Hari-hariku berjalan normal sejak insiden surat tanpa identitas pengirim yang aku temui di lokerku. Sempat beberapa hari surat itu mengganggu pikiranku, membuatku bertanya-tanya siapa pengirimnya. Akan tetapi karena tidak ada surat lanjutan, aku mulai meyakinkan diriku bahwa surat itu hanya surat iseng. Bahkan mungkin ulah iseng Asta Daviandra, orang paling iseng di dunia ini sekaligus sahabat terbaik yang pernah aku kenal. 15 tahun sahabatan dengan 4 kali tonjok-tonjokan karena kesalahpahaman dan kebodohan kita. Sempat terpikir untuk menanyakan langsung ke Asta, tapi kemudian niat itu aku urungkan karena tak ingin jika Asta merasa menang karena berhasil menjahiliku.
9 hari berlalu sejak surat pertama, aku bahkan sudah melupakan perihal surat tempo itu dan disaat itu amplop dengan warna biru yang sama persis dengan sebelumnya kembali muncul di lokerku, terletak di atas tumpukan buku. Segera kubuka amplopnya dan memeriksa isinya. Masih sama seperti amplop pertama, berisikan secarik kertas tetapi kali ini kalimat yang tertulis di dalamnya sedikit panjang, berbahasa Inggris, tapi masih dengan tulisan tangan yang sama.
Is your favorite color blue?
Do you always tell the truth?
Do you believe in outer-space?
Now I'm learning you
Tertulis diatas selembar kertas putih dengan tinta hitam, tetap rapi. Aku tak tahu siapa pengirim surat ini dan aku mulai ragu dengan kecurigaanku yang pertama, Asta tak akan bercanda seperti ini, terlalu berlebihan bahkan untuk seorang dengan tipe seperti Asta.
"Woy, doyan banget si nongkrong sambil ngelamun depan loker", Aku segera membalikkan badan dengan sedikit emosi karena Asta berhasil mengagetkanku, tetapi justru pandanganku tertuju pada siluet seorang perempuan yang terburu-buru meninggalkan tempatnya berdiri.
"Apaan tuh?" Tanya Asta penasaran, sialnya kali ini ini aku tak sempat menyembunyikan amplop beserta isinya.
"Bukan apa-apa, kertas biasa doang. Kamu ngapain sih ngagetin mulu?" Tanyaku dengan agak sinis, hanya untuk sekedar mengalihkan fokus Asta pada kertas yang masih ku genggam.
"Santai dong, aku mau ngajak kamu ngeband nih. Buat isi Acara akhir semester nanti"
"Bareng siapa aja?"
"Ada anak kelas lain, nanti gue kenalin"
Kami pergi ke ruang musik, teman teman yang lain sudah ada semua disitu. Asta mengenali ku kepada semua teman teman band yang lain.
"Lah vokalisnya mana sih lama banget sih" keluh Asta setelah beberapa kali
Tak lama, perempuan berambut pendek mengetuk pintu pelan dan membuka pintu ruang musik. Wajah bulat itu tersenyum sambil memperlihatkan giginya yang tertata rapi.
"Hai maaf maaf aku telat, salah ruangan tadi"
"Nah datang juga nih anak, sini aruna aku kenalin sama yang lainnya" Ajak Asta
"Teman-teman, ini Aruna. Aruna yang akan jadi vokalis kita" lanjut Asta
Aruna hanya tersenyum manis. Sepenilaianku Aruna adalah orang yang kalem, manis, murah tersenyum dan sepertinya pintar.
Ini sudah memasuki bulan ketiga band kita terbentuk dan sudah lebih dari 2 bulan juga kita selalu bersama. semakin hari semakin terlihat bahwa Aruna tidak sekalem awal pertemuan, dia adalah sosok yang periang bahkan terkadang terlewat riang. Dia seolah-olah tidak memiliki masalah sama sekali di dalam hidupnya. setiap berada disekelilingnya, aura positifnya akan selalu menyebar. Aku cukup akrab dengan Aruna, bahkan semua orang akan langsung akrab dengan Aruna.
"Hazaaaa nemenin aku ke kantin dong" rengek Aruna yang entah dari mana bisa langsung ada tepat disebelahku, melingkari lengannya di dalam lenganku sambil sedikit menarikku untuk mengikuti langkahnya. Aku terdiam, salah tingkah
"ta.. tapi aruna"
"udah ikut aja kenapa sih, Zia ga masuk hari ini", Ujar Aruna.
Hari-hari berlalu seperti biasa, kita tetap melakukan latihan band rutin. semua anggota band sangat amat akrab dengan aruna, khususnya Asta. Kadang bagiku mereka lebih terlihat seperti pasangan dibanding hanya sekedar teman atau sahabat, sejujurnya ada sedikit kecemburuan di hatiku ketika melihat mereka bersama, perlahan ku tepis rasa itu. Aku menghibur diriku dengan kembali memandang tumpukan surat yang kutata rapi di dalam loker. Ah yah, mengenai surat-surat kaleng itu, mereka masih saja berdatangan di lokerku. Masih dengan ciri khas yang sama dan aku masih tetap tidak tau siapa pengirimnya. Ada peningkatan dari isi surat-suratnya. Saat ini isi suratnya banyak menceritakan tentang kehidupan dia dan beberapa kali ungkapan perasaannya kepadaku. Jujur, ini yang pertama buatku merasa seseorang mencintaiku dengan cara seperti ini. Ditengah kesibukanku melihat tumpukan surat serta membuka beberapa surat-surat terbaru, membacanya lagi sembari berharap menemukan clue pengirim surat itu, aku mendengar suara kecil dari dua orang wanita dari balik jendela ruang loker.
"Hihihi dia lucu banget sih, aku suka" Ujar wanita dengan suara lembut itu
"Ya kamu samperin lah kalau memang suka, bukan diam-diam liatin dari jauh kayak orang gila gini", Kata wanita dengan suara yang lebih tenang dan agak dalam.
"Kalau aku berani samperin, ga mungkin berbulan-aku kirimin surat" Wanita dengan suara lembut melancarkan pembelaannya.
"Tunggu, surat? Jangan-jangan..." Otakku mulai berfungsi normal kembali setelah sedari tadi hanya terfokus untuk menajamkan pendengaran yang kugunakan untuk menguping percakapan dua orang tersebut. Berusaha secepat kilat untuk menghampiri dua orang itu, alih-alih berhasil melihat sosok keduanya, aku malah menabrak meja security yang berada dekat pintu masuk ruang loker. Setengah meringis aku berjalan berlari ke arah suara tadi berasal, "Astaga aku terlambat". Kedua wanita itu sudah menghilang dari tempat mereka berbisik tadi, mungkin mereka mendengar suaraku saat menabrak meja.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kala itu,
Romans"surat?" tanyaku dalam hati. Warna biru yang terjatuh dari lokerku tadi adalah warna dari sebuah amplop berwarna biru. Aku membaca sekilas, "Haza Adhitama, terima kasih", hanya satu kalimat yang tertera di dalam secarik kertas. Kira kira siapakah ya...