25. Berdua

1.3K 182 52
                                    

Adakah yang masih menanyikan cerita ini?

Jadi gimana? Mulai ada kubu Kafin Gista juga yaa... Hihiii

Boleh minta komen yang banyak?

Happy reading ❤

Ceceran darah di lantai membuat Kafin yang baru saja kembali di tempat dimana dirinya meninggalkan Cal, tersentak. Matanya langsung mengarah pada sofa kosong yang semula diduduki oleh kekasihnya itu. Tanpa berpikir panjang, Kafin langsung berlari mengikuti jejak cecetan darah yang ternyata mengarah pada kamar gadis itu di lantai dua rumah kakek dan neneknya.

"Cal?" Kafin tidak bisa menutupi kepanikannya. Pemuda dua puluh dua tahun itu langsung menghampiri Cal yang tengah terduduk di pinggiran ranjang sembari memegangi telapak kakinya yang terus mengucurkan darah. Kafin berjongkok di hadapan Cal, lalu menyentuh kaki Cal yang mengeluarkan darah.

"Astaga!" seru Kafin panik. "Kaki kamu berdarah." Suara Kafin memelan. Matanya sudah beralih pada wajah Cal yang memerah karena menangis.

"Sa-sakit, Yang...." Cal meringis kecil. Walau alasan terbesar air matanya mengalir kali ini karena sikap Kafin, Cal tak menampik bahwa rasa perih dan pegal dirinya juga rasakan pada telapak kakinya. Kedua tangannya pun tak luput dari aliran darah yang s

Kafin mengangguk. Tanpa Cal katakan pun, Kafin sudah dapat merasakan perih hanya dengan melihat luka yang mengalirkan darah dari telaapak kaki sang kekasih.

"Kita ke Rumah Sakit, sekarang!" ujar Kafin sudah bangkit dan bersiap membawa Cal ke dalam gendongannya. Namun, Cal justru menggeleng dan menahan dada sang kekasih dengan tangannya.

"Kenapa?" tanya Kafin.

"Enggak usah," jawab Cal pelan. "Aku enggak apa - apa."

"Enggak usah gimana, sih?" Gigi Kafin bergemeletak. Rasa paniknya bercampur dengan rasa gemas karena penolakan Cal.

"Kaki kamu berdarah sebanyak itu, Cal. Aku takut kamu kenapa - kenapa. Kamu juga tadi bilang kalau ini, sakit 'kan?" ucap Kafin khawatir.

Lagi, Cal menggeleng. "Enggak perlu ke Rumah Sakit tapi ya, Yang? Kamu obatin di rumah aja."

Kafin menggeram kesal. Tangannya mengepal erat dengan tatapan mengintimidasi pacarnya.

"Jangan ngelawan lagi, Kamea!" teriak Kafin tanpa sadar. Dadanya naik turun karena emosi yang menyelimuti benaknya.

Cal lantas beringsut. Wajahnya lantas menunduk, berusaha menyembunyikan kesedihan yang terpancar di wajahnya. Dalam satu hari ini, Kafin sudah membentak tiga kali. Satu hal yang menciptakan luka di dalam hatinya.

Kafin mengmenggeram tertahan. Ia memaki dirinya sendiri di dalam hati karena kembali mengeluarkan suara tinggi di depan sang kekasih.

Kafin tidak buta. Kafin jelas menyadari, apa yang dirinya lakukan telah menyakiti hati seorang gadis yang tiga tahun belakangan ini menjadi kekasihnya itu. Satu hal yang semakin membuat Kafin merutuki dirinya adalah saat Cal yang biasa dominan dan mengutarakan segala macam perasaannya justru tertunduk dan memilih menyembunyikan wajah sedihnya.

Perlahan, Kafin merendahkan tubuhnya. Ia kembali berjongkok di hadapan sang kekasih yang masih terus menunduk. Enggan menatap Kafin yang membuat Kafin semakin diliputi rasa bersalah.

"Cal," panggil Kafin dengan suara lirih. Namun, Cal tampak enggan menyahuti. Gadis itu masih saja menunduk dengan air mata yang masih mengalir di wajahanya.

The BloodTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang