Winwin harus berolahraga. Sekalipun jadwal pentasnya padat, Winwin akan menyempatkannya walaupun sebentar. Sekalipun juga Xiaojun paling tidak bisa ditinggal kalau tidur.
Xiaojun sudah dipastikan tidur di bawah selimut yang hangat sebelum Winwin berolahraga, tapi tetap saja anak itu tahu ayahnya pergi dari kamar. Tangan kecilnya membuka pintu. Langkah-langkahnya mencari Winwin.
"Papa?" Xiaojun memeluk guling.
"Tidur lagi sana. Papa cuma di sini kok. Kalau selesai olahraga nanti ke kamar Xiaojun." Winwin menggendong Xiaojun ke sofa sebelum bersiap push up.
Xiaojun memeluk gulingnya. Bukannya kembali tidur dia malah mengamati Winwin. "Papa, kenapa olahraga?"
"Supaya sehat." jawab Winwin di tengah push up.
"Kan Papa gak sakit?" Xiaojun duduk bingung.
"Ini namanya mencegah, Xiaojun." jelas Winwin.
"Kenapa sih sakit datang gak minta izin?" tanya Xiaojun polos.
Winwin terdiam. Dia menengok. Dipikir putranya bercanda, nyatanya wajahnya serius. "Kenapa harus minta izin memang?"
"Gara-gara sakit aku gak bisa main, gak bisa sekolah, Papa gak bisa mengajar." Xiaojun cemberut.
Winwin bersila. Pemikiran anaknya membuatnya kehabisan kata-kata. "Oh iya? Sakit jahat dong ya?"
Xiaojun mengangguk. "Jahat banget!"
"Tapi kalo gak ada sakit kita gak tahu sehat loh, Xiaojun." timpal Winwin.
"Hah?" Xiaojun bingung.
"Xiaojun tahu sakit jahat darimana?" tanya Winwin.
"Sakit buat Xiaojun gak senang." jawab Xiaojun.
"Oh begitu." Winwin mengangguk. "Kalau gitu, kalau Xiaojun gak pernah sehat Xiaojun gak tau ya kalau sakit itu jahat?"
Xiaojun terdiam. Dia sebenarnya bingung papanya bicara apa. Winwin terkekeh. "Makanya, supaya sakit tidak datang, harus kita cegah. Harus olahraga."
"Mau ikut Papa olahraga boleh?" Xiaojun menyingkirkan gulingnya.
Winwin mengangguk. Dia mengembalikan posisi push upnya. Xiaojun mendekatinya. Dipikirnya mau meniru. Nyatanya...
"Kamu ngapain naik ke punggung Papa?"
Xiaojun memeluk erat leher Winwin. "Kan mau ikut Papa olahraga. Biar sehat."