Chapter 2

19 3 1
                                    

Disinilah Rey berada sekarang, di gerbang sekolah salah satu SMP elite dikota Jakarta. Dia menyandarkan dirinya di pintu gerbang yang terbuat dari besi itu sambil mendengarkan musik dari earphone kesayangannya itu.

Bel sekolah itu berbunyi tanda pulang sekolah, semua orang yang lalu lalang untuk pulang ke rumah masing-masing terheran-heran karena ada murid dari sekolah lain berada di pintu gerbang, apalagi setelah mereka melihat seragam sekolah yang begitu familiar bagi mereka, ya, semua orang tahu seragam itu, seragam yang sering dipakai oleh anak anak berandalan dari SMA Randalsbyang sering memalak anak anak SMA lain, dan tak terkecuali SMA Hamsa yang saat ini rey berada.

Keberadaan Rey, tentunya membuat semua murid SMA Hamsa menjauh ketakutan, padahal Rey bukanlah anak berandalan seperti yang mereka kira.

Tak lama kemudian,
"Hai Rey," seseorang memanggil Rey dari belakang, Rey pun berbalik dan melihat cewek cantik dengan rambut panjang nya yang terurai sedang melambaikan tangannya kearah Rey, dia adalah Eline, sahabat Rey sejak kecil. Mereka selalu  berdua kemanapun, bahkan tak jarang orang mengira bahwa mereka pacaran.

Sebenarnya Rey memang mencintai Eline, tetapi  karena Eline sahabatnya sendiri dan ia tidak ingin persahabatan nya hancur semakin membuat ia tidak berani mengungkapkan perasaan nya.

Tanpa basa-basi Eline langsung menggandeng tangan Rey.
Baru berapa langkah berjalan, Eline mencubit pinggang Rey dan berbisik,
"Kamu habis berantem ya Rey?" tanya eline yang belum melepaskan cubitannya,

Rey pun tidak tahu mau bilang apa kepada Eline, ia memilih untuk diam.

Karena Rey tidak kunjung menjawab pertanyaannya, Eline membuat cubitannya semakin keras.
"Coba menunduk biar aku lihat," perintah Eline kepada Rey.
Dengan lesu Rey mengikuti perintah gadis yang tingginya tidak seberapa ini.
Setelah menundukkan kepalanya, terbesit sebuah ide jahil didalam otak Rey yang ingin dilancarkannya.

Eline melihat wajah Rey yang sudah dibalut oleh perban, saat mata mereka saling bertatap, Rey pun melancarkan aksi jahilnya, dengan cepat ia mencium pipi Eline dan blush pipi Eline langsung memerah seperti udang rebus. Eline pun jadi kesal sekaligus malu, niat ingin menjitak kepala Rey agar otak nya kembali normal terurungkan karena dia sudah kabur duluan.

"Reyyyyyy!!!!!" teriak Eline sekencang-kencangnya
membuat semua orang disekitarnya melotot ke arah Eline.

"Gak usah teriak juga kali," Rey menoyor kepala Eline dari belakang, Rey kembali ke tempat Eline berada setelah mendengar teriakan dari Eline yang super kencang itu.

"Bodo," kekesalan Eline semakin tidak terbendung, dengan muka cemberutnya dia meninggalkan Rey sendirian.

"Eline, kamu mau kemana?" tanya Rey dengan wajah polosnya

"Mau pulang, jangan ikuti aku," kata Eline yang masih merasa kesal

"Tapi Eline, arah rumah mu kan kesana," kata Rey sambil menunjuk ke jalan rumah Eline, sebelum ke rumah Rey dan Eline, memang ada jalan yang unik, jalanan nya berbentuk V, yang kiri jalan menuju ke rumah Rey dan Eline, sedangkan yang ke kanan menuju perumahan anak-anak orang kaya.

Wajah Eline memerah karna malu akan kebodohannya, dia pun berbalik sambil menuduk dan berusaha menyembunyikan wajah yang memerah itu, Rey hanya bingung melihat tingkah laku sahabatnya itu.

Dia menghirupkan udara yang begitu menyegarkan pikiran, sehabis hujan mengguyur tadi pagi, sehingga udaranya sangat menyegarkan. Saat pikirannya sudah mulai tenang, dia teringat akan sesuatu, ia harus segera pulang untuk kerja paruh waktu di sebuah restoran, apalagi Eline yang tadi didepannya sudah tidak kelihatan.

***

"Selamat siang, Bos," sapa Rey kepada seseorang yang dipanggilnya bos itu. Rey bangun dari tempat duduknya dan segera mencium tangan bos nya itu.

"Ooh, kau sudah datang Rey," kata orang yang bertubuh tegap dan gagah dengan setelan baju putihnya.

"Tumben bos baru datang, habis darimana,"
"Ada laah, anak kecil gak perlu tahu, aku tinggal ke ruangan dulu ya," kata Arvi meninggalkan Rey

Orang yang dipanggil bos tadi bernama Arvi, dia sudah seperti kakak kandungnya sendiri bagi Rey. Dikarenakan dulu sewaktu Rey duduk dibangku kelas 5 SD, pernah menyelamatkan seseorang dari kecelakaan motor, yang tak lain adalah bos nya sekarang.

Flashback

Pada pagi hari saat Rey dan sekeluarga pergi jalan-jalan ke taman. Saat di perjalanan dia melihat melalui kaca mobil, ada sebuah motor yang melaju dengan ugal-ugalan, Rey terus memperhatikan motor tersebut, sampai pada perempatan ada mobil  yang berbelok kekiri, kearah motor tersebut, karena motor yang dibawa orang itu terlalu kencang, sampai tidak sempat untuk mengurangi kecepatan motornya, akhirnya motor itu pun menabrak mobil tadi dan sang pengendara pun jatuh tersungkur ke jalanan.

Ayah Rey yang juga melihat kejadian itu segera menghentikan mobilnya, dan dengan segera, Ayah Rey dan beberapa orang yang ada pada tempat kejadian pun membantunya memasukkan sang pengendara itu kedalam mobil Ayah Rey, dimana ada Rey didalamnya.

Dibawalah korban kecelakaan tersebut ke rumah sakit terdekat. Ketika sampai, dengan segera Ayah Rey membopong tubuh orang itu. Rey keluar dari mobil untuk meminta bantuan petugas rumah sakit. Dengan segala cara, korban kecelakaan berhasil dibawa masuk dan disinilah Rey sekarang, didepan ruangan gawat darurat.

Rey sedari tadi melihat ayahnya yang mondar-mandir sambil menempelkan handphone ditelinganya yang Rey pikir sedang menelepon.
Hingga tiba-tiba sang ayah bercakap-cakap dengan seseorang yang sudah menjawab teleponnya.

Sebagian dari percakapan ayahnya dapat Rey dengar, bukannya ia menguping, tetapi memang sang ayah bertelepon dengan suara yang lumayan keras.

"Assalamualaikum"

"..."

"Apakah ini dengan keluarga atas nama Arvi?"

"..."

"Maaf sebelumnya, saya ingin mengabarkan sesuatu, bahwasanya pak Arvi mengalami kecelakaan dan sekarang berada di rumah sakit Perwira."

"..." terdengar keterkejutan dan tak lama suara bising terdengar.

"Iya, sekarang ada di ruangan Cendrawasih 05"

"..."

"Oke."

Rey mengira bahwa yang dihubungi ayahnya tadi adalah keluarga dari korban kecelakaan tersebut.
Tapi mengapa ayahnya bisa mengetahui nama serta nomor telepon keluarga orang itu, saat Rey sedang kalut dalam pikirannya, keluarga yang dihubungi sang ayah tadi datang, tidak terlalu banyak, hanya dua perempuan yang Rey tebak adalah Ibu dan adik korban, Rey pun kembali berpikir " kenapa, ayah korban tidak datang"

Fight togetherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang