Iblis Siluman Muka Dua

907 61 2
                                    

Kuda berwarna hitam itu berlari seperti kesetanan, entah karena suasana magis hutan Tumpasan, atau hawa kesaktian dari Larantuka. Hewan itu berlari melewati jalan setapak, menembus kerimbunan hutan Tumpasan. Jubah hitam Larantuka tampak berkibar kencang dihembus angin malam, Candika memeluk erat pemuda itu dari belakang agar tak terjatuh.

Mereka berpacu dengan waktu,  untuk menyusul rombongan tumbal kembar yang dijaga pasukan Kalingga dan warga desa.

"Kata penduduk desa diujung jalan ini,  akan ada lapangan segara mayit, tempat penjagalan tumbal kembar" terang Candika. "Sebentar lagi tepat pukul dua belas malam akan dilakukan , kita harus cepat-cepat sampai disana Larantuka"

Lelaki itu pandangannya menatap terus kedepan. "Dengan kesaktian gurumu,  aku rasa mereka tidak akan mendapati bahaya"

Gadis itu merenung,  angin malam menyibak rambutnya yang tergerai. "Kali ini berbeda, jika kerajaan iblis itu bisa membuat raksasa Buto Ijo tunduk menjadi anak buahnya, pasti pemimpinnya teramat sakti" Gadis berhidung mancung itu bergidik membayangkan kesaktian Buto Ijo. Kesaktian Buto Ijo sangat jarang tandingannya. Kekuatan pukulannya setara duaratus lembu, kulit raksasa buto Ijo terkenal kebal akan segala senjata tajam, cuma pedang mustika yang bisa melukainya.

"Haiiiiiiitttt"

Tiba-tiba Larantuka berteriak menjejak pelana kuda, membuatnya melenting sejauh tiga tombak ke atas bersama Candika.

Blaarrrr

Sebuah sinar keperakan menghantam kuda tunggangan mereka, segera saja ringkikan kuda terdengar menyayat  ke seisi hutan. Sebuah cakar perak selebar dua hasta dengan tali dari rantai logam tampak ganas mencacah kuda tunggangan tadi menjadi beberapa potongan. Membuat tubuh mahluk malang itu tercabik bersimbah darah.

Candika memandang bangkai itu dengan ngeri, serangan tadi begitu tak terduga, bisa saja nasibnya seperti kuda tadi.

"Siapa kau?" bentak pendekar perempuan itu.

Suara tawa menyeramkan terdengar. Sesosok bayangan hitam turun dari dahan pohon Cemara. Mukanya tidak kelihatan karena bertudung lebar. Hanya mulut dan dagu yang terlihat dari depan.

Cakar perak itu segera tertarik berkelebat masuk kembali ke dalam jubah pria misterius itu. Ternyata sosok itu tak sendiri. Perlahan dari balik pepohonan muncul mahluk malam hutan Tumpasan. Berbagai jenis demit dan danyang penunggu dengan wajah mengerikan.

Candika terpekik melihat gerombolan iblis itu. Jumlah mereka ratusan, teramat banyak untuk dihadapi berdua. Nyawa mereka kini seakan diujung tanduk.

"Kukira semua sudah bergerak ke lapangan,  ternyata masih menyisakan dua tikus berkeliaran." seru sosok bertudung hitam.

"Apa maumu?" bentak Candika.

Sosok itu tersenyum memperlihatkan gigi runcing yang tidak nampak seperti gigi manusia. "Nyawa kalian Cah Ayu. Kanjeng ratu menghendaki agar kami menjaga pinggiran lapangan Segara Mayit. Agar tidak ada tumbal yang kabur"

" Apa maksudmu tidak ada yang kabur?" seru Candika dengan raut muka pucat pasi.

"Acara tumbal akan dimulai tidak ada yang boleh keluar kabur,  ataupun yang masuk untuk menganggu. Yang berani melanggar akan dihabisi semua" sahut pria bertudung itu seram.

"Apa maksudmu? bukankah penduduk desa harus kembali pulang setelah mengantar tumbal?"

Sosok itu tak menjawab, hanya tersenyum seram. Raut muka Candika memucat, apakah ini artinya semua orang tidak akan kembali seperti yang sudah sudah? apakah mereka semua akan ditumbalkan? Artinya serangan yang sudah direncanakan penduduk desa Bakor  bersama pasukan dari Kalingga sebagai jebakan sudah diketahui musuh. Apakah pasukan Kalingga terperangkap siasat sendiri ? semakin dipikir, gadis itu makin tak mengerti. Apabila musuh sudah bersiap dan memperhitungkan kekuatan Kalingga bisa jadi seluruh serangan akan sia sia. Candika goyah, hatinya semakin cemas akan keselamatan Candini dan gurunya.

LARANTUKA  PENDEKAR CACAT PEMBASMI IBLISTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang