[2.6] Aksa

1.4K 241 9
                                    

"Jangan lupa besok konseling lagi, Mas

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Jangan lupa besok konseling lagi, Mas. Ansa tunggu di klinik."

Suara perempuan yang teramat familiar ditelinga gue itu langsung bicara demikian ketika telepon darinya gue angkat dipagi menjelang siang itu. Seperti biasa, Ansa selalu mengingatkan jadwal konseling gue karena yah, gue selalu punya alasan untuk mangkir dari jadwal konseling gue.

Bukan apa-apa sih, cuma sekarang gue merasa baik-baik aja hingga rasanya gue nggak perlu lagi melakukan konseling dengan perempuan itu. Nggak tega gue soalnya. Nara bilang belakangan ini Ansa sering lembur, bahkan seringkali Nara memergoki perempuan itu masih terjaga jam dua dini hari sembari berkutat dengan tumpukan berkas yang gue juga nggak tahu apaan.

Gue juga udah merasa sehat secara mental, yaa walaupun kadang-kadang gue merasa tertekan juga sih karena berbagai beban pekerjaan but so far, nggak berpengaruh buruk terhadap kondisi mental gue. Belakangan ini juga gue nggak mengonsumsi obat lagi, entah itu obat tidur atau obat penenang.

Yah intinya, gue mau berhenti membuat orang lain kerepotan karena gue.

Apalagi perempuan kecil berpipi bulat yang tengah ada diseberang telepon.

Sejujurnya, gue nggak menyangka bahwa gue akan sampai dititik ini. Dimana perlahan-lahan gue bisa menerima kejadian mengerikan dimasa lalu dan mulai menata masa depan. Berdamai dengan diri gue sendiri dan lepas dari jeruji besi rasa bersalah yang gue ciptakan sendiri. Dulu gue bahkan sempat berpikir bahwa masa depan gue hanyalah layar hitam tak bercela alias gue nggak tau akan bagaimana dan gue juga nggak tahu harus apa.

Tapi berkat keluarga dan Asankalayana pamili, gue berhasil memaafkan diri sendiri dan mulai melangkah ke depan.

Betewe kenapa namanya Asankalayana pamili sih? Nggak ada yang elitan dikit apa.

"Em, kayaknya mas nggak butuh konseling lagi deh, Sa. Jadi bisa kan nggak konseling lagi?" Beberapa hari ini gue memang sengaja meneror perempuan itu, entah itu via telepon, chat whatsapp, bahkan sampai dm instagram buat merealisasikan keinginan gue yang satu itu.

Helaan nafas terdengar, "Kayaknya kemaren ada yang setuju tuh mau ngikut konseling sampai selesai."

Gue mendengus. Masih inget juga ternyata, "Oke oke. Besok ke klinik."

Terdengar pekikan kecil dari sana, "Nah gitu dong! Udah ya, Mas. Ansa mau ke XL Center dulu, nanti Ansa kabarin jam berapanya"

Sebelah alis gue terangkat, "Kamu kayaknya udah tiga kali ke XL Center deh, Sa. Ngapain? Mau ngelamar jadi CS disana?"

Seingat gue, empat bulan lalu perempuan itu cerita kalo dia abis ke XL Center karena kartunya mati. Selang dua bulan kemudian, Nara juga pernah ngomong kalo abis nemenin adik sepupunya itu mengurus kartunya yang keblokir lagi untuk kesekian kalinya. Heran gue, kenapa nggak ganti nomer aja sih?

"Nomer Ansa keblokir lagi, Mas, hehe"

Bisa gue tebak, perempuan itu tengah nyengir lebar sekarang. Ansa ini luarnya doang anggun, kalo lagi serius dan dengerin konseling aja berubah jadi lembut tapi kalo lagi versi normal seperti sekarang, perempuan itu nggak jauh beda sama Nara. Sama-sama pecicilian dan banyak ngomong walau masih mendingan Ansa ketimbang Nara.

Start Up!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang