11. Sedingin salju.

1.4K 90 42
                                    

☘️☘️☘️

Hari berganti, minggu berlalu bulan, hubungan Isma dan Dito semakin dingin. Bila dulu, pagi hari akan terasa menyenangkan dengan canda tawa menyambut hari, kini hambar yang semakin terasa.

Sebenarnya Dito merasa tidak enak dengan keadaan itu, tetapi sikap Isma berubah menjadi pendiam setelah pulang dari rumah sakit. 'Mungkin dia masih bersedih,' batin Dito menanggapi sikap Isma.

Hanya saat berkunjung ke rumah Hanna saja sikap Isma melunak dan bersikap biasa terhadap suaminya.

Hanna -mertua Isma- paham kesedihan yang dirasakan menantunya karena dia pernah merasakan hal serupa saat kehilangan anak pertamanya yaitu kakaknya Dito yang baru dalam kandungan Hanna selama satu bulan.'Belum rejeki! Jangan terlalu bersedih. Berdo'a semoga segera di kasih lagi.' kata-kata bijak Hanna yang menguatkan Isma. Tidak seperti sikap Dito yang seakan menghakimi, Hanna bersikap lebih bijaksana memaknai kemalangan yang terjadi dengan bakal calon cucunya.

Hubungan dingin Dito dengan Isma yang beku juga berimbas pada hubungan sebagai suami-istri. Apalagi Dokter Silvana mewanti-wanti agar Isma tidak kembali mengandung paling tidak selama tiga bulan setelah prosedur kuretase. Hal itu membuat Dito kalang kabut.

Dulu sebelum beristri Isma, dia tidak terlalu mempermasalahkan hal itu. Kesibukan bekerja cukup menguras tenaga dan pikirannya, jadi sangat jarang dia berpikiran hal yang aneh-aneh. Sekarang, setelah beristri Isma, hal itu seperti candu. Jangan salahkan, karena dia juga laki-laki normal, tetapi sebisa mungkin dia tahan sambil menunggu hubungannya dengan sang istri mulai membaik.

***

Isma memarkirkan motor matic-nya di depan pintu pagar rumah Isna.

Tadi, Isna menelpon dan menyuruh Isma untuk membelikan obat sakit kepala dan minyak kayu putih karena Isna sedang sakit. Isma yang hendak ke Supermarket Sejahtera hanya mengiyakan karena kasihan Isna sedang di rumah sendiri, sedangkan anaknya Dita sering di bawa Sandi - Suami Isna- untuk bermalam di rumah istri pertama Sandi.

Entah bentuk hubungan apa yang terjadi antara Isna dan Sandi? Isma masih merasa bingung.

"Assalamualaikum, Mbak Nur!" sapa Isma sambil berjalan masuk ke halaman. Tatapannya masih terpaku memilah barang-barang titipan Isna.

"Mbak ...," Isma menghentikan sapaan saat matanya mendapati pemandangan lain.

Isma terus pandangi dan memastikan benda yang di lihatnya.

Tak ingin terlalu larut dalam keraguan, hatinya mengajak untuk mencari pembuktian.

Isma melangkah masuk. Perlahan langkahnya semakin berat melihat barang-barang yang bercecer di lantai rumah Isna.

Ragu, tapi hatinya memaksa untuk maju. Isma semakin lemas, otot kakinya seakan lunglai. Terus melangkah, dia mendekati ruangan di mana terdengar suara yang memuakkan.

Seketika Isma membeku. Hatinya tercambuk rasa sembilu. Isma membekap mulut membuat barang-barang Isna berhamburan di lantai depan kamar.

Kegaduhan yang di buat Isma membuat dua orang di dalam kamar menghentikan aksi. Dua orang berbeda jenis itu juga kaget dengan keadaan yang terjadi.

Isma tak berucap, tetapi sakit hatinya jelas tercetak dari pandangannya yang nanar.

"Dek," lirih Dito.

Isma masih terdiam. Hatinya dihujam kesakitan menyaksikan suaminya tengah bergumul hasrat dengan tetangganya sendiri.

"Dek," Dito yang hanya memakai celana boxer berdiri ingin mendekati Isma, tapi istrinya mundur sambil menggelengkan kepala membuat Dito hanya diam termangu sedangkan Isna beringsut dan menarik selimut menutupi tubuhnya yang setengah telanjang.

Pebinor Bucin.(Sudah Tamat di Kbm-app) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang