Rasa Percaya

47 7 0
                                    

Beberapa menit kemudian mereka sudah kembali ke pondok. Di sana Yaxuan dan Yaowen sudah duluan tiba dan sedang menyusun bahan-bahan makanan. Chengxin dan Junlin menaruh kayu-kayu di peti kayu untuk keperluan dapur. Lalu Junlin pergi mengembalikan kapak di rak penyimpanan peralatan. Saat mengembalikan kapaknya, dia menoleh sesaat menghadap pintu gubuk yang tertutup. Tak ada suara sedikit pun dari dalam sana. Sepertinya Haoxiang sedang beristirahat, setidaknya begitulah yang ada di benak Junlin. Kemudian dia pun kembali berkumpul bersama yang lain. Hari ini Junlin ingin membantu Yaxuan memasak di dapur, meski dengan kemampuan seadanya, setidaknya pemuda yang terbiasa hidup dengan peralatan canggih itu kini harus membiasakan dirinya untuk memakai peralatan primitif dan seadanya. Sementara yang lain juga sedang sibuk melakukan aktifitas yang lain. Yaowen mengasah mata pisau dari senjata-senjata tajam yang mereka bawa, Zhenyuan dan Chengxin sedang membawa daun serta tumbuhan dari semak-semak ke suatu tempat di luar pondok. Saat waktunya makan siang, mereka semua berkumpul kembali di ruang makan. Saat hendak ingin makan, tiba-tiba seseorang datang dari arah gubuk yang tak lain adalah Haoxiang. Semua kecuali Junlin begitu bersorak gembira saat mengetahui kondisi Haoxiang sudah membaik. Wujudnya yang menyeramkan dari sebelumnya sekarang telah hilang dan kini pemuda itu tampak sangat tampan dengan kulit putih. Saat melihat Haoxiang, jantung Junlin berdetak kencang. Melihat pemuda tampan tersebut, dirinya semakin yakin bahwa wajahnya memang persis seperti Yiwen, Sahabat lamanya atau yang sering disangka pacarnya oleh keluarganya. hanya saja yang membedakan adalah rambutnya. Yiwen berambut pendek sementara Haoxiang berambut medium bob.

Chengxin : "Haoxiang? Kutukan itu sudah hilang? Senang melihatnya saudaraku!! Kemarilah!"

Yaxuan : "Haoxiang! Cukup lama juga ya bisa kembali seperti semula. Sekarang Kita bisa berpelukan!" ucap riang Yaxuan menghampiri Haoxiang yang kemudian disusul oleh anak-anak yang lain kecuali Junlin.

Mereka semua saling berpelukan satu sama lain seolah-olah menyambut seseorang yang datang dari jauh dan selamat dari perjalanan jauh yang penuh bahaya. Junlin hanya menatapnya dari kejauhan karena dia merasa bukan bagian dari mereka. Ya, bukan bagian dari mereka. Bahkan semasa di dunianya sendiri, dia tidak pernah merasakan menjadi seseorang yang dibutuhkan dan mendapat perlakuan yang istimewa. Bahkan meski hubungan keluarganya cukup harmonis, hal tersebut juga tidak pernah dirasakannya dari keluarganya sendiri. Tentunya Junlin sendiri menyadari hal tersebut. Kemudian setelah berpuas merayakan kembalinya salah satu saudara mereka, mereka pun kembali melanjutkan acara makan siang mereka. Saat itu Haoxiang memilih duduk bersebrangan dengan Junlin. Namun bukan perasaan hangat yang diterima oleh Junlin, melainkan perasaan dingin dari Haoxiang. Pemuda tersebut menatap dengan tajam serta raut wajah yang tidak bersahabat terhadap Junlin. Junlin yang merasa tidak enak hanya bisa menundukkan kepalanya tanpa banyak bergerak dan berbicara sama sekali. Dalam benak Junlin sepertinya Haoxiang masih belum sepenuhnya percaya bahwa dia bukan Tina. Entah apa yang membuat Haoxiang begitu membenci sosok yang disebutnya saat mereka pertama kali bertemu.

Haoxiang : *braaaakkk!* "sikapmu yang seperti itu sangat membuatku sebal Tina!" Haoxiang tiba-tiba menggebrak meja dan membuat semuanya terkejut. Namun Junlin tidak mengalihkan pandangannya untuk menatap Haoxiang meski dia juga terkejut.

Chengxin : "Hao, hentikan... jangan mengagetkannya seperti itu."

Haoxiang : "tapi melihat wajahnya benar-benar membuatku naik darah errrr..!"

Chengxin : "aku bilang hentikan Hao..." ucap Chengxin pelan namun dengan aura yang mampu membuat semua terdiam. Sekali lagi tatapan Chengxin membuat keringat dingin mengucur. Hao yang tadinya begitu garang tiba-tiba terdiam tanpa mampu membalas ucapan Chengxin. Aura pemimpinnya begitu kuat hingga mampu membuat anggota kelompok itu tak ada yang berani berbicara. Junlin yang sedari hanya menunduk dan terdiam sekarang menatap Chengxin. Chengxin yang melihat sorot mata Junlin langsung memahami perasaan Junlin yang penuh ketakutan.

Kisah Kita Di Dalam NovelTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang