(Buat kalian yang baru baca dianjurkan untuk baca bismillah dulu biar gak misuh-misuh terus. Karena cerita ini sangat menguras emosi. Enjoy^^)
*****
Disinilah sekarang Jaemin dengan apron berwarna peach, memotong-motong sayuran yang akan dia masak untuk suaminya yang akan pulang kerja sebentar lagi. Jari-jarinya yang lentik sangat lihai mengupas bawang, memotongnya di talenan dan langsung memasukkannya ke dalam panci. Kali ini Jaemin akan memasak sop ayam saja, yang cukup gampang dan cepat. Tadi dia agak telat karena terlalu lama tidur, Jaemin sedikit lelah.
Brak!
Pintu terbuka dengan tidak santai. Jaemin yakin itu pasti suaminya. Buru-buru Jaemin mencopot apronnya lalu menaruhnya di meja dapur dan berlari kecil kearah depan.
"Jeno? Kamu udah pulang? Lapar tidak? Aku baru aja selesai masak sop ayam buat kamu. Aku siapin ya?"
Jeno tidak menjawab perkataan Jaemin dan langsung masuk menabrak bahu Jaemin sambil melonggarkan dasinya dan melepas 2 kancing teratas. Jaemin sendiri sudah kembali ke dapur dan menyiapkan makanan untuk Jeno.
Jaemin menghampiri Jeno yang sudah duduk di sofa, dengan mangkok sop panas ditangannya.
"Ini Jen, dimakan dulu. Kamu pasti laperkan? Mumpung masih panas juga." Ucap Jaemin sambil tersenyum manis. Jeno melirik mangkok sop itu sekilas dan kembali fokus pada TV didepannya.
Jaemin menghela nafasnya pelan sambil menunduk. "Kamu udah makan di luar ya?" Jeno tetap tidak menjawab dan masih fokus pada acara TV yang menayangkan berita.
"Jen, tolong. Sekali aja kamu makan masakan aku, ya?" Jaemin kembali menyodorkan mangkok itu ke arah Jeno dengan senyum tipisnya. Jeno hanya melirik sekilas ke arah Jaemin.
"Kenapa? Masakkan ku ga enak ya?"
Prang!
Jeno membanting mangkok sop itu dengan sangat keras.
"Gua udah cukup sabar buat ga marah sama lo ya. Udah berapa kali gua bilang, kalo gua ga akan pernah makan masakan lo!" Jeno berteriak marah pada Jaemin yang sudah menunduk sedari tadi.
"Bersihin." Jeno menunjuk ke arah pecahan mangkok dilantai, menyuruh Jaemin untuk membersihkannya.
Jaemin hanya mengangguk pelan lalu berlutut untuk membersihkan pecahan mangkok itu. Jeno sendiri sudah naik dan meninggalkan Jaemin ke kamarnya, dengan pintu yang ditutup cukup keras.
Jaemin sedikit terjengat mendengar pintu yang dibanting. Menunduk semakin dalam menahan air matanya agar tidak jatuh. Meringis pelan saat baru sadar tangannya perih karena tersiram kuah sop yang masih panas tadi. Tangannya terlihat merah dan sedikit melepuh.
"Aw." Jaemin meringis lagi saat jarinya terkena pecahan kaca cukup dalam. Jaemin tidak terlalu memerhatikan pecahan kacanya, matanya mengabur karena air mata yang sudah terkumpul di kelopak matanya.
Jaemin menyeka air matanya kasar. "Jangan nangis Nana. Jangan lemah." Jaemin menyemangati dirinya sendiri.
Tapi tidak mempan. Jaemin malah menangis lebih kencang. Menjatuhkan pecahan kaca yang sudah dia kumpulkan tadi, memeluk kedua lututnya dan menenggelamkan kepalanya. Meredam suara tangisnya yang semakin menjadi. Jaemin takut jika Jeno mendengarnya menangis, ia akan semakin marah.
Rasanya sakit sekali. Bukan, bukan tangannya. Sekarang hatinya lah yang lebih sakit.
Luka di tangannya tidak seberapa dengan luka di hatinya. Hatinya sangat sakit sampai rasanya Jaemin ingin mengeluarkan hatinya dari tempatnya. Jeno tidak pernah menghargainya sedikitpun.
*****
Jaemin membawa kotak P3K yang dia ambil dari dapur menuju kamarnya. Kamar Jeno dengan Jaemin memang terpisah. Sebenarnya Jaemin ingin sekali berbagi kasur dengan Jeno. Tapi Jeno yang menyuruhnya. Jaemin ingin memprotes waktu itu. Tapi tau jika Jeno tidak suka di bantah akhirnya Jaemin mengurungkan niatnya.
Jaemin sudah selesai dengan urusan obat dan perban di tangannya. Walaupun sempat beberapa kali meringis kesakitan saat Jaemin mengoleskan salep pada lukanya sendiri.
"Jaemin!"
Itu suara Jeno. Buru-buru Jaemin menutup kotak P3K nya dan menaruhnya di meja rias. Kenapa Jeno memanggilnya selarut ini?
Tanpa pikir panjang Jaemin berlari kecil menghampiri Jeno yang ada di dapur.
"Ya Jeno? Ada apa?"
Jeno melirik sekilas kearah tangan Jaemin yang diperban. Sadar di lihat oleh Jeno, buru-buru Jaemin menyembunyikan tangannya kebelakang tubuhnya.
Jeno tampak tidak peduli. "Mana air putih?"
"Itu." Jaemin menunjuk dispenser di sebelahnya.
"Lo buta? Galonnya habis. Gimana gua mau minum?!"
"Eh. M-maaf Jeno. Aku lupa beli tadi." Jaemin tidak bohong, dia benar-benar lupa. Padahal tadi dia sudah ingat akan membelinya.
"Lupa?! Makannya lo kalo punya otak di pake." Jeno menjambak rambut Jaemin cukup kencang.
"S-sakit Jeno." Jaemin memejamkan matanya, mendongak sambil memegang tangan Jeno. Berharap pria itu melepaskan tangannya dari rambutnya yang sudah mulai terlepas.
"Jadi gua harus nahan haus sampe pagi, iya? Lo sengaja kan?!" Bukannya melepaskan jambakannya, Jeno malah semakin memperkuat tarikannya pada rambut Jaemin.
"Maaf Jeno. A-aku beneran ga maksud kayak gitu." Suara Jaemin mulai bergetar. Pusing. Kepalanya serasa ingin pecah.
"Ga becus!" Jeno melempar tubuh Jaemin ke arah meja dapur. Kepalanya terbentur meja cukup keras.
Jaemin langsung terjatuh kelantai dan memegang kepalanya. Menahan rasa sakit dan berusaha bangkit sambil meringis pelan.
"Jeno aku bisa rebusin air buat kamu kok."
"Bodoh. Gua ga sudi minum air rebusan."
Jaemin menatap sendu ke arah Jeno. Masih tetap memegang kepalanya yang sakit luar biasa.
"Kenapa sih lu itu nyusahin terus. Ga berguna." Jeno mendekat, mencengkram dagu Jaemin agar menatap matanya yang penuh akan sirat kebencian.
"M-maaf Jeno." Saat ini rasanya Jaemin ingin menangis sekencang-kencang yang ia bisa. Tapi dia tau, Jeno benci tangisannya. Makannya Jaemin menahan air matanya sekuat mungkin.
"Lu tidur disini. Sampe gua liat lu tidur di kamar. Lu bakal tau akibatnya." Ucap Jeno sarkas, membuang muka Jaemin ke samping cukup kuat.
Jaemin menunduk dan mengangguk singkat. Jeno segera meninggalkan Jaemin dan masuk ke kamarnya dengan emosi masih dipuncak.
Setelah Jeno benar-benar masuk ke kamarnya, Jaemin langsung manumpahkan air matanya. Meremat dadanya yang perih seperti tertusuk ribuan jarum.
Kepalanya berdenyut, seperti ditimpa beton. Tangannya yang baru beberapa jam lalu melepuh, juga belum membaik. Jaemin tidak hanya luka fisik. Hatinya bahkan lebih sakit dari luka fisiknya.
TBC
Ini masih part awal. Jadi aku ga mau nanya pendapat dulu. Nanti di part tertentu bakal dijelasin kok, kenapa Jeno jahat sama Jaemin. Hehe. See ya. Semoga betah🥺
KAMU SEDANG MEMBACA
My Pain! • NoMin
Fanfiction🔞[Mature Content]🔞 Kisah tentang kesakitan yang dirasakan oleh Jaemin. Dilecehkan, dihina, di aniaya oleh suaminya sendiri, Lee Jeno. Walaupun begitu Jaemin tetap mencintai suaminya tanpa ada rasa dendam sedikit pun. Jaemin selalu berusaha untuk m...