Oi Adek berjilbab ungu
Cantik nian senyum dirimu
Dapat salam dari Ayah Ibu
Tamat kuliah jadi menantu
...
Oi Abang berbaju merah
Senyum Abang sangatlah ramah
Abang s'lalu buat Adek resah
Kapankah Abang ajak Adek nikah
...
Versi owe ^_^
Oi pembaca yang baik budi
Jangan lupa dukung cerita ini
Sanul-Lora s'lalu menanti
Vomentnya Qaqa tolong diberi
Muah Muah
Happy reading........
Meski tubuh terasa berat, lutut bergoyang hebat, napas sungguh tercekat, Amira tetap memaksa Abah Latif untuk bergegas ke gudang, Tempat Kejadian Perkara (TKP) tragedi Gus Ganteng yang barusan Edi laporkan terjadi.
"Cepat Bah, ayo kita lihat anak kita." Amira menarik lengan baju suaminya.
Abah Latif tak bergeming, hatinya saat ini sedang tak bisa merasakan kelembutan dan kebahagiaan lagi. Pak tua itu kecewa berat dengan anak lelaki satu-satunya, padahal ia telah menitip masa depan Pesantren Darul Qalam di pundak Ikhsan. "Apa yang barusan dia dengar dari Edi? Kenapa Ikhsan tega mencoreng arang di wajahnya?" Abah Latif tak henti-hentinya bergumam pada dirinya sendiri.
"Bah!" Amira mengangkat suaranya, "kenapa melamun? Cepat Bah. Cepat!"
Abah Latif tak menjawab, namun langkahnya dibawanya menyusuri anak tangga teras. Meninggalkan rumahnya. Menuju gudang belakang rumah bambu. Di belakangnya Amira dan Edi berjalan mengikuti sambil menahan degub jantung masing-masing.
Mereka menyusuri jalanan pesantren sekitar lima menit. Saat ini waktu shalat isya hampir masuk. Para santri masih berkegiatan di dalam mesjid. Jadi tak ada yang peduli dengan tiga orang yang barusan melewati perkarangan mesjid dengan langkah yang terburu-buru.
Sesampainya di depan gudang, Abah Latif langsung berteriak tanpa mempedulikan apa yang sebenarnya terjadi, "IKHSAN!!! KELUAR KAU!"
"Sabar Bah, sabar." Amira berusaha menenangkan sang suami. Memegang lembut pundak sang Kiyai.
Tapi Abah Latif tak peduli, lelaki tua pemilik pesantren itu seperti naik darah, mendekat ke pintu gudang, "IKHSAN! ANAK DURHAKA! DOSA APA YANG KAU LAKUKAN DI HADAPAN ALLAH HA?"
Amira pucat, takut darah tinggi sang suami kambuh, "ingat Bah, Abah itu punya penyakit darah tinggi."
"Darahku sudah lebih dari tinggi saat ini, Mira. Sudah melewati ubun-ubun karena sikap anakmu yang selalu kau manja itu." Abah Latif menjawab dingin, namun sesaat setelah kalimatnya terloncat, ia menggigit bibir bawahnya karena menyesal telah menyudutkan sang istri.
Kata-kata Abah Latif barusan sukses membuat Amira menunduk dalam seketika.
Melihat suasana di depannya beraura hitam, Edi tiba-tiba memotong tepat sebelum sirine keadaan darurat berbunyi, "maaf Abah, Bu Mira... apakah sebaiknya kita masuk saja ke gudang? Saya membawa senter. Kita periksa saja dulu, tadi saya kurang jelas lihatnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
SanuLora
Ficción General[CERITA KE 2] Follow biar Teman bisa baca semua chapter🤗 💞 kategori : baper somvlak Kepincut Gelora, gadis berhijab yang sudah sangat lama menginginkan bisa masuk ke dunia para cogan dan menjadi satu-satunya rebutan. Lora, begitu orang-orang hidup...