Maia Larizka, gadis itu lebih suka menanggalkan nama terakhirnya apabila membuat profil. Seluruh kartu nama profesionalnya tidak ada yang menuliskan Tjokrohadinoto di sana. Alasannya panjang, dan gadis itu tidak akan menghabiskan napasnya untuk membahas sejarah pada orang asing. Ia lebih suka orang hanya fokus padanya, dirinya yang berada di depan lawan bicara. Karena ia pun tidak pernah bertanya tentang asal muasal orang, Maia punya insting dan kemampuan sendiri untuk menilai orang lain.
Andaikata ia bukan menjadi VP perusahaan pertambangan swasta, ia lebih cocok menjadi profiler di satuan kepolisian. Namun setelah menilai hasil psikologi tesnya kala sekolah, ia memutuskan bahwa dunia kriminalitas bukanlah passion-nya. Meskipun ia suka sekali menonton acara detektif, dan membaca karya-karya Agatha Christie dan juga Sir Arthur Conan Doyle, tapi ia hanya menikmati untuk dirinya sendiri. Gadis itu tidak mau bertemu dengan kriminal betulan, apalagi harus mencari motif dari kejahatannya. Maia lebih suka manicure pedicure di salon ditemani musik Jazz.
Gadis yang siang itu mengenakan rok lipit di atas lutut, dengan blouse off shoulder berwarna merah muda, turun dari mobil sedannya. Sepatu hak tingginya mendarat kasar di aspal tak rata. Sedikit meringis, ia pun berdiri, menutup pintu mobilnya. Sambil lalu menekan kunci otomatis di tangannya, dan mendorong kacamata hitam yang mengantung di hidung bangirnya.
Siulan-siulan orang lewat diabaikannya, bahkan seorang anak kecil yang tengah berlarian mengejar bola rombeng, nyaris menabraknya. Lagipula kenapa anak-anak bodoh ini tidak main di lapangan saja sih? Kenapa harus di tengah gang sempit begini?
Oh iya, mana ada lapangan gratis yang menganggur di Jakarta, pasti sudah dijadikan Bantar Gebang dadakan, alias tempat buang sampah.
"Eh maap, Tante! Gak sengaja!" ujar seorang anak ingusan berseragam merah dengan tulisan 'MancUt' di dada sebelah kiri.
Maksudnya Manchester United? Ini bajakannya kok tolol banget sih yang bikin?
Gadis itu menggeleng samar, antara mengabaikan ketololan tulisan MancUt, dan juga memaafkan si adik kecil— yang kelihatan tak enak hati memungut bola rombeng di sisi kaki mulus Maia.
"Misi kalo gitu, Tante!" bocah itu menyengir lebar, lalu bersiap berlari lagi ke arah gang tadi dia datang.
"Eh tunggu!" Maia menahan langkah si bocah. Anak itu pun membalik badan lagi secepat kilat, dan memandang ingin tahu kepada wanita yang baru pertama kali dilihatnya itu.
"Hm, kamu tahu nggak, kosan Pak Haji Yusuf?" tanya Maia ragu.
Bocah bernomor punggung 10 itu pun mengangguk antusias. "Tahu atuh, Tante mau ngekos?" tanyanya nyaring.
Maia menahan diri agar tidak mengeluarkan ekspresi jijik. Anak polos, mana mungkin princess tinggal di gorong-gorong seperti ini? Princess bisa bentol-bentol alergi nanti, nggak cocok sama air sumur.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elevate
ChickLit#Wattys2021 Winner ㅡ Chicklit | Chicklit - Romance Comedy | This work was added to @WattpadChicklitID Reading List April 2021 Lift my life, help me out! Live my life, leave me out! Mengapa Maia menolak perjodohan yang diatur seapik mungkin oleh ayah...