Pluukk... Sepatu converse hitam mendarat indah dikepala Stefan. Ia pun segera melepas helmnya. Dan menatap kesal ke arah orang yang melemparnya. Yuki berdiri syok disana. Mata Stefan menyipit, sepertinya ia pernah melihat gadis itu. Yuki meringis malu. Ia pun berjalan ke arah Stefan, lalu mengambil sepatunya. Dengan wajah super datar, Yuki melewati Stefan begitu saja. Stefan tersenyum kecil melihat tingkah Yuki.
"Coba lihat, siapa yang berdiri disana? Bukankah itu gadis kampung?" ujar seorang gadis dengan beberapa temannya.
Mereka berdiri didepan gerbang sekolah menatap ke arah Kimberly tajam. Yuki menoleh dan memandang gerombolan gadis itu. Lalu memandang Kimberly. Gadis itu terlihat terkejut melihat gerombolan gadis itu. Adi yang mulai merasa aman, perlahan berjalan mendekati Stefan. Keduanya saling pandang dan tersenyum. Lalu melihat lagi ke arah gerombolan gadis itu.
Pluukk... Kali ini sepatu converse hitam milik Yuki mendarat sempurna dikepala gadis yang mengejek Kimberly. Ia berteriak kesal sambil membuang sepatu itu. Yuki menatap kesal gadis itu karena telah membuang sepatunya. Adi dan Stefan yang melihat itu tertawa geli. Melihat gadis itu tertimpuk converse. Sedangkan Kimberly tersenyum geli melihatnya.
"Hai, Nasya? Apa kabar?" tanya Kimberly sambil tersenyum.
Nasya tidak menjawab, ia justru membalas senyum ramah Kimberly dengan tatapan sinis. Yuki berjalan pelan ke arah Nasya cs. Ia pun mengambil sepatu yang ia lempar tadi. Nasya menatap Yuki kesal. Lagi-lagi tanpa permisi dan memasang wajah super datar Yuki mengambil sepatunya dan melewati Nasya begitu saja.
"HEH!! Lo buta ya!! Ngga liat gue disini, hah?" kesal Nasya. Yuki hanya melihat sekilas lalu melengos pergi.
"Heiii!!!" pekik Nasya.
"Ada apa ini?" tanya seorang wanita anggun dengan paras cantik. Namun pias wajahnya sangatlah judes.
"Mereka melakukan keributan, Bu." ujar Nasya seraya menatap tajam Kimberly dan Yuki secara bergantian.
"Kalian siapa? Kenapa masih diluar?" tanya wanita itu lagi.
"Mereka murid-murid saya, Bu Cathy." ujar seorang lelaki dari belakang.
Yuki memasang kembali sepatunya. Ia melirik sekilas kebelakang. Ia mengenal pemilik suara itu dengan baik. Orang itu mendekati Yuki, ia menilik Yuki dan tersenyum.
"Akhirnya kamu datang juga," ujar orang itu kemudian.
"Pak Adrian, bagaimana bisa anak-anak berantakan ini menjadi murid Anda?" tanya Cathy dengan nada mengejeknya. Adrian tersenyum kecil.
"Mereka bukan anak-anak berantakan, tapi berbakat. Ayo, kamu ikut saya. Kalian bertiga juga," ujar Adrian sambil memandang Yuki, Kimberly, Stefan, dan Adi bergantian.
Adrian berjalan lebih dulu. Kemudian mereka berempat mengikuti dari belakang. Yuki berjalan paling belakang. Matanya mendelik tajam saat melihat Adi berjalan disebelahnya. Adi tersenyum lebar menandingi tatapan tajam milik Yuki.
"Ini... Dompet lo kebawa sama gue. Dan gue bukan pencopet," ujar Adi seraya memberikan dompet warna putih pada Yuki.
Yuki mengambilnya tanpa berkata apa-apa lagi. Langkah Yuki tiba-tiba berhenti, ia mundur beberapa langkah. Matanya menyipit ke arah seorang gadis yang sedang menari didalam sebuah ruangan. Adi yang berjalan disebelah Yuki pun turut berhenti. Dan mengikuti arah tatapan Yuki.
"Wuiihh... Keren..." gumam Adi berdecak kagum melihat kelincahan gadis itu menggerakkan tubuhnya.
"Dia dan gadis didepan tadi, mereka berdua adalah siswi yang lolos dengan nilai terbaik. Natasha dan Nasya, kalian harus siap bersaing dengan mereka," ujar Adrian tiba-tiba. Ia saat ini berdiri diantara Yuki dan Adi.
Yuki tidak mempedulikan perkataan Adrian. Ia pun melengos pergi. Adrian hanya tersenyum. Ia pun segera berjalan mendahului mereka berempat. Beberapa menit kemudian, mereka berhenti didepan sebuah pintu yang bertuliskan KEPALA SEKOLAH. Akhirnya mereka bertemu orang yang memilih mereka untuk masuk Musarts. Adrian mengetuk pintu lalu membukanya perlahan. Ia pun masuk kedalam yang diikuti mereka berempat.
"Welcome in Music Art School. Saya senang bisa melihat kalian," ujar seorang lelaki yang terlihat sangat berwibawa.
Yuki dan Stefan tercekat. Keduanya menatap lelaki itu lekat. Mereka sepertinya pernah melihat orang itu sebelumnya. Tapi mereka lupa dimana. Orang itu tersenyum pada mereka. Ia menunduk kecil pada Adrian. Seperti sudah mengerti, Adrian pun mengangguk kemudian pergi keluar. Tinggallah mereka berlima sekarang.
"Saya sudah lama menunggu kalian. Saya pikir, kalian tidak akan datang. Terlebih kamu, Yuki." ujar orang itu sembari tersenyum.
"Kenapa Anda memilih kami? Padahal kami tidak mengenal Anda," ujar Kimberly.
"Tapi saya mengenal kalian. Yuki Ayra Kato, Stefan Kylee William, Kimberly Liz Ryder, dan Adi Radys Dolken." ujar orang itu sembari tersenyum.
Mereka berempat tercekat. Terdiam. Menatap orang dihadapan mereka dengan lekat. Orang seperti apa lelaki ini? Ia seolah-olah sudah mengenal mereka lama.