3 Maret 2020, hari ulang tahunku ke-23 tahun. Sejak jam 00.00 WIB, sudah banyak ucapan selamat dan ribuan doa indah berlomba-lomba masuk ke handphone-ku. Aku menyadari semuanya baru sekitar 04.00 WIB menjelang subuh.
Ketika aku bangun dari tidurku, ternyata hiasan lampu warna-warni bertuliskan "HBD DITA" sudah terpasang di kamarku tanpa aku sadari. Memang aku kalau sudah tidur sulit terganggu karena apapun.
Aku kemudian berjalan keluar kamar hendak minum air putih, dan saat pintu terbuka tepukan meriah begitu banyak terdengar. Aku diberi surprise oleh keluarga besarku, karena kebetulan habis ada acara keluarga dan semuanya bisa berkumpul.
Ritual seperti ini memang tidak pernah aku suka sejak dulu. Diberi perayaan saat ulang tahunku, tidak begitu membahagiakan sejujurnya. Tidak ada yang perlu dihebohkan, karena sejatinya aku kehilangan jatah hidupku. Sedih memang.
"Selamat semakin dewasa ya, sayang." Ucap ayahku sambil mengecup lembut keningku.
"Selamat 23 tahun kesayangan bunda. Semoga kakak jadi anak sholehah ya." Ujar bundaku sambil memeluk kemudian.
Ucapan, pelukan dan ciuman dari semua keluargaku bergiliran aku dapatkan. Aku menjadi ratunya di subuh itu.
Tapi, ketika aku selesai menyalami Faza, ada Gio berdiri setelahnya. Laki-laki itu ikut perayaan hari penuh syukurku.
"Selamat yaa, Dit. Semoga di umur kamu ke-23 tahun ini kamu lebih dewasa hadapin aku." Ucap Gio sambil berbisik.
Aku hanya membalas tersenyum sambil berucap terima kasih.
Lebih dewasa seperti apa yang dia harapkan dariku? Apakah dengan merespon semua sikap dan perilakunya adalah tanda dewasaku baginya?
Setelah pertemuan di cafe malam itu, memang tidak pernah sekalipun aku membalas pesan singkat atau mengangkat telponnya. Tidak perlu sekali menurutku. Karena dengan aku membalas semua sikapnya, itu berarti aku memberi harapan baru untuknya. Sedangkan nyatanya, aku tidak pernah sedikitpun berniat ingin berteman lebih dengannya.
Tentang doa panjangnya untukku, biarlah dijawab sebagaimana mestinya nanti. Jika memang aku berjodoh dengannya, aku yakin perasaan untuk Dimas akan hilang begitu saja. Tapi nyatanya sekarang, rasaku untuk Dimas selalu bertambah setiap hari.
Di subuh itu, aku dan beberapa keluargaku solat berjamaah di ruang tengah rumahku. Suasana saat itu begitu khusyuk dan menenangkan sekali. Apalagi mendengar lantunan ayat suci alquran dari imam. Suaranya lembut tapi lantang dengan irama yang indah. Aku belum pernah mendengar suara itu selama ini di keluarga besarku.
Selesai solat, aku berusaha mencari tahu siapa yang menjadi imam solat tadi. Ketika aku mulai berdiri untuk melipat mukenahku, terlihat jelas siapa orangnya yang membuat aku terpukau. Dia Gio. Sungguh di luar prediksiku.
Untuk pertama kalinya, aku kagum kepada Gio. Laki-laki itu ternyata punya cara lain menarik simpatiku. Aku mulai melunak ingin mengenalnya lagi.
"Faza, tadi yang jadi imam bagus yah suaranya." Ucapku kepada Faza sambil berjalan menaruh mukenahku.
"Kamu mulai suka yaa sama Gio?" Jawab Faza langsung to the point.
"Apa-apaan sih kamu. Aku cuman sebatas kagum."
"Biasanya dari kagum jadi cinta." Ucap Faza sambil cekikikan dan berlari menjauhiku.
Aku berusaha mengontrol hatiku segera untuk tetap biasa saja. Aku tak ingin ucapan Faza menjadi kenyataan.
****
Ketika aku sedang membuka kado-kado ulang tahunku, ada satu bingkisan yang menarik perhatianku. Dari luarnya saja sudah terlihat manis dan menjadi warna kesukaanku.
Di sudut kanan atas bingkisan itu tertulis nama Gio Alvino. Aku tidak asing dengan pemberi kado ini. Aku menjadi tidak tertarik lagi untuk segera membuka pemberiannya.
Tapi, ketika aku hendak menaruhnya kembali, ada selipan kertas yang berharap untuk dibaca sekarang.Aku buka lipatan kertas berwarna merah muda itu dan terlihat tulisan tangan yang begitu rapi dengan tinta berwarna biru. Perpaduan yang indah bagiku, antara warna kertas dan pena si penulis.
"Assalamualaikum, Dita. Semoga kamu bersedia membaca suratku sampai abis.
Selamat ulang tahun ya, buat kamu. Di hari ini tentu banyak ribuan doa yang dihadiahkan untukmu. Tanpa terkecuali doa indah dariku.
Aku meminta dengan tulus kepada Tuhan, agar kamu selalu diberi penjagaan. Tubuhmu disehatkan selalu dan dijauhkan dari hal yang kamu sendiri tidak bersedia menerima. Bahagiamu selalu dilebihkan, sedihmu dikurang-kurangkan.
Hal baik lain tentunya lebih banyak lagi aku doakan untukmu, tapi cukuplah menjadi rahasiaku dengan pencipta kita.
Namun, ada satu hal lagi yang menjadi doaku yang paling sungguh. Aku ingin kamu bersedia melembutkan hatimu untuk mengenal aku lebih dalam.
Maaf jika aku punya kehendak di luar inginmu, tapi itulah inginku yang paling keras saat ini.
Tertanda,
Gio. "Itulah isi surat dari Gio yang langsung aku lempar ke tempat sampah bekas bungkus kado pemberian sahabat dan keluargaku.
****
KAMU SEDANG MEMBACA
Dalam Diam Kita Bertemu
Teen FictionCerita ini tentang seorang perempuan bernama Dita yang jatuh cinta diam-diam pada sosok lelaki yang menjadi idamannya sejak lama. Selama perjalanan hidupnya, laki-laki beruntung itu selalu dicintai dengan kuat dan dijaga dengan bantuan Tuhannya. Ke...