Satu hari di bulan Juni.
Sudah masuk bulan kedua musim semi dan cuaca kian menghangat. Well, kamu menyukai musim ini sedangkan Luhan lebih suka musim dingin, 'Aku gak perlu sering mandi' adalah alibi andalan Luhan.
Kamu baru saja menyelesaikan sesi sarapan dan mencuci piring bersama Luhan ketika ponselnya berdering menandakan adanya sebuah panggilan masuk. Kakinya melangkah cepat untuk meraih ponselnya di meja ruang tengahㅡadalah peraturan tak tertulis untuk makan dengan tenang tanpa gangguan ponsel. Kamu meraih handuk kecil yang tergantung di sisi wastafel untuk menyeka tanganmu.
"J'ai juste eu de la soupe, Ma," Suamimu mengapit ponselnya di antara bahu dan kepalanya. Ia melangkah kembali ke dapur untuk mengambil segelas air bersamaan dengan kamu yang menoleh, berbisik untuk bertanya siapa yang menelepon.
(Aku baru aja makan sup, Ma.)"Mama," jawabnya tanpa suara, kemudian ia melanjutkan kegiatannya yang tertunda, meminum segelas air.
Kamu mengangguk sekilas sebelum berlalu, "Duduk minumnya."
Lelakimu refleks menuruti ucapanmu, airnya nyaris tumpah melewati bibir gelas yang tidak menempel dengan mulutnya. Ia menyeka bibirnya dengan jemari ketika sang Ibu mengomel soal dirinya yang jarang menghubungi kedua Orang Tuanya. Luhan mengangguk pasrah begitu Ibunya meninggikan suara.
"Kamu tuh, inget nggak sih punya Ibu sama Ayah di sini?" tanya sang Ibu, nadanya naik di ujung kalimat. "Masa cuma Istrimu yang kirim chat, ngabarin, kamunya nggak tau kemana."
"Aku jarang lihat hp," Luhan berkilah, tentu saja upaya pembelaan agar Sang Ibu tidak berlanjut memarahinya. Salahnya sendiri sih jarang memberi kabar.
"Kebiasaan, Mama yakin kamu nggak tau juga tuh kalo Istrimu hamil."
"Ya kanㅡQuoi?!"
(Apa?!)Tungkainya ia bawa berlari mencari keberadaanmu, jantungnya menggila atasㅡentah dirinya harus menyebut apa mengenai kabar ini. Ujung jemarinya mendingin, ocehan sang Ibu di ujung sambungan pun tak dihiraukan. Kepalanya sibuk mencari, dan begitu tubuhmu tertangkap oleh matanya, ia berlari masih dengan ponsel dalam genggaman.
"Kamu kasih kabar apa ke Mama?" tanya Luhan tiba-tiba. Bibirnya hampir memucat, bulir keringat memenuhi keningnya, pemandangan itu membuat dahimu mengerut dalam.
"Apa sih?"
Luhan mencengkeram lenganmu, tidak sampai membuatmu meringis namun cukup membuatmu tersentak pelan. Kamu menatap Luhan tidak mengerti, kemana dan apa konteks pembicaraan ini sebenarnya?
"Kamu coba deh, pelan-pelan. Pourquoi?"
(Kenapa?)Lalu ia menarik napas panjang sebelum mengembuskannya, perlahan ia melembutkan tatapannya dan kamu dapat melihat binar penuh ke-antusiasan di sana.
"Kamu...udah ngabarin Mama apa aja?"
Dua puluh detik setelah pertanyaan itu, kamu seketika menahan napas dan mengerjapkan kelopak matamu cepat. "Mama bilang apa?"
"Sayang, please...Il suffit de répondre..."
(Jawab aja...)Kamu mengulas sebuah senyum tipis. "Ya kamu dengernya apa?"
"Vous enceinte," jawab Luhan langsung.
"I am."
"No..."
Melihat Luhan yang akan menangis membuatmu ingin tertawa sekeras yang kamu bisa. Namun alih-alih tertawa keras, kamu meraih tangannya yang begitu dingin dan bergetar.
KAMU SEDANG MEMBACA
[Imagine Series] - EXO Version
FanfictionWhat if EXO Members be your boyfriend, bestfriend, or maybe-brother? Imagine Series #1 📍 Start : September 2017 📍 Revisi 📍 Imagine Area. Harsh comment not allowed.