Nasib/Kesalahan?

22 3 3
                                    


Pagi hari, burung saling bernyanyi menyuarakan isi hatinya, matahari menyapa semua makhluk di bumi dengan sinarnya, dan manusia itu masih tengkurap dengan bekas air liur yang mengering, sangat menjijikkan. Alarm pun berbunyi dengan nyaring, membuatnya sedikit terusik dan akhirnya terbangun dari tidurnya. Dengan perasaan yang sangat teramat malas, dirinya bangun dan membuka tirai kaca yang berhadapan langsung dengan rel kereta api.

Matahari sudah memberkatinya dengan sinar yang menyentuh lembut kulitnya, tetapi malas tetap menyelimutinya enggan untuk pergi. Dengan secuil semangat dan harapan dirinya masuk ke kamar mandi dan berniat untuk membersihkan diri dari kutukan duniawi.

Setelah keluar dari kamar mandi, tubuhnya terlihat segar, tidak dengan wajahnya yang masih sama kusutnya. Dengan tergesa-gesa ia memakai baju lusut yang di gantung di belakang pintu. Lalu dengan keadaan yang masih tidak rapi dirinya memakai sepatu dan menyambar tas kantornya. Setelah di rasa semuanya telah ia pakai dan bawa, dirinya keluar dari rumah sederhananya dan tidak lupa menguncinya. Berlari kecil sambil menuruni tangga sudah menjadi olahraga paginya.

“Oi Dika! Baru berangkat jam segini?” Teriak salah satu pria paruhbaya yang hanya menggunakan sarung dan singlet yang agak basah.

“Iya!!” Balasnya dengan sedikit berteriak dari atas sepeda motor bututnya.

Ya namanya Dika, Dika Candramawa, hamba Tuhan dengan kegelapan dan cahaya yang bersatu. Sangat indah, tak seindah hidupnya yang hancur lebur seperti bubur. Mau digimanakan lagi waktu sudah terlanjur berputar, berjalan, dirinya tidak akan pernah bisa menghentikan, apalagi memutar ulang waktu, sangat tidak mungkin.

Untung saja dirinya tak memiliki mobil jika tidak dirinya tak akan bisa menyelip di antara kemacetan lalulintas kota ini. Sesampainya di halaman parkir sebuah gedung pencakar langit, dirinya turun dari motor bututnya dan pergi untuk memasuki gedung tersebut.

Dengan sedikit berlari dirinya menyelip di antar para karyawan lain yang memasuki lift. Bagaimana bisa? Ya, ini salah satu keuntungan susah makan, lebih tepatnya tidak ada uang untuk membeli makanan yang bergizi, jadilah tubuh yang kering kerontang bak tengkorak hidup.

Sesampainya di lantai yang ia tuju dirinya duduk di antara cubicle yang banyak di ruangan itu. Dengan cepat dirinya mengetik sesuatu di computer. Dan merasa lega ketika jarum jam menunjukkan waktu yang tepat kali ini.

“Akhirnya dah sampai ni bocah! Tumben lu tepat waktu?” Ucap seorang wanita di sebrang cubiclenya.

“Gue gak mau di pecat kali Shel!” Balas Dika sambil menyeka keningnya yang basah akan keringat.

“Oi Dika! Kau dipanggil sama direktur!” Ucap seorang pria dengan perut buncit dibalik kemejanya. Dia adalah ketua tim, seorang yang sangat berbahaya bagi Dika.

“ Baik ketua.” Balas Dika dengan hati yang cemas, baru saja ia menghela nafas karena beruntung waktu absennya tidak terlambat, Sepertinya nasib tidak memperbolehkannya menghela nafas kali ini.

“Semangat!” Bisik teman wanitanya yang menyapa nya pertama kali.

Dengan tangan gemetar dirinya berjalan menuju lift dan memencet tombol sesuai dengan lantai di mana ruangan direktur berada. Sesampainya di depan ruang direktur dirinya sesekali menggosokkan kedua telapak tangan dengan cemas, sebelum dirinya memutar knop pintu itu.

Akhirnya pintu terbuka dan menampakkan seorang pria dengan kumis tebal dan setelan jas yang bermerek. Dirinya membungkuk memberi salam, lalu sesuai perintah dirinya duduk di depan direktur.

