15. Ciee Aksa Cemburu!
Jika kembali diingat, perlakuan Aksa pada Rana benar-benar membuatnya sakit hati. Tapi entah mengapa Rana selalu saja bersikap baik pada Aksa, seolah-olah sedang tidak terjadi apa- apa di antara mereka. Bahkan mungkin orang lain saja merasa iba pada Rana yang terus terusan tersakiti. Lagi-lagi itu tidak merobohkan rasa yang mati-matian Rana perjuangkan saat ini. Di Leksmana, sekolah menengah atas paling elit itu, Rana selalu dipuja-puja oleh banyak kaum adam, banyak yang ingin memacarinya tanpa harus repot-repot seperti ini. Tapi mau bagaimana lagi, ternyata benar kata pepatah, jika cinta itu tidak bisa dipaksa, sekokoh apapun tembok pasti akan runtuh juga oleh cinta.
"Apa nggak ada yang lain sih Ran?" Moddy bergerak gelisah karena Rana sedari tadi menggelayutinya dengan cerita-cerita sedihnya bersama Aksa. Jika saja Rana mau mendengarkan ucapan Moddy dan yang lainya, pasti hal ini tidak akan terjadi.
"Enggak ada Mod, mata gue udah buta sama Aksa. Gue cinta mati sama dia," ucap Rana sambil mendusel-dusel di lengan Moddy.
"Kok lo nggak bilang sih kalo lo buta? Jadi selama ini lo nggak bisa lihat apa-apa?" Septi berpura-pura bodoh agar suasana tidak semakin melow karena Rana.
"Ih Septi, becandanya liat sikon dong. Ini Rana lagi galau, hibur kek atau apa kek," ujar Rana sebal. Yang tadinya sebal kini ditambah sebal karena ucapan gila Septi.
"Oh mau dihibur, yaudah sini Septi hibur. Rana maunya Septi ngapain? Balet? Ngronggeng atau apa?"
"Lo kayang aja deh Sep, lama-lama gue buang lo ke pinggir empang!" hardik Lodya. Cewek itu yang sampai saat ini masih setia mendengarkan curhatan Rana.
"Nah udah selesai!" teriak Zira. "Bagus nggak?" tanyanya sambil mengangkat kertas yang sedara tadi dia tulisi menggunakan stabilo berbagai warna.
"Harta, tahta, Zira." Bia mengejanya begitu lantang hingga semua mendengar. "Apaan ni?"
"Ini tu aku kasih buat Raden. Sebagai tanda kalo dia udah ada yang punya. Anggap aja hak milik lah," jelas Zira dengan bangga. "Oia Sep, ikut gue yuk mau ngeprint ini!"
"Idih-idih, bucin banget lo sekarang sama si Raden. Lo beneran suka sama buaya padang arafah modelan dia? Buka mata lo Ra, ceweknya noh di Tanjung Priuk banyak banget, tau tu lo yang nomor berapa," cibir Bia. Cewek itu memang sangat ahli dalam bidang mencibir. Mulutnya terkenal pedas saat membicarakan orang lain. Apalagi masalah play boy kelas kakap seperti Raden.
"Noway, nggak ada yang boleh bilang Raden begitu. Dia itu baik, cuman aja perlu proses. Ayo Sep! Lama banget sih." Zira lebih dulu berjalan lalu diikuti Septi dari belakangnya.
"Terus lo maunya gimana?" tanya Moddy pasrah. Pasalnya sedari tadi Rana terus-terusan berkeluh kesah.
"Ya gue maunya Aksa juga suka sama gue."
"Masalahnya dia nggak mau. Gimana dong?" Bia ikut turun pendapat akan ucapan Rana. "Udahlah Ran, lelaki masih banyak di luaran sana. Bahkan yang lebih ganteng, yang lebih tajir, yang lebih pinter, pokoknya lebih-lebih deh dari Aksa. Banyak banget itu, mau gue cariin?" tawar Bia.
"Enggak. Pokoknya mau Aksa," tolak Rana. "Eh racun tikus paling ampuh tu apa?" Seketika semuanya menegakan posisi duduknya. Kaget.
"Astaghfirullah Rana. Jangan gara-gara cinta lo mau jadi pshycopat ya Ran, mau bunuh si Debia?" Moddy membulatkan mata mendengar ucapan Rana barusan.
"Makanya jangan menuduh dulu. Ni gue cari racun tikus buat ngeracunin tikus di kebun belakang rumah,"ucap Rana.
"Yailah Ran, gue kira mau bunuh Debia. Padahal gue tadi udah semangat banget mau bantuin lo bunuh nenek lampir tu," ujar Loddy. Moddy memelototinya. "Cailah neng, becanda kali."
KAMU SEDANG MEMBACA
AKSARA (Sudah Terbit)
Dla nastolatkówSelamat datang di kisah Aksa dan Rana💓💓 Aksa Dabian Zaferino. cowok berparas indah dan menawan. Seakan memiliki magnet tersendiri yang membuat semua orang tertarik padanya. Banyak yang menggambarkanya bak malaikat. Namun sayang, parasnya ini berba...