Hari sudah sore, dan aku baru sampai rumah
"Revo, kok sore banget pulangnya?" tanya ibu dengan penuh kecemasan.
"Maaf bu, tadi di jalan macet."
"Revo, ini helmnya kok kebaret?"
"Tadi helmnya jatuh di parkiran bu."
"Oh, yaudah kamu makan sama mandi dulu gih."
"Iya bu"
Selesai makan, aku langsung pergi kekamar, aku ingin melupakan kejadian-kejadian tadi, karena memori itu menghantui ku. Akhirnya akupun berusaha untuk tidur dengan sangat tidak nyaman. Kasur empukku terasa sangat keras dan kasar. Bantalku terasa seperti batu dan udara terasa sangat dingin. Akupun menutup mata dan seketika tertidur.
Tak...
Tak...
Tak...
Aku terbangun, mendengar suara ketukan dari jendela yang tiada hentinya. Aku menyalakan lampu kamarku, dan melihat jam, waktu menunjukkan tepat pukul 3 pagi. Aku merasa bahwa jika aku mengecek keluar jendela merupakan ide yang sangat buruk. Aku membuka korden kamarku, aku terkejut dan jatuh tersungkur. Bercak darah yang berbentuk tangan menghiasi jendela kamarku. Sosok Vincent kembali lagi, dengan hidung yang patah dan bengkok kesamping kanan, muka yang bercucuran darah, dengan sisa 1 mata berwarna merah karena pembuluh darah pecah yang hampir jatuh keluar, ia memandangku dengan mata yang terisi dengan amarah.
Aku melihat dia berjalan, perlahan-lahan membuka pintu rumahku dan masuk kedalam. Seketika, aku dapat merasakan suhu kamarku yang dingin. Rasa takut menyelimutiku. Kamar yang terang oleh lampu terasa gelap gulita. Banyak barang yang berjatuhan dan berserakan di mana-mana, semua terasa begitu ramai. Aku tidak bisa berbuat apa-apa. Aku memberanikan diri untuk keluar kamar. Dengan perlahan, aku berjalan mengelilingi rumahku, mencari sebuah sosok. Diruang tamu, Vincent duduk menatapku, aku dapat melihat kepala Vincent dengan muka yang hancur dan kepala yang pecah.
Aku keluar rumah. Aku berhenti di belakang tiang listrik, menghela nafas ku. Aku mulai tenang, aku telah melarikan dari Vincent. Seketika kebahagiaan itu hilang, aku melihat lagi Vincent, dia berjalan dengan pelan daring ujung gang. Aku lanjut berlari, aku bersemunyi di bengkel motor langganan ku di depan gang. Aku berfikir sejenak, apa yang harus aku lakukan? Aku memutuskan untuk berlari lagi dengan panik, dan pada akhirnya tersandung batu dan terjatuh. Vincent muncul lagi di hadapan ku, dan kali ini dia berbicara dengan ku
"Apa yang kamu mau?" aku tidak bisa berkata apa-apa,
aku berusaha untuk berdiri dan melarikan diri, tapi Vincent mencekik ku dan mengangkatku.
"Mau lari? Kamu tidak bisa lari, dimanapun kau akan pergi aku akan terus ada, menghantui mu."
Aku berusaha untuk tidak melihat muka Vincent yang hancur itu, dia melepaskan tangannya dari leherku, aku terjatuh dan pingsan karena aku kekurangan oksigen. Cahaya matahari menyinari kamarku dan aroma nasi goring membangunkanku dari tidur, Ibu langsung masuk ke kamar ku dan menanyakan apa yang terjadi.
"Revo kamu kenapa? Semalam pak satpam menemukan kau di tengah jalan, leher kamu juga berdarah tapi gak ada yang luka." Kata ibu
"Aku juga lupa bu." Kata ku berbohong, karena aku pasti tau ibu tidak akan percaya jika aku menceritakan apa yang terjadi.
"Kamu berantem? Gang motor kamu itu?" tanya ibu
"Ngak kok bu, geng motor Revo kan baik."
"Yaudah, kamu makan dulu sana, Ibu sudah suruh pak satpam untuk menelusuri lebih dalam."
