❌Dhanu Flashback❌

147 31 16
                                    

Dentuman bom mahadahsyat mengagetkan Dhanu Brawijaya yang sedang terlelap. Lima bulan dia mendekam disini, hampir membusuk bersama lumut dinding. Tiga hari belakangan ini, tubuh Dhanu merasa meriang tak karuan, suhu tubuhnya meninggi. Tentu saja, siapa yang tak sakit jika terus terusan dikurung tanpa makan dan istirahat yang cukup? Bobot tubuhnya menyusut drastis, sangat berbeda saat sebelum ia dibawa kesini. Rambut hitamnya yang mulai memanjang dibiarkan gimbal, juga kumis dan jambang yang menebal. Benar benar bukan seperti Dhanu yang gagah. Namun, malam itu mengubah nasibnya. Musuh Nippon datang dengan brutal, memporak porandakan markas mereka yang berimbas pula pada barak tahanan di sebelahnya.

Meski sekujur tubuhnya merasa ngilu, Dhanu bangkit, mencoba menguping dari balik pintu. Terdengar suara gaduh, derap langkah yang tergesa, juga umpatan dalam bahasa Jepang. Desingan peluru terdengar bersahutan, dibarengi suara sekelompok manusia dengan bahasa asing. Seolah mampu membaca situasi, Dhanu mencoba membuka pintu setelah kegaduhan mereda. Bagai tertimpa durian runtuh, ternyata pintu besi itu tak terkunci.

Dhanu cukup terkejut melihat situasi di depan ruang penyekapan. Mayat mayat tentara Jepang bergelimpangan tak bernyawa. Ia menutup hidung menghalau bau anyir darah yang memuakkan. Dengan mengendap, sebuah pistol kecil yang tergeletak tertindih mayat tentara berhasil ia curi.

Antara senang dan was was, Dhanu menyelinap pergi meninggalkan gedung penyekapan disebelah markas yang semakin tak terkendali situasinya.

Disinilah Dhanu sekarang, dibawah pohon rindang area taman kota Batavia. Hujan mengguyur sedemikian deras seolah sengaja dicurahkan dari langit. Dhanu meringkuk sendirian, kemeja lusuh yang ia kenakan tak mampu melindungi dari udara dingin malam itu. Badan kurusnya menggigil, disertai suhu tubuh yang semakin tinggi. Belum lagi perutnya yang lapar.. Tujuh hari tujuh malam Dhanu mengungsi kesana kemari seperti gelandangan yang meminta belas kasihan.

Sungguh, Dhanu tak pernah mengira akan bernasib semenyedihkan ini. Tak sepeserpun gulden yang ia kantongi untuk kembali ke Djogja. Pagi pun menjelang, Dhanu kembali berkeliling demi mencari seperak gulden. Setidaknya untuk bertahan hidup selama beberapa hari. pistol kecil yang ia curi tempo hari, membuatnya sedikit lega, hanya benda itu yang mampu melindungi Dhanu dari orang orang jahat. Tak ada yang memedulikannya disini, semua orang tenggelam dalam sengitnya peperangan. Rela bertumpah darah demi sebuah kejayaan yang tiada habisnya. Tak jarang, Dhanu melihat lagi hilir mudik pasukan serdadu Belanda yang sempat terusir dari bumi pertiwi.

Menjelang siang, tak ada apapun yang ia dapat. Hanya berbonus lelah dan semakin kelaparan. Dhanu melangkah terseok menuju pohon rindang ditaman kota, tempat berlindung satu satunya. Dhanu bersandar disana, mencabuti rumput teki yang lembab akibat hujan semalam. Wajah kuyunya mendongak.

"Gusti... beri aku petunjuk."

Iris legam Dhanu menatap nanar langit biru yang sedang terik teriknya. Berharap sang Tuhan mengirimkan malaikat tak bersayap untuk memperbaiki nasibnya. Dhanu menghirup napasnya dalam dalam, mencoba meraup oksigen. Berharap mampu mengurangi rasa lelahnya. Ia memijit pelipisnya yang berdenyut nyeri, matanya tak kalah nyeri manakala menatap sekeliling. Karena terlalu lapar, Dhanu terlelap tanpa sadar di pinggir pohon.



"Pak... bangun pak. Anda panas sekali! Anda baik baik saja?"

Suara itu terdengar lamat lamat mengusik kesadaran Dhanu. Dengan ogah ogahan, matanya terbuka. Masih belum sadar jika seseorang sedang menggoncangkan bahunya. Dhanu mengerjap beberapa kali, mencoba menangkap bayangan seseorang yang terlihat asing. Dia adalah seorang wanita, berkemeja putih dengan rambut hitam yang tergelung apik. Rasa rasanya Dhanu pernah melihat wajah ini. Pria itu berkedip untuk memastikan penglihatannya. Ketika sepenuhnya tersadar, Dhanu terperanjat, nyaris berteriak.

𝐋𝐨𝐯𝐞 𝐢𝐧 𝐖𝐨𝐫𝐥𝐝 𝐖𝐚𝐫 𝐥𝐥Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang