasih", hanya satu kalimat yang tertera di dalam secarik kertas. Kira kira siapakah ya...