Saat ini, Asila sedang bersiap untuk berangkat ke sekolah. Ia bersekolah di SMA Swasta yang berada tidak jauh dari rumahnya.
Setelah selesai bersiap, Asila keluar dari rumahnya dan tak lupa mengunci pintu. Ia berangkat ke sekolah dengan berjalan kaki.
Asila terus berjalan di trotoar jalan, dengan wajah datar yang menatap lurus kedepan. Tangan sebelah kanannya ia masukkan di saku rok sekolahnya.
Jalanan kini tampak sepi, hanya sedikit kendaraan yang berlalu-lalang. Bagaimana tidak sepi jika sekarang saja masih menunjukan pukul 6 pagi. Asila memang seperti ini datang pagi-pagi sekali dan pulang saat suasana sekolah benar-benar sepi.
Akhirnya, Asila sampai di sekolah dengan selamat, kemudian ia langsung memasuki ruangan kelasnya dan duduk di bangku paling pojok yang bersebelahan dengan jendela.
Asila mengeluarkan HP dan earphone dari dalam tasnya, lalu ia sambungkan earphone itu ke HP dan membuka aplikasi lagu. Ia mendengarkan lagu sambil menatap keluar jendela. Lagu-lagu terus mengalun dari earphonenya, sampai saat lagu dari Natalie Taylor mengalun dari earphone nya, tanpa sadar suara indahnya keluar mengikuti lagu tersebut.
We let the waters rise
We drifted to survive
I needed you to stay
But I let you drift awayMy love where are you?
My love where are you?Whenever you're ready, whenever you're ready
Whenever you're ready, whenever you're ready
Can we, can we surrender?
Can we, can we surrender?
I surrenderNo one will win this time
I just want you back
I'm running to your side
Flying my white flag, my white flagMy love where are you?
My love where are you?Whenever you're ready, whenever you're ready
Whenever you're ready, whenever you're ready
Can we, can we surrender?
Can we, can we surrender?
I surrenderI surrender
Ia bernyanyi dengan suara yang pelan hampir tidak terdengar. Saat bait lagu terakhir iya nyanyikan, saat itu juga setetes air mata jatuh kepipinya. Sedetik kemudian saat lagu di earphone nya berganti saat itu ia langsung tersadar dan buru-buru menghapus air matanya, karna ia tak ingin ada seseorang yang melihat.
Ia menatap sekelilingnya, ternyata sudah banyak teman-temannya yang berada di kelas. Kemudian ia menghela napas, lalu mencabut earphone di telinganya dan memasukanya kembali ke dalam tasnya.
Tak lama kemudian terdengar bunyi bel pertanda kegiatan belajar mengajar akan segera dimulai. Tak berselang lama seorang guru datang dengan membawa seorang murid baru di belakangnya. Namun, Asila tak mempedulikannya, ia lebih tertarik melihat pemandangan tukang kebun yang lagu memberihkan taman dari belik jendela.
"Halo, anak-anak. Selamat pagi semua" sapa guru itu kepada semua muridnya.
"Selamat pagi juga, bu!!" jawab semua anak murid dengan semangat dan serepak, kecuali Asila yang menjawab hanya dengan gumaman. Asila masih memandangi tukang kebun itu.
"Anak-anak, ibu bawa teman baru buat kalian, ibu harap kalian bisa berteman baik dengannya, jangan kalian usilin apa lagi kalian gigit ya!" kata Bu Tuti kembali yang di sambut gelak tawa dari para murid bahkan murid baru itu juga ikut terkekeh, tapi candaan itu tidak bisa membuat Asila tersenyum apalagi tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Asila
Подростковая литератураAsila, seorang gadis yang jarang tersenyum, wajahnya seperti tak memiliki ekspresi lain selain ekspresi datar. Itu kata orang-orang yang pernah bertemu dengannya. Sebenarnya Asila tidak lah seperti itu, ia hanya menutupi rasa sedihnya, ia tak ingin...