Ternyata percuma saja ia menaiki taksi online, karena nyatanya ia tetap terlambat 15 menit. Salahkan semuanya pada kemacetan. Salahkan juga pada dirinya kenapa tidak menaiki ojek online yang dapat menyalip sana sini dari kemacetan.
Jihan berlari di sepanjang koridor, beruntung ia tak menabrak sapa pun kali ini dan ia dapat masuk ke kelasnya dengan keadaan selamat. Selamat dalam artian tidak terkena amarah dari siapapun yang ia tabrak.
Ia mengetuk pintu kelas dengan takut-takut dan guru yang mengajar saat itu langsung menoleh menatapnya. Jihan berjalan pelan sambil menunduk. "Maaf bu, tadi saya terkena macet jadinya telat," ucapnya.
Tadi saya juga diturunin suami saya di jalan, bu. Tentu saja ucapan itu hanya dapat ia ucapkan dalam hati. Jika hal itu terucap dari bibirnya, bisa-bisa satu sekolah gempar.
Guru itu tersenyum menenangkan. "Yaudah nggak papa, langsung duduk aja." Jihan mengangguk dan menegakkan pandangannya pada bangkunya. Terdapat seorang laki-laki yang duduk disebelah bangkunya dan tengah tersenyum geli. Jihan menatap bingung dan beralih menatap gurunya seolah meminta penjelasan.
"Itu Julio, adik kembarnya Julian. Sekarang ia jadi teman satu bangku kamu," ucap guru itu. Setelah itu, Jihan langsung melangkahkan menuju bangkunya. Ia meletakkan tasnya pada sandaran kursi dan ia segera mendaratkan pantatnya disana.
"Lu ngapain pindah kesini?" tanya Jihan berbisik.
"Jadi teman sebangku lo," jawab Julian yang juga berbisik. Jihan mendesah malas, bukan alasan seperti itu yang ingin ia dengar. "Gue nanya serius!" Sikap Julio yang cengengesan sangat susah untuk diajak bicara serius.
"Gue juga serius, kakak ipar." Jawaban itu sontak membuat Jihan membelalakan matanya tajam. "Lu jangan panggil gue kayak gitu kalo lagi di sekolah gini, ntar ada yang tau."
"Iya-iya maap, khilaf." Setelah itu, Jihan tak menanggapinya lagi dan lebih milih memperhatikan guru yang sedang menjelaskan materi di depan kelas.
***
Disaat jam istirahat, Jihan tak beranjak sedikit pun dari duduk. Julio yang ada disebelahnya menyenggol sikunya pelan. "Kakak ipar nggak ke kantin?" tanyanya sambil berbisik dan tak lupa sikap cengengesannya itu.
Jihan berdecak dan memberikan tatapan tajam pada Julio. "Di bilang jangan panggil kakak ipar kalo di sekolah," ucapnya gemas pada cowok yang duduk disampingnya itu yang notabenya adik kembar dari suaminya. "Kalo lo mau ke kantin, pergi aja sendiri."
"Lo nggak laper emang."
"Nggak, biasa aja."
"Yakin?" Jihan hanya bergumam untuk menanggapinya. Gadis itu malah mengalihkan perhatiannya pada jendela yang ada di sampingnya yang menampilkan pemandangan taman. Matanya tak sengaja melihat suaminya dan adiknya sedang bersama disana.
Tak biasanya mereka nongkrong disana, batinnya.
"Lo tadi kenapa telat?" Suara Julio kembali mengudara tapi tak dapat membuat Jihan mengalihkan perhatiannya bahkan menjawab pun tidak.
"Lo tadi kenapa telat?" Julio mengulang pertanyaannya yang masih tak dapat dari jawaban dari kakak iparnya itu. Cowok itu berdecak kesal, ia mengikuti arah pandang gadis itu dan sedikit mencondongkan tubuhnya sehingga kini pipi mereka kini hampir bersentuhan.
Julio terkekeh setelah tau apa yang membuat Jihan tidak menggubrisnya sama sekali. "Lo cemburu ya?" tanyanya dengan nada jail. Jihan membelalakan matanya tak terima. Ia langsung menoleh cepat tapi hal itu malah membuatnya tak sengaja mencium pipi Julio.
Jihan melototkan matanya terkejut. Julio pun sama-sama terkejutnya dengan gadis itu, tapi belum ada satu pun dari mereka yang merubah posisinya.
Cepat-cepat Jihan mendorong wajah Julio yang membuat tubuh cowok itu sedikit terhuyung dan hal itu membuat rusuk kanannya terantuk meja. Julio meringis pelan sambil memegang bagian tubuhnya yang nyeri. Jihan menyentuh bibirnya sambil melihat sekeliling. Beruntung keadaan sedang sepi, hanya 2 siswa lain yang sedang asik memakan bekal.
Apa yang udah gue lakuin, ya Allah, jerit Jihan dalam hati.
"Heh, lo nggak minta maaf gitu ke gue? Malah ngelamun gitu. Sakit tau nih," tegur Julio yang masih saja memegang rusuk bagian kanannya. Bukannya menjawab, Jihan malah langsung beranjak dari sana dengan terburu-buru. Gadis itu sangat malu sekarang untuk bertemu dengan adik iparnya itu.
***
Jihan memasuki perpustakaan yang saat ini keadaannya tak begitu ramai tak begitu sepi juga. Ia mengambil majalah yang letak raknya tak begitu jauh dari tempatnya berdiri sekarang.
Jihan melangkah masuk lebih dalam dan duduk di bangku paling pojok dan tertutup diantar rak-rak buku yang tinggi.
Ia menenggelamkan dirinya dalan bacaan yang saat ini baca. Padahal ia sebenarnya tak benar-benar membacanya, ia hanya melihat-lihat gambarnya dan jika ada halaman yang memuat tentang ramalan zodiak, barulah ia membacanya.
Khas sekali seperti cewek yang begitu percaya dengan ramalan-ramalan zodiak yang kadang termuat di majalah ataupun surat kabar.
Disana mengatakan jika hari ini ia akan mengalami hal yang tak terduga. Dalam hati Jihan menyetujuinya, ia tak menduga jika ia malah mencium pipi Julio. Memalukan sekali.
Untuk asmara, sedang mengalami kerumitan. Jihan mengernyit bingung. Rumit? Rumit yang bagaimana? Seperti perjanjian pernikahannya atau hubungan antara ia, Julian, dan Jingga? Jika yang dimaksud memang itu, berarti benar. Karena pernikahannya sangatlah rumit untuk umurnya yang sekarang.
Keuangan dibulan ini stabil, begitu yang dikatakan di dalam majalah. Jihan tersenyum, setidaknya ada hal baik yang tertulis disana untuknya.
Tettt... Tettt...
Jihan menoleh saat mendengar suara bel masuk berbunyi. Ia meneguk ludahnya dengan susah payah. Ia masih canggung untuk masuk ke dalam kelas dan berinteraksi dengan Julio. Apa yang harus ia katakan nanti?
Gimana kabar lo? Jihan menggeleng cepat. Untuk apa ia bertanya seperti itu, seperti orang yang sudah lama tidak bertemu padahal mereka baru saja bertemu, bahkan ia tak sengaja mencium pipi cowok itu.
Masih sakit? Lagi-lagi ia menggeleng. Ia tak sepeduli itu. Huft. Ia meniup poninya frustasi. Akhirnya ia memutuskan untuk beranjak dari duduknya dan kembali ke kelas. Ia tak tau seperti apa reaksi cowok itu setelah sikap tidak sopannya itu yang langsung pergi begitu saja tanpa mengatakan sepatah kata pun.
Jihan memasuki kelasnya yang beruntung saat itu guru belum hadir, mungkin terlambat atau mungkin juga jam kosong. Suatu kemerdekaan bagi semua siswa jika kemungkinan kedua itu benar-benar terjadi.
Jihan menunduk sambil melangkahkan kakinya menuju bangkunya. Mata Julio masih mengawasi sejak kemunculan dirinya dari balik pintu.
Gadis itu duduk di bangkunya dan memalingkan wajah, berpura-pura jika yang ada di meja tersebut hanya ada dirinya. Bersikap acuh dan cuek. Tapi malah sikapnya itu membuat tawa Julio pecah. "Lo tuh kenapa hmm?" Cowok itu masih terus tertawa sambil menopang dagu dan menatapnya. "Lo habis maling sendal ya?"
Sontak mata Jihan membelalak. Bagaimana mungkin ia maling sendal? Ia ini tengah dilanda rasa malu!
"Nggak," jawabnya singkat. Bukannya berhenti, Julio malah makin terus meledeknya. Cowok itu bahkan sudah berani mencolek-colek lengannya dengan senyum dan tatapan jahil yang tak lepas dari wajahnya. Sedangkan Jihan, ia hanya bisa mencebikkan bibirnya dan membiarkannya.
Nanti juga capek sendiri, begitu pikirnya.
***
Fairahmadanti1211
KAMU SEDANG MEMBACA
Julian Untuk Jihan [COMPLETED]
Teen FictionRank #8 julio [2 September 2020] Rank #6 julio [11 September 2020] Rank #5 julio [14 September 2020] Rank #10 takdianggap [19 Oktober 2020] Rank #9 takdianggap [2 November 2020] Rank #4 julio [22 November 2020] Rank #7 takdianggap [1 Januari 2021] R...