Aku menuruti perintah ibu, aku makan sangat lahap pagi itu sampai hamper tidak sadar bahwa saku hamper telat sekolah. Dengan bergegas aku bersiap dan pergi kesekolah. Ku menghembuskan nafas ku, hampir saja telat masuk. Bel pelajaran terakhir berbunyi, aku berlari ke loker ku untuk mengambil buku matematika.
Hari itu terasa aneh. Aku selalu merasa ada sesuatu yang buruk akan terjadi. Benar saja hal itu terjadi, aku membuka lokerku, di dalamnya hanya ada satu lembaran kertas, yang kotor dan penuh dengan darah, aku membaca surat itu
Hai Revo,
Temui aku di tempat kecelakaan, sekarang juga Jangan kamu sekali-kali berpikir untuk kabur Aku hanya mau berbicara Temui aku, jika tidak, orang tua mu akan terkena ulahmu sendiri - Vincent
Jantungku berdebar sangat cepat, aku tidak mau orangtuaku celaka. Aku menaruh surat itu didalam kantongku dan bergegas ke parkiran motor. Untung saja satpam sekolah sedang tidak ada, jadi gerbang sekolah tidak dikunci .
Hari sudah mulai sore, aku ngebut di jalanan agar bisa sampai ketempat kecelakaan itu. Aku mengerem, karena ada lampu merah. Vincent berdiri dibawah lampu merah, tatapannya sangat mengerikan, aku berusaha untuk menoleh kearah lain tapi Vincent selalu ada dimanapun aku melihat. Aku langsung melaju lagi, saat aku melihat di kaca spion ku, disitu Vincent muncul lagi. Dibelakangku, dengan motornya yang hancur. Aku meningkatkan kecepatan, berusaha agar Vincent tertinggal dibelakang, namun itu tidak berhasil.
Akhirnya aku sampai di tempat kecelakaan Vincent, aku melihat dia sedang berdiri
"Vincent, aku minta maaf."
"Permintaan maaf tidak cukup, apa yang kamu lakukan padaku tidak bisa di maafkan!"
Vincent mencekik ku lagi, bau mayat sangat menyengat membuat hidungku mimisan. Vincent ingin membunuhku, nyawa untuk nyawa.
"Vincent Jangan, aku akan melakukan apa saja!"
Vincent melepaskanku dan seketika aku terjatuh dan sesak nafas.
"Turuti perintahku, dan kau tidak akan mati."
Aku tidak punya pilihan lain, akirnya aku menuruti perintah Vincent. Yang pertama adalah pengakuan, aku pergi ke rumah orangtua Vincent, aku memberitahu mereka bahwa aku membunuh Vincent. Orangtua Vincent menangis, mereka tidak mengira bahwa akulah penyebab kecelakaan Vincent dan mereka mengira bahwa aku anak yang baik.
Waktu berjalan sangat cepat, tidak terasa aku sekarang sudah duduk di bangku pengadilan, hari itu sangat suram, banyak tangisan, dan banyak kekawatiran. Aku tidak tau apa perasaan kedua orangtua ku, mengetahui anaknya adalah pembunuh, apa yang dirasakan Ibu. Aku dijatuhi hukuman penjara atas pembunuhan berencana.
Dua hari setelah pengadilan, geng motorku dibubarkan, karena kejadian itu orangtua setiap anggota membubarkan geng motor kita. Aku masih sering melihat Vincent didalam penjara, tubuhnya masih hancur, dengan bau mayat yang menyengat. Aku kadang-kadang melihat dia ditaman, di tempat makan, dan juga di sel penjaraku.
Jika kamu menemukan jurnal ini, mungkin kamu akan percaya. Orang-orang berkata aku telah gila, selalu melihat sosok Vincent, kapan dia akan berhenti muncul, kapan aku akan keluar dari tempat ini? Tidak ada yang tau.
11/05/1995
KAMU SEDANG MEMBACA
Motoran
HorrorDendam, yang membara di dalam hati ku, membutakan aku tentang apa yang aku perbuat. Penyesalan, datang setelah perbuatan, menghantui dan merusak hidup kita.