“Dika, kali ini saya tidak bisa memaafkanmu. Berkas yang kau garap tidak ada yang benar sama sekali! Banyak sudah kesempatan yang saya berikan. Kali ni saya tidak bisa tetap membiarkanmu bekerja di perusahaan saya. JIka saya tetap bermurah hati semua karyawan akan menjadi sepertimu.” Ucap direktur yang membuat muka Dika berubah menjadi pucat pasi.

“Maksud direktur, saya dipecat?” Tanya Dika yang masih tak percaya dengan realitanya kali ini.

“Ya Dika, cepat bereskan tempatmu dan pergi. Karena sebentar lagi ada orang yang menggantikanmu.” Jawab direktur mampu membuat dirinya tertohok.

“Ini uang pesangonmu. Gunakan dengan sebaik_baiknya.” Lanjut direktur sambil memberikan amplop tipis kehadapannya. Dengan tangan yang gemetar dirinya pun mengambil amplop itu dengan paksa dan segera pergi dari ruangan tersebut dengan perasaan kecewanya.

Terlihat di salah satu cubicle teman wanitanya tadi terlihat mengerjakan sesuatu dengan sangat serius, rasanya tak ingin mengganggu. Tapi, jika tidak berpamitan, apakan pamtas? Sebab hanya teman wanita itulah yang selalu ada di sampingnya.

“Shel, gue balik dulu.” Ucap Dika lalu membawa tasnya dan pergi meninggal temannya, tanpa menunggu sepatah kata dari temannya itu.

Dirinya mengendarai motornya dengan kecepatan sedang dan biasa saja. Masi terbesit rasa kecewa, tetapi apalah gunanya. Toh tak akan bisa merubah nasibnya. Yang penting sekarang adalah pulang dan tidur. Mungkin kali ini tidurnya akan cukup merubah mood yang ada dalam benaknya.

Di gang yang sempit itu Dika berhenti dan memarkirkan motornya. Dan memasuki bangunan tua yang tak layak huni itu. Terlihat seorang pria paruh baya yang tadi pagi menyapanya tetap ada di sana sambil menikmati kopi dan membaca koran. Sangat tentram hidupnya.

“Udah balik Dik? Cepet banget pulangnya?Bangkrut ye perusahaan tempat kamu kerja?” Tanya Pak Tua itu membuat bibirnya tersenyum dan nyaris tertawa. Ntahlah kenapa dirinya ingin tertawa.

“Bukan, gue yang bangkrut.” Jawab Dika dengan bibir tersenyum masam. Membuat Pak Tua itu sedikit khawatir.

“Coba kamu lamar kerja di mini market aja Dik.” Ucap Pak Tua memberi usul, sangat membantu sih, tetapi Dika masih tidak ingin memikirkan pekerjaan.

“Iya.” Balas nya lalu melanjutkan jalan menaiki tangga.

Sesampainya di dalam rumah, Dika membaringkan tubuhnya di atas tilam dengan tangan dan kaki yang merentang. Dasinya sudah terlepas kancing kemejanya pun sudah terbuka sampai kancing ketiga. Suara rel yang bergesek dengan roda kereta pun membuat suasana yang hening menjadi berisik.

Akhirnya dirinya memutuskan untuk bermain game online untuk mengembalikan moodnya yang sekarang lagi hancur. Tangannya masuk dan mengambil smartphone nya. Dan meluncurkan jari jemari yang sudah terlatih untuk menari diatas layar benda pipih itu.

Di tengah permainan yang lagi seru-serunya, sebuah email masuk dan mengganggu. Masih ia lanjutkan permainan, tanpa menghiraukan email itu. Tapi lama kelamaan email terus masuk dan memenuhi notifikasi yang ada di layar smartphone  nya. Dengan kesal dan mood yang kembali memburuk, dirinya mengetuk notifikasi itu.

Dan betapa terkejutnya dirinya saat mengetahui apa isi email tersebut.

...

T.B.C
Thanks for reading my first story in WP
Don't forget to vote, share, and coment
Jangan lupa vote, share, dan komennya

Jangan jadi mute readers setidaknya beri jejak😂😂😂

Thanks
🕊️🕊️🕊️

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 19, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Kembali dan BerubahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang