Sinar itu terarah, tertuju dan tepat mengenai sosok pemuda yang tengah menggunakan pakaian sweater berwarna hitam dengan merk dagang yang tertera pada bagian dadanya, sesekali bibir berwarna merah mudah itu tersenyum tipis, mengangkat pandangannya ataupun sekedar menggoda dengan membuka setengah jaket yang tengah ia kenakan.
Suara jepretan itu tak henti dari berbagai arah dan hanya ia yang menjadi fokus utamanya. Iris hitam itu berbinar dengan pujian yang ia dapatkan dari photographer dengan wajah Eropa yang begitu kental, berbicara bahasa Inggris begitu fasih dan sialnya ia ingin mengumpat karena tidak mengerti. Namun, jika di lihat dari raut wajah Kim Seokjin— Itu adalah pujian.
Pujian itu menyenangkan, meningkatkan semangatnya dan ia menyukai setiap pujian yang di terima. Pandangannya kini merunduk, sembari menyentuh anting dengan iris yang melirik ke arah kamera hingga photographer itu tersenyum puas hingga jemari itu terangkat dan memberikan tanda jika pemotretannya telah selesai.
Helaan nafas pelan itu terdengar dengan kaki yang kini melangkah ke arah Kim Seokjin yang tengah bertepuk tangan di sana. Pria itu tampak begitu bahagia membuat Jeon Jungkook mengerutkan kening dan menerima air mineral yang di berikan untuknya. Ia meneguknya, begitu rakus hingga tenggorokannya tak lagi terasa kering.
"Kenapa hyung terlihat sangat bahagia?" tanya Jungkook dengan kakinya yang kini melangkah ke arah sebuah ruangan dengan pandangan terangkat, sedikit angkuh mengabaikan beberapa orang yang tersenyum ramah ke arah nya ataupun sekedar membungkukkan tubuh memberikan apresiasi. Namun, Jungkook tak peduli dengan yang kini melangkah masuk.
"Tentu saja— Tidak ada yang berani mengomel saat kau datang dan pemotretan berjalan dengan sangat baik" ucap Seokjin yang kini duduk pada salah satu kursi di samping Jungkook yang tengah melepaskan jaket dan bersandar pada sandaran di hadapan kaca besar dengan lampu yang menyala. Mata nya terpejam singkat.
"Ku katakan— tak akan ada yang berani melakukan itu" ucap Jungkook yang kini meluruhkan tubuh dengan kaki yang di angkat ke atas meja dan Seokjin yang kini meraih potongan buah yang tersedia di atas meja, menggigitnya dengan Jungkook yang kini terdiam.
"Semua orang takut jika uang mereka hilang— Itu cara kerja dunia" gumam Jungkook yang perlahan membuka mata dan kembali menutup nya, mengabaikan Kim Seokjin yang kini mengangguk pelan dengan tubuh yang turut bersandar. Namun, ponsel berdering membuat Seokjin melirik dan kembali terdiam.
Suara ponsel yang tak kunjung berhenti itu membuat Jungkook kembali membuka matanya perlahan, melirik ke arah ponsel yang terus bergetar dan melirik ke arah Seokjin yang kini melirik ke arah nya. Hal itu membuat Jungkook memutar bola mata nya malas dan menggelengkan kepala pelan.
"Jika itu Ibu ku, abaikan dia"
Hal itu membuat Seokjin menganggukkan kepalanya pelan dan memilih untuk kembali memakan buah sebelum ia kembali menatap ke arah Jungkook yang kini menatap tajam ke arah pantulan diri nya pada kaca. Jemarinya sedikit mengepal sebelum tawa kecil itu terlihat membuat Seokjin menunduk. Ini—bukan hal baik.
"Ah berani- berani nya dia menghubungi ku seperti ini" gumam Jungkook yang melirik ke arah Seokjin dan tertawa kecil— Tawa penuh amarah dan sedikit kebencian itu terlihat hingga Seokjin memilih untuk tidak mengatakan apapun. Jungkook memiringkan kepala nya dan tersenyum tipis.
"Dia mengurung ku setiap waktu—" gumam Jungkook sambil memainkan cincin yang melingkar pada jari kelingking, cincin sederhana berwarna putih yang seharusnya telah berkarat. Namun, Jungkook tak ingin itu— Tak boleh ada yang berkarat di dalam lemari nya hingga gigi nya menggertak.
"Hanya untuk berselingkuh—" gumam Jungkook dengan penuh penekanan dan amarah sebelum akhirnya suara tawa itu terdengar dari bilah bibir merah muda nya dan melirik ke arah Seokjin yang tampak telah terbiasa dengan sikap nya itu. Helaan nafas terdengar dengan kaki yang kini melangkah pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rose In The Garden Of Vow [TAEKOOK]
Любовные романы[DI JUAL DALAM BENTUK PDF] Ladang mawar itu menjadi saksi- Saksi bisu untuk janji yang dia buat ketika hujan deras di musim semi waktu itu. Aku menggenggam janji begitu erat, bersamaan dengan lantunan lagu yang mengalun bagai perpisahan. Janji, mus...